Perjuangan Guru Honorer Bertahan Hidup dengan Gaji Rp702 Ribu, Kini Nyambi Jualan Skincare
Muhammad Sukri (30), warga Desa Pekandangan Jaya, Kecamatan/Kabupaten Indramayu menjadi satu diantara guru honorer yang harus bertahan hidup.
TRIBUNJAKARTA.COM - Kisah pilu guru honorer agar bisa tetap bertahan hidup dengan gaji rendah, masih mewarnai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021 yang tahun pada 2 Mei.
Muhammad Sukri (30), warga Desa Pekandangan Jaya, Kecamatan/Kabupaten Indramayu menjadi satu diantara guru honorer yang harus bertahan hidup.
Muhamad Sukri tercatat sebagai guru honorer pelajaran PJOK Penjaskes kelas XI di sebuah SMK swasta di pusat kota Indramayu. Ia harus nyambi usaha lain demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Mulai dari jualan obat pertanian, hingga berjualan produk skincare, ia lakoni demi bisa bertahan hidup.
Di bulan Suci Ramadan 1442 Hijriah ini, Muhamad Sukri juga memanfaatkan momentum dengan berjualan jajanan takjil untuk berbuka puasa.
"Namanya juga guru honorer, ngandelin gaji dari situ gak akan cukup," ujar dia saat ditemui Tribuncirebon.com di kediamannya, Minggu (2/5/2021).
Baca juga: KRL Tidak Berhenti di Stasiun Tanah Abang, Sejumlah Perjalanan Terdampak
Muhamad Sukri menceritakan, akibat pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih melanda Indonesia membuat dirinya hanya mampu gigit jari.
Honor mengajarnya yang dihitung per jam tidak bisa diharapkan lebih.
Selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang diberlakukan secara daring, semua kelas XI berjumlah 5 kelas itu dirapel atau dijadikan satu jam pelajaran dalam zoom meeting.
Satu pertemuannya pun hanya terdiri dari 2 jam saja. Untuk satu jam mengajar, Muhamad Sukri hanya mendapat honor Rp 20 ribu.
Atau dengan kata lain, dalam satu bulan mengajar PJOK Penjaskes, ia hanya diberi honor sebesar Rp 200 ribu saja.
Baca juga: Terkenal Cerdas, Najwa Shihab Ungkap Pengalaman Pahit Dipandang Sebelah Mata: Banyak Hal Dikaitkan
Beruntung, pengalamannya magang di Jepang pada 2019 lalu membuat Muhamad Sukri dipercaya untuk mengajar Bahasa Jepang untuk kelas XII.
Ia juga membuat modul pembelajaran Bahasa Jepang sendiri agar bisa lebih mudah dipahami oleh para siswanya.
Sama seperti pelajaran PJOK Penjaskes, dalam mengajar Bahasa Jepang ini, semua kelas XII yang berjumlah 5 kelas itu dirapel menjadi satu, dengan honor sebesar Rp 200 ribu dalam satu bulan.
"Kalau jam mengajar istilahnya sudah mati segitu karena pandemi gak bisa lebih. Saya ketolong nya karena dapat uang transportasi, satu kali berangkat Rp 25 ribu dalam sebulan jadinya Rp 210 ribu dan tunjangan wali kelas Rp 92 ribu," ujar dia.