Sisi Lain Metropolitan
Kerasnya Kehidupan Pedagang 'Starling' yang Melegenda di Kawasan Elit Jakarta, Ini Secuil Ceritanya
Kerasnya kehidupan para pedagang Starbuck Keliling alias Starling yang keberadaanya begitu melegenda di jalanan elit Jakarta.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
Kendati demikian, ia mengaku masih bisa meraup untung lumayan sebagai pedagang starling yang berdagang di malam hari.
Barangkali karena sudah punya banyak pelanggan, Slamet lebih memilih gowes malam hari.
Ia biasanya mangkal di depan Kantor Pusat Pegadaian di Jalan Kramat Raya, tepatnya di samping Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Banyak karyawan di kedua kantor itu memesan aneka minuman saat sore hari.
Selain di sana, Slamet juga suka mendekat ke lokasi proyek di sekitarnya.
Sebab, lokasi proyek juga menjadi ladang rezeki buatnya. Meladeni minuman untuk para kuli seusai kerja kasar.
Demi menggaet lebih banyak pembeli di sana, Slamet harus menurunkan harga. Dengan itu, banyak kuli yang memesan kopinya.
"Untuk segelas kopi panas kita hargai Rp 3 ribu segelas, Capucino panas Rp 4 ribu kalau pakai es Rp 5 ribu. Diratakan apalagi di lokasi proyek," katanya.
Sebenarnya, untung yang dituai dari segelas kopi seharga Rp 3 ribu tipis tetapi ia tak hanya mengejar untung besar melainkan meningkatkan jumlah pelanggan.
Baca juga: Polisi Tangkap Emak-emak Penjual Kopi Jadi Muncikari, Tarifnya Sekitar Rp 100 Ribu
Bila ada proyek, Slamet bisa meraup untung bersih sekitar Rp 300 ribu dalam dua hari dari para kuli. Namun, pernah juga ia mendapatkan Rp 600 ribu dalam dua hari di lokasi proyek.
Sejak tahun 2004, ia mengais rezeki sebagai pedagang starling.
Bahkan, seingatnya harga per gelas yang dijualnya itu pernah Rp 700 perak. Sekarang Rp 4 ribu satu gelas.
Pernah Ditusuk Pengamen

Suka duka mewarnai perjalanan hidup Slamet sebagai pedagang starling.
Ia bahkan pernah ditusuk oleh kawanan pengamen di sekitar Salemba pada tahun 2008 saat berjualan malam-malam.