Ada Potensi Kerugian Keuangan Jika Bulog Tak Bisa Maksimalkan Serapan
beras-beras yang tersimpan di dalam gudang mengalami penurunan mutu dan membusuk.
Alhasil, beras-beras yang tersimpan di dalam gudang mengalami penurunan mutu dan membusuk.
Anggota Komisi VI DPR RI, Mukhtarudin menegaskan bahwa persoalan pangan tidak bisa dianggap sepele.
Menurutnya, wacana impor beras yang dilontarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) tentu bukan tanpa dasar dan perhitungan yang jelas.
Salah satunya karena kinerja Bulog.
"Bicara hulu misalnya, serapan Bulog rendah kok selama ini. Bicara hilirnya pun demikian, dimana harga jual Bulog kurang bagus. Stok beras saat ini 800 ribu ton, dimana 500 ribu tonnya saat ini cadangan, ditambah 300 ribu ton hasil impor tahun 2018, tentunya mutu berasnya pun kurang baik. Sekali lagi soal impor beras itu baru sebatas rencana Kemendag yang melihat serapan Bulog yang rendah dan rencana itu kan sebagai antisipasi," ujarnya.
Mukhtarudin juga menilai, keberadaan Bulog selama ini kurang begitu maksimal.
"Sampai Februari ini baru 35.000 ton beras yang mampu diserap Bulog, padahal target serapan tahun 2021 ini kan sebesar 1,5 juta ton. Bagaimana bisa mencapai itu kalau serapannya saja rendah. Bahkan, banyak gudang-gudang Bulog yang kosong. Sebaiknya Bulog dibubarkan saja kalau kinerjanya kurang bagus," ujarnya.
Ombudsman RI juga menyoroti stok beras yang tidak tersalurkan sehingga bisa menimbulkan kerugian negara.
"Sebanyak 300-400 ribu ton beras di gudang Bulog berpotensi turun mutu. Jika setengahnya saja tidak layak konsumsi maka negara berpotensi mengalami kerugian Rp1,25 triliun," ujar Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.
Sebelumnya, Dirut Bulog, Budi Waseso mengungkapkan keresahannya karena saat ini Bulog tak lagi memiliki tugas untuk menyalurkan beras dalam bantuan sosial yang jumlahnya mencapai 2,6 juta per tahun.
Akibatnya, Bulog kehilangan pasar dan menyimpan beras dalam waktu lama. Beras sisa impor tahun 2018 masih tersedia di gudang Bulog.
Buwas mengungkapkan, biaya penyerapan gabah beserta perawatannya menggunakan pinjaman kredit komersial dari perbankan.
Biaya itu terus membengkak.
Dia mengaku beras stok CBP yang tersimpan di gudang tak bisa leluasa digunakan oleh Bulog.
Ditambah Bulog harus melunasi oleh utang perbankan.
Saat ini, perusahaan plat merah ini bahkan harus membayar bunga utang hingga Rp 282 miliar setiap bulan.
Terhadap ketersediaan beras, Buwas mengatakan produksi dalam negeri diyakini masih mencukupi kebutuhan nasional.
Sejauh ini, Bulog telah melakukan penyerapan gabah setara beras hingga sebanyak 902 ribu ton untuk cadangan beras pemerintah.