Antisipasi Virus Corona di DKI
Dinkes DKI Ungkap Alasan Boros Anggaran Buat Beli Masker dan Rapid Test: Cuma Masalah Administrasi
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti buka suara soal pemborosan anggaran yang dilakukan pihaknya selama periode 2020 lalu.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti buka suara soal pemborosan anggaran yang dilakukan pihaknya selama periode 2020 lalu.
Sebagai informasi, pemborosan anggaran mencapai hampir Rp7 miliar ini merupakan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Pemprov DKI.
Dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diterbitkan BPK, Pemprov DKI dinilai melakukan pemborosan anggaran untuk pembelian masker N95 dan alat rapid test.
Widyastuti bilang, pemborosan yang dilakukan pihaknya hanya masalah administrasi saja.
"Semuanya tidak ada kerugian negara, hanya masalah administrasi saja," ucapnya, Jumat (6/8/2021).

Anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini menjelaskan, pemborosan terjadi karena harga jual di pasaran saat itu masih sangat tinggi, khususnya untuk alat rapid test.
Terlebih, PT NPN yang awalnya ditunjuk sebagai penyedia 50 ribu alat rapid test mengalami keterlambatan pengiriman.
Baca juga: Ucapan Orang Miskin Buat Pembunuh Berantai Dendam, Terkuak Detik-detik Tragedi Maut Kebun Sawit
Untuk itu, Dinkes menjalin kerja sama lagi dengan PT TKM untuk pengadaan 40 ribu alat rapid test.
Walau harganya lebih mahal, namun PT TKM bisa menyelesaikan pembelian alat rapid test itu dalam waktu empat hari saja.
"Awal tahun lalu kan belum ada pengiriman (alat rapid test) secara rutin. Kami menyakinkan bahwa bisa melakukan kegiatan kan belum ada kepastian," ujarnya di kantor Dinkes DKI, Gambir, Jakarta Pusat.
"Sehingga kami perlu menjamin warga DKI dapat dilakukan pemeriksaan," tambahnya menjelaskan.
Kemudian, pemborosan Rp5,8 miliar untuk pembelian masker N95 juga dilakukan lantaran Dinkes DKI harus mengganti merek masker yang dibeli sebelumnya.
Sebab, ditemukan banyak keluhan dari masker N95 merek Respokare yang dibeli dari PT IDS.
"Spesifikasi sama, tetapi karena ada keluhan tertentu jadi kami sesuaikan dengan masukan dari user," kata dia.
Widyastuti menjamin, seluruh pengadaan alat kesehatan sudah dilakukan secara transparan.
Baca juga: Duel Swedia Vs Kanada di Final Sepak Bola Putri Olimpiade 2020, Cek Live Score & Waktu Tandingnya
Koordinasi dengan aparat, baik itu kejaksaan maupun Inspektorat DKI pun dilakukan demi mengawasi penggunaan anggaran.
"Saya sampaikan (pengadaan barang) itu sesuai dengan kondisi saat itu, kan kita tahu ada fluktuasi harga tahun lalu, kita enggak pernah ngerti pergerakan harga," tuturnya.
"Jadi sejak awal kami minta pendampingan, saya minta secara khusus kepada para pemeriksa, auditor bagaimana proses (pengaadaan barang) di DKI," tambahnya menjelaskan.
Baca juga: Gerakan Ibu Bangsa, Kowani Gelar Doa Bersama Berharap Pandemi Covid-19 Segera Berlalu
Tak merugikan negara
Sebelumnya, Widyastuti mengklaim, pengadaan masker N95 dan alat rapid test yang dilakukan pada 2020 lalu tidak merugikan Negara.
Hal ini dikatakan Widyastuti menanggapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menilai Pemprov DKI melakukan pemborosan anggaran untuk membeli sejumlah alat kesehatan.
TONTON JUGA
"Itu kegiatan di tahun 2020 dan sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK dan tidak ditemukan kerugian negara," ucapnya, Jumat (6/8/2021).
Anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini pun menyebut, pihaknya melakukan pengadaan masker dan alat rapid test secara transparan.
Sehingga, BPK tidak menemukan adanya kejanggalan atau penyalahgunaan anggaran yang dilakukan Dinas Kesehatan DKI.

"Tidak ada kerugian negara, itu hanya masalah administrasi saja," ujarnya di kantor Dinas Kesehatan DKI, Petojo, Gambir, Jakarta Pusat.
Sebagai informasi, BPK menilai, Pemprov DKI melakukan pemborosan anggaran hingga Rp6,99 miliar untuk pembelian masker N95 dan alat rapid test pada 2020 lalu.
Baca juga: 28 Tenaga Kesehatan di RSUD Matraman Dapat Vaksin Dosis Ketiga
Rinciannya, pemborosan Rp1,19 miliar untuk pembelian masker N95 pada rentang Mei hingga Juni dan Rp5,8 miliar untuk pengadaan alat rapid test.
Adapun anggaran pengadaan sejumlah alat medis itu berasal dari pos Belanja Tak Terduga (BTT) APBD DKI 2020.
Tanggapan Wagub Ariza
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria buka suara soal sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada laporan keuangan APBD Tahun 2020.
TONTON JUGA
Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diterbitkan BPK Perwakilan DKI beberapa waktu lalu, Pemprov DKI dianggap melakukan pemborosan terkait pembelian masker N95 dan alat rapid test Covid-19.
Orang nomor dua di DKI ini pun menanggapi santai hal ini dan menyebut temuan BPK ini sebagai hal yang wajar.
“Ya kan sudah tugas BPK melakukan pemeriksaan, nanti pihak kami, dari dinas terkait yang akan menjelaskan prosesnya, mengklarifikasi,” ucapnya, Kamis (5/8/2021) malam.
Ariza bilang, temuan tersebut masih dalam batas kewajaran, sehingga BPK tidak menemukan indikasi adanya kecurangan dalam penggunaan anggaran.
Baca juga: Polisi Ringkus Komplotan Pencuri Truk di Bekasi, Hasil Curian Dijual Peretelan Untung Ratusan Juta
Sebab, DKI Jakarta berhasil menyabet predikat Wajar Tanpa Pengecualian untuk penggunaan anggaran tahun 2020 lalu.
“Alhamdulillah DKI Jakarta kan sudah berturut-turut mendapatkan WTP, ini prestasi yang baik karena dalam empat kali berturut-turut kami mendapatkannya,” ujarnya di Balai Kota.
Dalam laporannya, Pemprov DKI disebut BPK melakukan pemborosan pembelian masker N95 senilai Rp5,8 miliar.
Pemborosan terjadi karena Pemprov DKI melalui Dinas Kesehatan mengganti perusahaan penyedia jasa pengadaan masker respirator atau N95 dari PT IDS ke PT ALK.
Awalnya, Pemprov DKI membeli 39 ribu masker dengan merek Respokare dari PT IDS dengan harga satuan Rp70 ribu pada 5 Agustus 2020.
TONTON JUGA
Kemudian, Pemprov DKI membeli 30 ribu masker N95 pada 28 September 2020 dan 20 ribu masker lagi pada 6 Oktober dengan harga satuan Rp60 ribu.
Selang sebulan kemudian, Dinas Kesehatan DKI membeli lagi 195 ribu masker N95 merek Markrite dari PT ALK dengan harga satuan Rp90 ribu.
Pergantian perusahaan penyedia jasa pengadaan masker ini sejatinya bukan tanpa alasan.
Dalam laporan yang dibuat BPK, Dinas Kesehatan sengaja menggantinya lantaran ada keluhan bau dari lapisan asam di masker merek Respokare yang disediakan PT IDS.
Ariza pun menilai pergantian ini sebagai sesuatu yang wajar lantaran Pemprov DKI ingin mendapatkan barang yang baik, meski harganya mahal.
Baca juga: Heriyanti Akidi Tio Dilaporkan Penipuan Rp 2,3 M, Rencana Sahabat Cabut Laporan: Dia Susah Finansial
“Kalau ada temuan oleh BPK itu sudah menjadi tugas BPK dan tugas kami, Pemprov untuk memberikan pelayanan dan mengklarifikasi,” kata Ariza.
Alasan ini pun bisa diterima BPK dan DKI kembali diganjar dengan predikat WTP.
Pemberian WTP ini sendiri kata Ariza, bukan hal yang baru lantaran Pemprov DKI tak pernah absen mendapatkan predikat tersebut selama beberapa tahun terakhir ini.
“Jadi bagi DKI Jakarta, mendapatkan WTP sesuatu yang biasa, sesuatu yang harus didapatkan karena itu bagian dari pengelolaan keuangan yang independen, yang transparan, dan yang akuntabel,” tuturnya.