Dadang Subur Bongkar Alasan Dipanggil Dewa Kipas Hingga Polemik Lawan Pecatur Levy Rozman
Sang Dewa Kipas, Dadang Subur mencuat setelah mengalahkan Master Internasional Levy Rozman di aplikasi Chess.com. Berikut wawancara ekslusifnya.
TRIBUNJAKARTA.COM - Sang Dewa Kipas, Dadang Subur menjadi sorotan masyarakat Indonesia.
Nama Dadang Subur mencuat setelah mengalahkan Master Internasional Levy Rozman di aplikasi Chess.com.
Dadang pun membongkar alasan mengapa dirinya disebut Dewa Kipas hingga polemik melawan pecatur dunia.
Dadang mengungkapkan berbagai kisah dan latar belakang yang membuatnya mampu mengalahkan pecatur profesional itu.
Hal itu disampaikan Dadang saat ditemui di rumahnya di Gang Iming, Kota Bandung, Rabu (17/3/2021),
Alih-alih merasa bangga, Dadang justru merasa menyesal. Mengapa? Berikut petikan wawancara eksklusif jurnalis Tribun Jabar Kemal Setia Permana dengan Dewa Kipas:
Kabarnya Anda mundur dari dunia percaturan, apakah benar?
Sebenarnya bukan mundur, tapi behenti saja (bermain di aplikasi Chess.com). Alasannya, awalnya setelah kejadian itu (mengalahkan Levy), tiba-tiba saya tidak bisa membuka Chess.com.
Ternyata, kata anak saya (Ali Akbar, Red), aplikasi saya di-banned pihak sana dengan alasan saya menggunakan mesin (saat mengalahkan Levy).
Jadi, setelah itu saya memutuskan berhenti saja main di situ, tapi tidak secara keseluruhan berhenti main catur. Kalau lagi santai mah, ya main catur tetep.
Bisa diceritakan mengenai pertandingan melawan Levy, pecatur dunia yang Anda kalahkan?
Begini, Levy itu pemain hebat, sangat jauh kalau dibandingkan dengan saya. Saya tidak pernah merasa mengalahkan dia.
Saya menang (bertanding) lebih karena Levy melakukan blunder langkah, beberapa kali.
Saat bermain, dia sudah di menit 4, saya masih 3. Saya pikir ya sudahlah saya tidak menyesal kalau harus kalah, asal jangan kalah bangunan (skema permainan, Red).
Anda juga sudah lihat sendiri bahwa dari permainan, Levy terus menyerang saya, benteng maju ke depan di pertahanan saya.
Saya hanya menggunakan langkah kombi (kombinasi, Red) dan mampu memanfaatkan kesempatan sedikit itu menjadi sebuah keuntungan, ditambah dia melakukan blunder sehingga saya bisa menang.
Tapi sekali lagi, saya tidak merasa menang, hanya memanfaatkan blunder lawan.
Bagaimana perasaan Anda mendapat kritik pedas dari masyarakat yang menuding Anda curang saat mengalahkan Levy, padahal Anda sebenarnya bermain jujur?
Semua kritikan itu saya anggap bagus, saya malah menerimanya dengan terbuka.
Hanya sayangnya, beberapa di antaranya datang dari orang-orang awam (yang tidak mengerti catur) dan hal itu pula (kritikan) yang membuat saya merasa menyesal mengapa bertanding dan justru menang waktu itu.
Coba kalau saya tidak bertanding atau kalah, mungkin tidak akan seperti sekarang ini jadinya.
Apa komentar dan perasaan keluarga setelah Anda dikenal setelah mengalahkan pecatur dunia secara virtual?
Yang pasti saya tidak merasa jadi hebat karena sekali lagi semua terjadi (kemenangan lawan Levy) karena kesalahan lawan saja, bukan karena saya lebih hebat.
Semua diterima biasa saja. Cuma kasihan anak saya, dia harus ikut riweuh (susah, Red), dan Anda lihat sendiri saya masih tetap saja begini, jualan pakan burung sehari-hari.
Apa perbedaan main catur di aplikasi chess.com dan shredder?
Saya orangnya gaptek (gagap teknologi, Red), jadi sebenarnya awalnya enggak ngerti soal teknologi. Tapi kemudian saya bisa belajar, diajarin sama anak saya, termasuk Shredder, itu sangat bagus, kemudian Chess.com.
Menurut saya semuanya bagus. Yang pasti saya selalu mencatat semua permainan saya, baik di Shredder maupun Chess.com untuk dipelajari lagi, terutama pertandingan yang saya kalah.
Semua saya catat di buku (sambil memperlihatkan buku catatan pertandingan). Saya juga selalu mempelajari satu teknik sampai habis, bisa bertahun-tahun.
Pak Dadang kenapa disebut Dewa Kipas, dan pernah jadi pengurus catur?
Saya dulu sebenarnya suka bermain pingpong, dan kerap juara, dari situ saya disebut Dewa Kipas (mengibas/mengipas bet pingpong).
Tapi saya juga hobi catur. Sejak SMP saya suka catur. Begitu pindah ke Singkawang, 2004-2006 saya sering bergaul di Percasi sana.
Teman-teman saya juga banyak pecatur profesional. Saya banyak belajar dari mereka, termasuk sering menghadiri pertandingan catur, termasuk Pak Utut (Grand Master Utut Adianto) dan Megaranto (GM Susanto Megaranto).
Anda mengagumi pecatur nasional Utut Adianto dan Anjas Novita. Sosok keduanya di mata Anda seperti apa?
Mereka adalah orang-orang hebat dalam dunia catur. Pak Utut mampu bermain simultan dengan 200 pecatur sekaligus, beliau penyandang grand master yang luar biasa.
Sedangkan Anjas, beliau adalah petarung hebat, dia bisa bermain di mana saja, termasuk, maaf, di jalan.
Saya mengagumi jiwa petarungnya. Saya juga mengidolakan Megaranto.
Apa suatu saat nanti akan kembali comeback untuk menantang para grand master catur?
Untuk sementara saya fokus dulu ke pekerjaan saya sekarang (berjualan pakan burung), tapi saya tidak berhenti catur sepenuhnya. Kalau iseng-iseng ya bisa saja main lah.
Kalau bertanding dengan para pecatur hebat, sepertinya saya nggak dulu. Saya masih jauh di bawah mereka. Jauh sekali tingkatannya.
Makanya saya menolak bertanding lawan pecatur-pecatur hebat karena level saya belum sampai ke sana. Saya masih jauh di bawah.
Harapannya dari kejadian ini?
Saya berharap tidak ada lagi polemik, dan berharap kejadian ini akan mampu mengangkat dunia catur yang selama ini kurang muncul.
Saya bersyukur bahwa kemudian banyak yang tertarik membeli papan catur dan meningkatkan keinginan belajar catur dari masyarakat sekarang ini. (*)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul WAWANCARA EKSKLUSIF: Dadang Subur Menyesal Kalahkan Pecatur Dunia Levy Rozman, ''Saya Tidak Menang'',