Food Story

Awal Mula Asinan dan Bubur Betawi Bang Keder di Cipulir: Jualan Sejak 1975-an, Seporsi Rp 15 perak

Anak sulung Idris alias Bang Keder, Abdulrahman (58) mengenang tentang usaha kedua orangtuanya berjualan asinan dan bubur betawi.

Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS
Semangkuk bubur kuah asinan Bang Keder di Jalan Cipulir I, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Jumat (26/3/2021). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN LAMA - Anak sulung Idris alias Bang Keder, Abdulrahman (58) mengenang tentang usaha kedua orangtuanya berjualan asinan dan bubur Betawi.

Sebelum sepopuler sekarang, Idris dan istrinya, Mawasni (74) berjualan asinan di depan rumah adik Idris di Jalan Cipulir I, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan sekitar tahun 1975.

Kala itu, cerita Ido, sapaan Abdulrahman, orangtuanya berjualan asinan buah.

Kemudian Idris mencoba berjualan asinan sayur.

Baca juga: Berawal dari Pindah Tempat, Pedagang Bubur kuah Asinan Ini Jadi Terkenal dengan Sebutan Bang Keder

Baca juga: Asam Manis Bubur Bang Keder di Cipulir: Ditaburi Teri, Tempe, Taoge dan Disiram Kuah Asinan

"Awalnya kita dulu itu pernah jualan asinan buah. Kayak ada kedondong, bengkoang dan ketimun. Terus orangtua kami coba-coba jual asinan sayur," ceritanya kepada TribunJakarta.com.

Seingat Ido, seporsi asinan kala itu masih dijual seharga Rp 15 perak seporsi.

"Harga pertama itu Rp 15 perak. Sampai sekarang sudah Rp 15 ribu," ujarnya.

Beberapa tahun berselang, sekitar tahun 1983, Idris dan Mpok Ani, sapaan Mawasni pindah berdagang lantaran rumah adiknya dijual.

Mereka kemudian membangun warung di depan teras rumah. Letaknya di dalam gang tak jauh dari tempatnya dulu berjualan.

Semenjak pindah, warga yang sudah jadi pelanggan mencari-cari warung asinan dan bubur betawi Idris.

Setelah sempat linglung mencari, akhirnya warung Idris diketahui pelanggan.

Para pelanggan sendiri yang akhirnya menamai warung asinan dan bubur dengan sebutan Bang Keder.

"Itu dari pelanggan sendiri sih ya (panggilannya). Kenapa dibilang Bang Keder karena pindah ke dalam. Orang pada enggak tahu dimana nih. Jadi sebelum ke sini, keder dulu," jelasnya.

Agar tak lagi bikin keder, gang masuk dipasang plang bertuliskan Gang Asinan Bang Keder.

Tak jauh dari mulut gang, jalan sedikit di jalan serupa labirin warung asinan dan bubur itu pasti ditemukan.

Warga di dalam gang itu, yang sebagian besar masih saudara dengan Bang Idris, setuju dengan nama di plang itu.

Kini asinan dan bubur betawi bang Keder bukan saja disukai warga sekitar Cipulir, melainkan juga sampai luar kota.

Ada juga warga yang pernah memesan asinan untuk dibawa ke Yogyakarta dan Bali.
Mereka tahu dari mulut ke mulut.

Bubur disiram kuah asinan

Semangkuk bubur kuah asinan Bang Keder di Jalan Cipulir I, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Jumat (26/3/2021).
Semangkuk bubur kuah asinan Bang Keder di Jalan Cipulir I, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Jumat (26/3/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Bubur khas Cirebon atau bubur Tionghoa pasti sarat akan suwiran ayam dan kaldu. Rasa gurihnya mendominasi.

Sedangkan bubur Betawi Bang Keder, suwiran ayam diganti oleh ikan teri.

Uniknya, bubur ini juga diberikan sejumput taoge, potongan tempe yang digoreng, kacang kedelai dan daun bawang.

Terakhir, bubur ini disiram dengan kuah asinan khas Betawi. Rasa buburnya pun berbeda dengan bubur yang sudah disebutkan di atas. Ini lebih asam.

Bubur ini tidak direbus dengan kuah kaldu melainkan hanya ditaburi garam saja.

Saat pertama kali menyuap bubur, rasa asam cuka asinan dan manis kecap terasa di lidah.

Bagi saya, ini sensasi rasa yang unik sekaligus menyegarkan. Ada rasa asam, manis dan juga asin.

Usai menyantap bubur berkuah asam, perut pun tak merasa melilit.

Anak kesembilan dari Bang Keder, Eha (34) mengatakan kuah asinannya terbilang khas dan segar lantaran memakai bahan-bahan alami.

"Cukanya dari cuka aren. Asli jadi aman diperut. Sama cabainya, untuk campuran cuka juga alami tanpa bahan kimia. Kenapa digemari karena semuanya alami," ujar Eha kepada TribunJakarta.com.

Sedangkan Mpok Ani beralasan kuah asinan dipakai karena sudah banyak bubur yang ditaburi ayam dan disiram kaldu.

Isiannya pun bukan suwiran ayam.

"Kalau di sini kan banyak bubur Cirebon. Ya, kita bikin lain dengan dipakai di antaranya ikan teri dan tempe," lanjutnya.

Diturunkan ke anak-anak

Anak-anaknya yang meneruskan asinan dan bubur betawi Bang Keder.

Bang Keder dan Mpok Ani kini memiliki 9 anak dari total 13 anak.

Mpok Bibah, anak kedua, yang meracik asinan dan bubur untuk pembeli di warung, sedangkan Abdulrahman, anak sulungnya, ditugasi menggoreng combro di rumahnya.

"Kakak saya nomer tiga goreng tahu sedangkan untuk goreng pastel itu kakak ipar saya," ujar Eha.

Mpok Ani lebih banyak istirahat di dalam rumah di masa senjanya.

Dari asinan dan bubur, setidaknya ia sudah bisa menghidupi anak-anaknya.

Usahanya pun sudah banyak pelanggan.

"Banyak pelanggan alhamdulilah dari mulut ke mulut. Sekarang Allah kasih berkah," pungkas nenek yang sudah memiliki 11 cucu dan 3 cicit itu.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved