Ini Imbas Penyitaan Aset dan Dikaitkan dengan Kasus Jiwasraya-Asabri
Jika kondisi ini terus terjadi, dikhawatirkan akan susah melakukan penyelamatan bisnis perusahaan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri yang diusut Kejaksaan Agung ternyata membuat perusahaan PT SMR Utama Tbk terimbas dampaknya.
Hal ini berbeda dengan pernyataan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono yang menyebut, penyitaan aset Heru Hidayat dalam kasus tersebut tak mengganggu roda ekonomi dan operasional perusahaan.
Buktinya pekerjaan tambang PT Trada Alam Minera Tbk kini mengalami penurunan akibat supplyer dan lembaga pembiayaan mulai membatasi kemitraannya.
Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE), Piter Abdullah menilai hal itu merupakan imbas penegakan hukum, apalagi yang sejatinya tak terkait dalam perkara.
"Iya, itu obvious, jelas banget! Siapapun akan khawatir, karena pasti akan dikaitkan (perkara Jiwasraya dan Asabri)," kata Piter di Jakarta, Rabu (26/5/2021).
Menurutnya, manajemen perusahaan terdampak harus segera melokalisir persoalan ini.
"Dan itu hanya bisa dilakukan dengan kerjasama yang baik dengan semua pihak, dengan penegak hukum, dengan pemerintah agar semuanya benar-benar terlokalisir penyelesaiannya. Kalau tidak, semua orang akan khawatir," ujarnya.
Jika kondisi ini terus terjadi, dikhawatirkan akan susah melakukan penyelamatan bisnis perusahaan.
"Jika dibiarkan, kecenderungannya bisa akan berdampak memburuk, kepercayaan masyarakat pada dunia usaha dan pasar modal akan pudar. Yang pasti, kondisi sebuah perusahaan besar terbukti belum membaik," ujarnya.
Hal yang sama diungkapkan Pengamat Ekonomi dan Bisnis, Tanggor Sihombing.
"Adanya tindakan hukum ke Jiwasraya ternyata berdampak terhadap kinerja perusahaan, para pekerja dan masyarakat," kata Tanggor.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan SMR Utama, Arief Novaldi menyebut pihaknya kesulitan mencari pinjaman untuk pembiayaan alat berat dan suku cadang.
Hal ini dampak, kasus korupsi Jiwasraya yang menyeret Heru Hidayat, dimana yang bersangkutan diketahui hanya memiliki 13 persen saham.
“Dampak atas kasus hukum bagi perseroan dan entitas anak terutama dalam melakukan pembiayaan alat berat melalui lembaga pembiayaan. Sehingga rencana entitas anak dalam peremajaan alat tidak berjalan sesuai rencana yang mengakibatkan pekerjaan tambang menurun,” ujar Sekertaris Perusahaan SMR Utama, Arief Novaldi melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.
Menurutnya, mitra penyedia barang dan jasa meminta pembayaran di muka.
Kemudian, sejumlah penyedia leasing alat berat juga menurunkan plafond pinjamannya.
Kondisi demikian membuat perseroan mengalami tekanan keuangan sejak tahun lalu.
Ditambah lagi, pandemi Covid-19 yang menyebabkan permintaan batu bara di pasar domestik maupun ekspor menurun, sehingga pemain tambang batu bara ikut mengurangi target produksi lebih dari 50 persen.