Sisi Lain Metropolitan
Dilema Pedagang Bunga di Tangsel saat Pandemi: Kebanjiran Pesanan Bunga Duka Cita, Dalam Hati Miris
Banyak sekali permintaan karangan bunga dengan pola ucapan "Turut Berduka Atas Meninggalnya". Hanya namanya yang setiap hari silih berganti.
Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Muhammad Zulfikar
"Tapi, untuk duka cita yang meninggal sangat meningkat, apa lagi pada saat PPKM berjalan itu sangat deras, angka kematiannya sangat besar," kata dia.
Ferry bahkan sampai menolak pesanan karena kewalahan saking banyaknya karangan belasungkawa yang harus dipenuhi.
Baca juga: BKPSDM Tangerang Segera Panggil Lurah Tamrin Soal Pungli, Tidak Bisa Mendadak Karena Stroke
Terlebih pembuatan bunga duka cita memakan waktu dua sampai tiga jam, dan pemesanannya selalu mendadak.
"Bahkan sampai saya tolak karena saking pengerjaannya satu tidak bisa cepat, kedua angka kematian banyak, jadi hampir jam 11-12 malam itu saya tolak," ungkapnya.
Jika pada kondisi normal non-pandemi, sehari hanya satu atau paling banyak dua pesanan karangan bunga duka cita.
Namun, saat ini, pesanan bisa lima sampai tujuh, dengan tenggat waktu pengerjaan singkat.
Selain banyaknya orang meninggal, pengirim karangan bunga memang bertambah.
Ferry mengatakan, perkantoran sekarang lebih sering menunjukkan perhatian kepada pegawainya, melalui karangan bunga.
Baca juga: Seluruh Anak Usia 12-17 Tahun di Jakarta Ditargetkan Sudah Vaksin Pada Pertengahan Agustus Ini
Padahal harga karangan bunga cukup mahal. Di tempat Ferry rentang harganya dari yang termurah 600 ribu sampai jutaan rupiah.
"Kalau zaman dulu kan kesannya yang pakai karangan bunga itu menengah ke atas. Kalau semakin kesini menengah ke bawah pun pakai. Misalnya perusahaan kirim karangan bunga karyawannya meninggal covid gitu kan," paparnya.
Banyaknya pesanan tak lantas membuat Ferry girang, jauh di lubuk hatinya miris.
Pria 51 tahun itu tenggelam dalam ironi. Rezeki mengalir, namun Ferry tahu bunganya sampai ke rumah duka yang penuh air mata.
Setiap hari, nama pada papan kembang yang dibuatnya silih berganti. Setiap pergantian itu pula nyawa manusia melayang.
"Itu yang bikin miris. Memang kalau bicara rezeki ya mau tidak mau, gimana. Mau bersyukur kesannya kalau banyak yang meninggal kita senang. Enggak bersyukur memang ini rezeki kita," tutur Ferry.
"Di situlah kalau (berdagang) di bunga, suka dukanya tukang bunga. Di mana ada kesan senang untung, tapi di sisi lain berduka," tambahnya.
Memasuki Agustus 2021, Ferry mengakui pesanan bunga duka cita mulai turun. Pundi-pundi yang masuk ke kantongnyapun menurun.
Kendati demi kian, ada rasa syukur di hatinya.
"Alhamdulillah angka itu berkurang, mudah-mudah pandemi cepet selesailah gitu."