Srikandi AMK Wanti-wanti PPN Sekolah Berpotensi Langgar UUD 1945
Aktivis Srikandi AMK mengingatkan pemerintah mengenai rencana jasa pendidikan bakal dikenai PPN yang berpotensi langgar UUD 1945.
Soal pemulihan ekonomi nasional yang menjadi pembenaran pemerintah untuk memberlakukan PPN pada dunia pendidikan, membuktikan bahwa pemerintah tidak memiliki kreativitas yang mumpuni.
"Banyak kok potensi-potensi pajak lainnya yang belum dioptimalkan," katanya.
Khairani Soraya pun membeberkan data, bahwa konsumsi rumah tangga menduduki porsi terbesar PDB yaitu 57%. Dengan begitu dibutuhkan kebijakan fiskal yang akomodatif.
Dan, berdasarkan data BPS disebutkan, 19,7 juta penduduk Indonesia penghasilannya terdampak COVID-19, termasuk 1,62 juta orang kehilangan pekerjaan akibat pandemi COVID-19.
"Jumlah penduduk miskin naik menjadi 10,19%. Jadi pemerintah harus berhati-hati mengeluarkan kebijakan fiskal, jangan sampai menambah beban rakyat," pungkas Khairani Soraya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Pimpinan Nasional (PN) AMK Rendhika D Harsono memastikan pihaknya akan mengkritisi wacana Perubahan Kelima Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang digulirkan pemerintah tersebut.
Tegasnya, jika penerapan PPN diberlakukan secara serampangan akan berdampak pada rencana pemulihan ekonomi nasional yang justru digembar-gemborkan pemerintah.
"Tak hanya soal PPN sekolah dan sembako saja. Kami juga mengkritisi seluruh perubahan di draft tersebut," ujar Ketua DPP PPP ini.
PN AMK, ungkap Rendhika, telah mengintruksikan kepada seluruh kadernya untuk terus melakukan pendampingan dan membantu masyarakat, khususnya yang terdampak COVID-19.
"Bentuk pendampingannya bermacam-macam. Bisa pasar murah sembako, kursus gratis. Teknisnya akan kami bahas secara detail," ujarnya.