Sisi Lain Metropolitan
Perjuangan Membuat Dodol Betawi yang Lezat, Adonan Diaduk Berjam-jam dan Tak Boleh Sembarang Orang
Butuh tenaga ekstra serta teknik kala mengaduk adonan kecoklatan itu di atas kuali atau kerenceng.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR MINGGU - Meski terlihat simpel, nyatanya, mengaduk dodol betawi itu tak mudah.
Butuh tenaga ekstra serta teknik kala mengaduk adonan kecoklatan itu di atas kuali atau kerenceng.
Bila salah aduk, bisa-bisa semua adonan dodol di dalam kuali rusak semua.
Dolah, pengelola usaha dodol Ibu Mariyam di Jalan Damai no.4, Pejaten Timur, Pasar Minggu, sempat merasakannya.
Ia pernah mengaduk adonan menggunakan sodet berbahan kayu Mahoni (semacam pengaduk panjang mirip dayung). Ketika mengaduk, lapisan tembaga tergerus oleh sodetan itu.
Lapisan itu pun tercampur ke dalam adonan dodol. Akibatnya, adonan dodol tak bisa dilanjutkan.
"Kalau ke lapisan kerenceng tergerus, masuk ke dodolnya rusak itu semua adonannya," ungkapnya kepada TribunJakarta.com pada Rabu (28/4/2021).
Dolah melanjutkan ketika mengaduk adonan dodol dibutuhkan kesabaran lantaran memakan waktu berjam-jam.
Adonan dodol yang terdiri dari tepung beras ketan, santan dan gula merah itu diaduk sekitar 6 sampai 8 jam.
Adonan harus terus menerus diaduk agar tidak hangus.
"Mengaduknya pun ada tekniknya, kalau enggak tahu pasti gagal. Hangus atau kerenceng bisa rusak kalau bolong," tambahnya.
Ia pun membutuhkan waktu dua hari untuk beristirahat setelah seharian mengaduk dodol.
Sebab, mengaduk dodol cukup menguras tenaga.
"Saya kalau mengaduk istirahatnya dua hari. Ibaratnya seperti mendayung. Kalau buat masak dodol, risikonya tinggi masaknya ribet," lanjutnya.
Zakiyah (50), perajin dodol di Jalan Damai no. 39 bercerita pernah suatu saat kerencengnya rusak karena seorang pekerja belum menguasai betul tekniknya.
"Kerenceng saya rusak tahun kemarin. Banyak yang bolong. Masalahnya orang baru kita ajarin udah mengaduk," keluhnya.
Menurutnya, pekerja yang sudah senior dan ahli, biasanya sekitar 6 jam dodol sudah matang.
Bila merekrut pekerja baru, bisa-bisa adonan dodol gagal.
Ia lebih memilih pekerja yang sudah berpengalaman dalam mengolah dodol.
Baca juga: Cerita Pengrajin Dodol Betawi di Pasar Minggu Menatap Lebaran: Berusaha Bangkit Usai Dipukul Pandemi
Baca juga: Coba Kelabui Polisi, Pengedar Narkoba Racik Ganja Menjadi Dodol
Baca juga: Polres Metro Jakarta Barat Bongkar Kasus Penyelundupan Paket Dodol Berisi 75 Kg Ganja
Menatap lebaran di tengah pandemi
Di awal masa pandemi Covid-19, banyak pengrajin dodol terpukul.
Pendapatan mereka yang biasanya panen selama bulan Ramadan dari dodol hilang digerus virus Corona.
Kini, mereka mencoba menatap lebaran dengan semangat baru seiring usahanya mulai kembali pulih.
Di dapur pembuatan dodol Ibu Zakiyah di Jalan Damai no.39 Pejaten Timur, Pasar Minggu, tampak tiga pekerja sibuk mengaduk-aduk adonan dodol di atas kerenceng atau kuali.
Adonan kecoklatan yang sesekali mengeluarkan kepulan panas itu diaduk menggunakan sodet atau semacam kayu panjang mirip dayung.
Salah satu adonan dodol yang telah matang kemudian diciduk dengan menggunakan gayung plastik.
Adonan kemudian dituangkan ke deretan besek yang sudah disiapkan.
Tak hanya pekerjanya, pemilik usaha dodol, Ibu Zakiyah (50) sendiri tampak sibuk membungkus dodol ke dalam plastik ukuran kecil.
Ia duduk di balik etalase kaca berisi aneka ukuran dodol yang siap untuk dijual.
Sembari mengemas dodol, Ibu Zakiyah mengatakan usahanya sudah berangsur pulih ketimbang masa awal pandemi. Tahun lalu, usaha dodolnya benar-benar payah.
Apalagi, tidak adanya kegiatan bazaar dan hajatan sepanjang tahun sempat membuat pendapatannya seret.
Biasanya, di bulan Ramadan, Zakiyah bisa sampai memproduksi 50 sampai 60 kuali dodol.
"Pengunjung takut keluar saat masa awal Covid-19, hancur deh dagangan," ungkapnya kepada TribunJakarta.com.
Ia mengaku pendapatan berkurang drastis hingga 50 persen saat itu.
Sekarang, Zakiyah mengaku usahanya mulai berjalan meski tidak 100 persen pulih.
Cukup banyak pembeli yang memesan kepada Zakiyah. Terlihat dari para pekerja yang terus memproduksi dodol.
Ia juga menyimpan ratusan besek berisi dodol yang sudah dipesan di dalam kamar.
Nasib yang sama juga sempat dirasakan Dolah, pengelola usaha dodol Ibu Maryam di Jalan Damai no.4, Pejaten Timur, tak jauh dari dodol Ibu Zakiyah.
Di awal pandemi, banyak orang tak berani datang membeli ke tempat usahanya.
Ia hanya menggunakan dua pekerja sebab omzet menurun drastis akibat kebijakan pemerintah saat itu.
Dolah terpaksa mengurangi jumlah karyawan. Padahal, biasanya ia banjir pesanan selama bulan puasa.
Banyak warga Betawi yang memesan untuk hari Lebaran.
"Pandemi sempat berkurang karena kebijakan pemerintah. Ini karyawan coba kita tambahin jadi empat orang," tambahnya.
Mereka berharap pandemi Covid-19 lekas berlalu agar bisa panen rezeki di hari raya lebaran.