Nasib AHY Mirip Megawati Soekarnoputi: Pernah Dikudeta, Ada Pertumpahan Darah dan Kini Memilih Diam

Nasib Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mempunyai kemiripan dengan Megawati Soekarnoputri yang pernah dikudeta saat memimpin partai.

Editor: Wahyu Septiana
Tangkapan layar YouTube Tribun Video
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY merespon hasil KLB Deliserdang yang memutuskan secara aklamasi Moeldoko sebagai Ketum Demokrat, Jumat (5/3/2021). Konpers AHY berlangsung di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat. Nasib Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mempunyai kemiripan dengan Megawati Soekarnoputri yang pernah dikudeta saat memimpin partai. 

“Tidak bisa terima dengan akal sehat sebetulnya, tetapi ya sudah terjadi, dan kami yakinkan itu semua akan kami hadapi dan kami lawan, karena kami punya hak dan kewajiban menjaga kedaulatan Partai Demokrat,” tegasnya.

“Jangan ciderai akal sehat, jangan injak etika, moral dalam politik yang berkeadaban,” tambah AHY.

Megawati juga pernah dikudeta dari PDI

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri juga pernah dikudeta saat menjadi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia atau PDI tanggal 27 Juli 1996

Hari itu, kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) diambil alih paksa lewat pertumpahan darah. Suasana di Jalan Diponegoro, Jakarta, begitu mencekam.

Baca juga: Ini Gaji Wali Kota Solo yang Akan Diterima Gibran Rakabuming, Sebanding dengan Pengusaha Kuliner?

Baca juga: Hadiah Masjid dari Pangerang Arab untuk Presiden Jokowi Bakal Dibangun Gibran di Kota Solo

Peristiwa Kudatuli (kudeta 27 Juli 1996) bahkan disebut sebagai salah satu peristiwa terkelam dalam sejarah demokrasi, terutama terkait dualisme partai politik di Indonesia.

Sebelum sampai ke kerusuhan, hampir satu dekade lamanya PDI mengalami konflik internal.

Bergabungnya Megawati ke PDI pada 1987 meresahkan banyak pihak, terutama pemerintah Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto.

Kala itu, keluarga Soekarno menjadi korban ambisi Soeharto. Upaya de-Soekarno-isasi dilakukan dengan membatasi pergerakan putra-putri Soekarno, terutama dalam politik.

Hanya ada tiga pilihan partai saat itu. Partai Golkar yang menjadi alat Orde Baru melanggengkan kuasa, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merepresentasikan basis massa Islam, dan PDI.

Sejak Pemilu 1977, PDI selalu memperoleh nomor buncit dengan perolehan suara tak lebih dari 10 persen.

Upaya mendongkrak suara dilakukan dengan mendekati Megawati.

Kendati keluarga Soekarno yang semula sepakat tak ikut politik praktis, tetapi pada 1987 Megawati akhirnya luluh bergabung ke PDI.

Ketua Umum PDI saat itu, Soerjadi, berhasil menjadikan Megawati dan adiknya Guruh Soekarnoputra sebagai vote getter bagi mereka yang merindukan sosok Soekarno.

Jadi ancaman

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved