Gadis SMP Korban Pelecehan
Anak Anggota DPRD Berniat Nikahi Korban Persetubuhan, Komnas Perempuan Tak Setuju: Bentuk Kekerasan
Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, mengecam niat anak anggota DPRD Kota Bekasi yang ingin menikahi korban persetubuhan berinisal PU (15).
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Wahyu Septiana
Laporan wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI SELATAN - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, mengecam niat anak anggota DPRD Kota Bekasi yang ingin menikahi korban persetubuhan berinisal PU (15).
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, niat menikahkan tersangka dengan korban adalah bentuk kekerasan lain.
"Kami sangat tidak sepakat (menikahkan korban dengan tersangka), itu sama saja bentuk kekerasan gender lain pemaksaan perkawinan," kata Siti saat dikonfirmasi, Selasa (25/5/2021).
Dia menilai, posisi korban dalam hal ini sangat dirugikan baik sebagai perempuan maupun sebagai anak di bawah umur.
"Dalam hal ini korban jelas tidak masuk dalam perkawinan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuannya," terang Siti.

Komnas Perempuan meminta, penanganan kasus persetubuhan yang dialami PU (15) saat ini harus fokus terhadap pemulihan dampak trauma disamping keadilan hukum tetap berjalan.
"Dampak persetubuhan yang dilakukan pelaku tidak dapat diselesaikan dengan perkawinan, justru akan menambah beban untuk korban," tegas dia.
Baca juga: Pria Paruh Baya Tewas di Lobby Hotel, Dicek Positif Covid-19
Baca juga: Tak Ada Puncak Arus Balik Lebaran, Polisi: Data Menunjukan Memang Tidak Ada
Baca juga: Komnas Perempuan Tolak Rencana Tersangka Anak Anggota DPRD Kota Bekasi Nikahi Korbannya
Tolak Rencana Tersangka Anak Anggota DPRD Kota Bekasi Nikahi Korbannya
Sebelumnya, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan melarang niat tersangka persetubuhan AT (21) menikahi korbannya berinisal PU (15).
Hal ini disamakan Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi saat dikonfirmasi, Selasa (25/5/2021).
Siti mengatakan, jika tersangka dengan korban dinikahkan, besar kemungkinan akan terjadi bentuk kekerasan yang lebih merugikan bagi PU.
"Bisa jadi korban akan mengalami berbagai kekerasan lain, maka dari itu tidak boleh mengawinkan tersangka dengan korban," kata Siti.
Siti menjelaskan, dalam konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, UU HAM, UU Perkawinan dan anak, hak seseorang memasuki perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas.
"Rencana menikahi korban adalah bentuk kekerasan berbasis gender yaitu pemaksaan perkawinan, dan itu dilarang," tegas dia.