Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H, Ini Sederet Mitos dan Fakta Tentang Malam Satu Suro

Jelang malam Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H, ini sederet mitos dan fakta malam satu Suro, apa saja?

Editor: Muji Lestari
Intisari Online
Ilustrasi Malam satu Suro. Sederet mitos dan fakta malam satu Suro. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Jelang malam Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H, ini sederet mitos dan fakta malam satu Suro, apa saja?

Dalam kalender hijriyah, Tahun Baru Islam jatuh setiap tanggal 1 Muharram.

Dalam tradisi Jawa, 1 Muharram disebut juga sebagai malam 1 Suro.

Dalam budaya Islam tanggal tersebut merupakan hari suci karena sebagai penanda resolusi kalender Islam, dalam tradisi Jawa justru dianggap sakral dan mistis.

Malam satu Suro juga dikenal dengan banyak mitos yang dipercaya masyarakat.

Lantas, apa saja mitos dan fakta malam satu suro?

Mitos dan Fakta Malam Satu Suro

Baca juga: Besok Tahun Baru Islam 1443 H, Apa Bedanya Malam 1 Suro dan 1 Muharram?

1. Bulan Muharram termasuk bulan haram

Dalam agama Islam, bulan Muharram (dikenal orang Jawa sebagai bulan Suro) adalah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram.

Dalam firman Allah Ta’ala berikut (yang artinya), "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At Taubah: 36)

Baca juga: Malam Tahun Baru Islam 1443 H, Catat 12 Amalan Sederhana di Bulan Muharram yang Menambah Pahala

Menurut Abu Bakroh, Nabi Muhammad S.A.W bersabda, "Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Artinya dalam satu tahun ada 12 bulan, di antara ada empat bulan haram (suci). Bulan tersebut adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban." (HR. Bukhari)

Lalu kenapa bulan tersebut disebut bulan haram?

Menurut Al Qodhi Abu Ya’la ahimahullah, ada dua makna bulan haram.

Pertama bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan.

Kedua adanya larangan berbuat buruk ditekankan karena bulan ini lebih baik dari bulan lainnya.

Ilustrasi Muharram
Ilustrasi Muharram (Pos Belitung)

2. Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)

Nabi Muhammad S.A.W bersabda, "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara salat yang paling utama setelah shalat wajib adalah salat malam." (HR. Muslim)

3. Misteri Malam Satu Suro Menurut Islam

Dalam ajaran Islam, mencela waktu termasuk bulan hukumnya adalah haram.

Mencela termasuk kebiasaan orang-orang kafir jahiliyah. Mereka menganggap, yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu.

Allah pun mencela perbuatan mereka ini, sebegaimana pernah dijelaskan dalam firman-Nya,

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ

“Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu)’, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah [45] : 24).

Perbedaan Malam 1 Suro dan 1 Muharram

Secara umum, 1 Muharram dan Malam 1 Suro adalah sama.

Baca juga: Kumpulan Link Twibbon Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H, Ini Cara Membuatnya

Yang membedakan keduanya hanyalah dalam hal penyebutan dan tradisi yang mengiringinya.

Jika 1 Muharram adalah penanda tahun baru hijriah, 1 Suro adalah tradisi serupa dalam budaya Jawa.

Sebagaimana dicatat Muhammad Solikhin dalam Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa (2010), kata “Suro” sendiri berasal dari bahasa Arab “Asyura” yang artinya sepuluh.

Baca juga: Pemerintah Geser Tanggal Merah ke 11 Agustus, Kemenag: Tahun Baru Islam Tetap 10 Agustus

Yang dimaksud dengan Asyura adalah hari ke sepuluh pada bulan Muharram.

Sementara dalam hal tradisi, jika dalam Islam malam 1 Muharram dimaknai dengan penuh kesucian, budaya Jawa justru sebaliknya.

Malam 1 Suro dimaknai sebagai malam sakral, penuh mistis.

Sehingga dalam menyambutnya, berbagai upacara-upacara peringatan penuh klenik dilakukan.

Malam 1 Suro dimaknai sebagai malam mistis tak terlepas dari beberapa faktor yang melatarbelakanginya.

Ilustrasi Malam satu Suro.
Ilustrasi Malam satu Suro. (Intisari Online)

Muhammad Solikhin, misalnya, berpandangan, faktor terpenting yang menyebabkan bulan Suro dianggap sakral adalah budaya keraton.

Ia menulis, keraton sering mengadakan upacara dan ritual untuk peringatan hari-hari penting tertentu, salah satunya peringatan Malam 1 Suro.

Peringatan ini pada akhirnya terus diwariskan dan dilanjutkan dari generasi ke generasi.

Lebih lanjut, terkait mengapa Malam 1 Suro dimaknai secara mistis, pengajar Sastra Jawa di Universitas Indonesia Prapto Yuwono memberi penjelasan.

Hal ini adalah imbas dari politik kebudayaan dari Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Pada kurun 1628-1629.

Baca juga: Sambut Tahun Baru Islam 1443 H, Ini Bacaan Doa Akhir dan Awal Tahun Disertai Sejarah 1 Muharram

Kala itu, Mataram mengalami kekalahan dalam penyerbuannya ke Batavia, yang akhirnya membuat Sultan Agung melakukan evaluasi.

Setelah penyerbuan itu pula, pasukan Mataram yang menyerang Batavia telah terbagi ke dalam pelbagai keyakinan seiring semakin masifnya Islam di tanah Jawa.

Kondisi tersebut akhirnya membuat pasukan Mataram tidak solid.

Kemudian, untuk merangkul semua golongan yang terbelah, Sultan Agung menciptakan kalender Jawa-Islam dengan pembauran kalender Saka dari Hindu dan kalender Hijriah dari Islam.

Kesakralan Malam 1 Suro juga juga tak terlepas dari komposisi sosiologis masyarakat Jawa yang masih sangat bersifat paganistik Hindu.

Bahkan, nuansa animisme dan dinamisme masih terlihat sangat kental.

Hal tersebut terlihat dengan adanya berbagai macam sesaji yang digunakan dalam pelaksanaan prosesi peringatan.

(TribunJakarta/Muji Lestari)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved