BPK Temukan Dugaan Kelebihan Pembayaran Pembelian Alat Pemadam Kebakaran DKI Jakarta Rp 6,52 Miliar
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan penyimpangan dalam pengadaan alat pemadaman di DKI Jakarta
TRIBUNJAKARTA.COM - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan penyimpangan dalam pengadaan alat pemadaman di DKI Jakarta di mana ada kelebihan pembayaran sebesar Rp6,52 miliar.
Hal itu tertuang dalam hasil laporan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun 2019.
Laporan BPK itu menyebut, indikasi kelebihan pembayaran itu terkait paket pengadaan satu dari empat mobil pemadam kebakaran.
Baca juga: Dua Pasar di Jakarta Terbakar, Pemprov DKI Diminta Buat Sistem Penanganan Dini Kebakaran
Empat alat pemadam itu antara lain unit quick response, unit submersible atau mobil pompa, unit pengurai material kebakaran, dan unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal.
Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta menganggarkan Belanja Modal untuk program Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan pada 2019.
Nilai anggaran itu adalah Rp324.244.083.212 dengan realisasi sebesar Rp303.144.134.744.
Sebagian anggaran ini digunakan untuk pengadaan empat paket alat pemadam kebakaran tersebut.
Namun, ada perbedaan besar harga riil dengan nilai kontrak pengadaan empat paket alat damkar itu.
BPK mencatat, unit submersible memiliki harga riil Rp9,03 miliar, sedangkan nilai kontrak senilai Rp9,79 miliar.
Lalu, paket pengadaan unit quick response harga riilnya Rp 36,2 miliar, sedangkan Pemda DKI membayar nilai kontrak Rp 39,68 miliar.
Untuk unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal, harga riilnya Rp7,01 miliar, sedangkan nilai kontrak yang dibayar Rp7,86 miliar.
Terakhir, unit pengurai material kebakaran memiliki harga riil Rp 32,05 miliar, sedangkan nilai kontrak mencapai Rp 33,49 miliar.
Baca juga: Pedagang Pasar Inpres Pasar Minggu Terdampak Kebakaran Dipindahkan ke Blok D
Mengutip Kompas.com, Pemprov DKI Jakarta membayar harga alat damkar lebih banyak Rp6,52 miliar dari harga semestinya.
BPK menemukan beberapa permasalahan dari hasil pemeriksaan proses lelang alat-alat damkar itu.
Masalah pertama terletak pada harga perkiraan sendiri (HPS). Menurut BPK, HPS ini tidak berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.