Sisi Lain Metropolitan
Wanita 80 Tahun Ini Dedikasikan Separuh Hidup Bantu Anak Tak Mampu Tuntaskan Sekolah Sampai Kuliah
Diceritakannya, saat itu ia menemukan banyak perempuan atau ibu muda yang kurang pemahaman soal agama islam.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Masturi Ros Yusuf (80), dedikasikan separuh hidupnya untuk membantu ratusan anak dari keluarga kurang mampu agar menuntaskan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi.
Akrab disapa Ros atau Bu Hj Ros merupakan satu di antara 21 sosok dari Ibu Ibukota Awards 2021 yang merupakan ajang apresiasi dengan tujuan agar masyarakat menjadi lebih empati dan peduli dengan situasi yang ada di sekitar.
Ros merupakan satu diantara sosok perempuan yang menjadi penggerak literasi #AksiHidupBaik di lingkungannya, serta menjadikan Jakarta kota yang lebih baik.
Dimulai pada tahun 1964, Ros mendirikan Majelis Taklim 'Shilaturrahmi'.
Diceritakannya, saat itu ia menemukan banyak perempuan atau ibu muda yang kurang pemahaman soal agama islam.
Prihatin dengan hal itu, Ros bersama sejumlah ibu muda mendirikan majelis taklim ini.
Secara sukarela, kediamannya di Jalan Matraman Salemba IV/23, RT 009 RW 01 Kelurahan Kebon Manggis, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur dijadikannya sebagai tempat untuk syiar agama islam.
"Kita tahu Pancasila diterbitkan setelah Proklamasi, disitu ada Ketuhanan Yang Maha Esa. Saya di sini sejak tahun 1957 masih sepi orang. Tahun 1960-an mulai ramai. Saya lihat ibu muda di sekitaran kurang paham agama islam. Jadi itu alasan majelis ini saya dirikan tepat di Bulan Maret," katanya kepada awak media, Jumat (17/9/2021).
Baca juga: Mengenal Ibu Ibukota Awards: Digagasi Oleh Istri Gubernur DKI Jakarta
Menjangkau banyak ibu muda selama bertahun-tahun, membuatnya acap kali menyiarkan agama islam keliling rumah hingga ke masjid.
Berbagai relasi hingga lokasi kerap didatanginya hingga akhirnya ia menemukan masalah baru.
Tepat di tahun 1970-an, Ros dihadapkan dengan banyaknya anak belia di lingkungannya yang tidak bersekolah.
Secara blak-blakan, mereka menceritakan kendala biaya menjadi faktor utamanya. Apalagi saat itu, sekolah masih berbayar dan tak seperti saat ini.

"Nak kok kamu gak sekolah?," tanya Ros kala itu.
"Enggak bu," sahut anak itu.