Sidang Investasi Bodong Senilai Rp20 Miliar di Tangerang, Pengacara Terdakwa Giring ke Ranah Perdata
Sidang kasus investasi bodong senilai Rp 20 miliar di Tangerang Selatan kembali digelar di Pengadilan Negeri Tangerang.
Penulis: Ega Alfreda | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Ega Alfreda
TRIBUNJAKARTA.COM, TANGERANG - Sidang kasus investasi bodong senilai Rp 20 miliar di Tangerang Selatan kembali digelar di Pengadilan Negeri Tangerang.
Kasus yang menjerat CEO Black Boulder Capital, Timothy Tandiokusuma itu digelar lagi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Desti Novita.
Desti menyampaikan tanggapannya atau replik terkait pembelaan atau pledoi yang dibacakan kuasa hukum terdakwa pada sidang yang digelar Rabu (9/6/2021) lalu.
Tanggapan pertama yang disampaikan Jaksa dalam sidang kali ini terkait pembelaan Kuasa Hukum Timothy, Sumarso
Sumarso menyoroti kekeliruan pengetikan dalam pemisahan unsur Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Padahal menurut jaksa, hal itu telah dijelaskan secara cermat dan jelas dalam surat tuntutan JPU.
Kedua, Jaksa juga menanggapi niat terdakwa untuk menyelesaikan kewajibannya kepada saksi korban SF.
Baca juga: Klasemen Euro 2020: Belgia dan Belanda Susul Italia, Jadwal Piala Eropa 2020: Skotlandia vs Inggris
Baca juga: Silang Pendapat, Kapolda Metro Sebut Jakarta Tidak Baik-baik Saja, Wagub DKI: Semua Terkendali
Baca juga: Follow Adrien Rabiot hingga Frenkie de Jong di Medsos, Gelandang Persija Jakarta Marc Klok Curi Ini
Yang sampai saat ini tidak menemui titik temu karena tidak sesuai dengan kerugian yang diderita SF.
Ia menuturkan, menurut KUHP, secara hukum, permohonan maaf dengan menyelesaikan kewajiban tidak bisa menghapuskan dan atau menggugurkan perbuatan pidana yang telah ia lakukan.
"Niat baik tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan menghapuskan pidana, karena yang dilihat bukan pengembalian kerugian dengan bentuk asset yang ditawarkan terdakwa tapi perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan terdakwa," ujar Desti dalam replik yang dibacakannya di hadapan Majelis Hakim Arief Budi Cahyono, Kamis (18/6/2021).
Ia juga menanggapi pembelaan Kuasa Hukum terdakwa yang menyebut bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan merupakan suatu tindak pidana melainkan perbuatan perdata.
Desti menyebut, penasihat hukum terdakwa berupaya untuk campur-campur permasalahan perkara pidana dengan perkara perdata.
Sehingga fakta-fakta persidangan yang membuktikan adanya fakta-fakta hukum yang terjadi dalam perkara ini terlihat kabur dan tidak jelas.
Sementara, kuasa hukum Timothy mengatakan, ada perbedaan pandangan antara JPU dan kuasa hukum terdakwa dalam menilai perbuatan yang dituntut dipersidangan.
"Jaksa ini kan pendapatnya sama dengan yang dituntutan. Jadi beliau kan berpendapat bahwa itukan bukan perbuatan perdata . Tentu kami juga tetap pada pembelaan kami bahwa ini tidak masuk ke ranah pidana, tapi masuk ke ranah perdata," ujar Sumarso.
Baca juga: Jadwal Piala Eropa Malam Ini, Laga Grup D Euro 2020 Inggris Vs Skotlandia Live Mola TV & RCTI
"Perjanjiannya jelas kok, kalau memang tindak pidananya penggelapan, itu bukan uang dititipkan. Ini investasi. Makanya kita buktikanlah nanti," kata dia lagi.
Menanggapi hal itu, SF meluruskan, perjanjian yang dibuatnya dengan Timothy adalah perjanjian pengelolaan dana.
Timothy lah yang menginvestasikan dana dari dirinya ke berbagai bidang usaha.
Karena itu SF menilai, risiko pemilihan investasi inilah yang seharusnya dapat dipertanggungjawabkan Timothy.
"Perjanjiannya pengelolaan dana. Saya menitipkan dana untuk dikelola Timothy, dengan cek senilai dana yang saya keluarkan sebagai penjaminnya. Kemudian Timothy yang memutuskan akan berinvestasi ke mana. Jadi jangan lempar tanggung jawab dengan memutarbalikkan fakta," tutup SF.