Sisi Lain Metropolitan

Kisah Tono, Penyandang Tunadaksa Berjuang Cari Kerja: Pernah Didiskriminasi hingga Jadi Petugas PPSU

Pak Lurah yang tadinya sempat ragu memutuskan agar Tono bisa bergabung sebagai petugas PPSU

Satrio Sarwo Trengginas / Tribun Jakarta
Martono mengangkat pot tanaman di Kantor Kelurahan Pondok Pinang pada Kamis (7/10/2021) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN LAMA - Sebelum menjadi Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Pondok Pinang, Penyandang tunadaksa, Martono (47) pernah mengalami diskriminasi.

Perilaku tak adil terhadap penyandang disabilitas pernah dirasakan langsung olehnya ketika sedang melamar kerja di sebuah perusahaan.

Namun, pengalaman pahit itu bukan menjadi penghambatnya untuk terus bekerja keras demi menghidupi keluarga. 

Tono bercerita ketika itu ia melamar kerja di sebuah perusahaan yang bertempat di sebuah ruko. Ia dan para pelamar lainnya menyerahkan berkas lamaran kepada seorang satpam. Tono hendak melamar sebagai office boy. 

"Semua orang berkas lamarannya diterima. Tapi hanya lamaran saya saja yang tidak ditumpuk. Begitu saya keluar, saya melihat lamaran saya dilipat dan dimasukkan ke dalam tempat sampah," katanya kepada TribunJakarta.com pada Kamis (7/10/2021).

Tono sempat kesal. ia langsung bertanya kepada satpam itu. 

"Kan saya menggunakan uang, sedangkan saya belum bekerja. Uang itu hasil dari kerja bantu-bantu orang, saya manfaatin untuk fotokopi berkas. Dia diam saja, karena merasa bersalah kali ya," sambungnya. 

Baca juga: Semangat Tono, Petugas PPSU Penyandang Disabilitas: Bergelut dengan Sampah demi Jakarta Bersih

Kendati pernah mengalami pengalaman diskriminasi, ia termasuk orang yang beruntung. 

Pihak Kelurahan Pondok Pinang menerimanya sebagai petugas PPSU atau dikenal pasukan oren di tahun 2015 sampai sekarang. 

Dengan gaji sebesar Rp 4,2 juta, ia bisa menghidupi istri dan anak-anaknya. Meski kalau boleh jujur, ia mengaku penghasilannya kurang.

"Sebenarnya kurang (gaji) tapi dicukup-cukupi lah kita atur secukup mungkin. Kalau bisa lebih disejahterakan lagi petugas PPSU," katanya menaruh harapan kepada pemerintah.

Martono mengangkat pot tanaman di Kantor Kelurahan Pondok Pinang pada Kamis (7/10/2021)
Martono mengangkat pot tanaman di Kantor Kelurahan Pondok Pinang pada Kamis (7/10/2021) (Satrio Sarwo Trengginas / Tribun Jakarta)

Menurut Tono, diskriminasi kepada para penyandang disabilitas masih terjadi. Fasilitas publik bagi penyandang disabilitas juga masih kurang meski saat ini sudah lebih baik.

Ia meminta agar pemerintah lebih memerhatikan kaum disabilitas terutama dalam hal penyedia lapangan kerja bagi mereka. 

Semangat Tono

Meski dikaruniai tubuh yang tak sempurna, Tono tetap bersyukur.

Keterbatasan fisik tak menjadi penghalangnya untuk bekerja keras dan mandiri.

Sebagai petugas PPSU yang menyandang tunadaksa, ia setiap hari berjibaku dengan sampah demi ibu kota yang bersih.

Tono memiliki kedua tangan yang tidak sempurna. Dua tangannya terlihat mengecil dan bengkok sejak lahir.

Sosok Martono, Petugas PPSU Pondok Pinang yang menyandang tunadaksa pada Kamis (7/10/2021).
Sosok Martono, Petugas PPSU Pondok Pinang yang menyandang tunadaksa pada Kamis (7/10/2021). (Satrio Sarwo Trengginas / Tribun Jakarta)

Rasanya agak sulit membayangkan ia bisa bekerja kasar dengan menggunakan kedua tangannya yang tak normal itu.

Namun, keraguan itu luntur ketika melihat langsung bagaimana Tono dengan sigap membantu mengangkat kursi dan memindahkan pot tanaman di Kantor Lurah Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tempatnya bekerja.

Ia tak kehabisan akal ketika bekerja menggunakan tangannya yang cacat itu. Misalnya, Tono mengangkat kursi dengan cara lengannya menggamit tiang sandaran kursi.

Ia juga bisa mengangkat dahan pohon palm di tepi jalan raya dengan kedua tangannya yang dibantu badannya. Lalu dahan itu dimasukkan ke gerobak motor tanpa bantuan temannya. Padahal, apa yang diangkatnya memiliki beban yang berat.

Tugas Tono tak jauh berbeda dengan rekan-rekannya sesama Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Pondok Pinang

Di lapangan, ia bertugas menyapu, membersihkan gorong-gorong yang tersumbat hingga mengangkat sampah di jalan.

Hanya saja, ia tak bisa memanjat atau menebang pohon dan itu dimengerti oleh semua teman-temannya. 

Sempat Diragukan

Saat pertama kali melamar di Kantor Lurah Pondok Pinang sebagai PPSU, ia sempat diragukan oleh sejumlah orang. 

Apakah Tono mampu bekerja di lapangan dengan keterbatasan fisik seperti itu?

Kala itu, Tono melamar sebagai petugas PPSU di tahun 2015. 

Martono mengangkat karung berisi sampah meski mengalami keterbatasan fisik pada Kamis (7/10/2021)
Martono mengangkat karung berisi sampah meski mengalami keterbatasan fisik pada Kamis (7/10/2021) (Satrio Sarwo Trengginas / Tribun Jakarta)

Tono awalnya diragukan oleh pak Lurah.

"Lurahnya saat itu Pak Iwan bertanya, kamu bisa memacul enggak? Saya disuruh cari cangkul," katanya. 

Setelah membawa cangkul, Tono memperlihatkan bagaimana ia mencangkul di depan pak Lurah. 

Pak Lurah yang tadinya sempat ragu memutuskan agar Tono bisa bergabung sebagai petugas PPSU

"Kalau megang cangkul bisa, otomatis nyapu dan lain-lain bisa," tambahnya. 

Tak hanya Pak Lurah, Koordinator PPSU juga sempat meragukan kinerja Tono dengan kondisi seperti itu. 

Dikhawatirkan Tono tak bisa bekerja dengan baik dan menghambat teman-temannya yang lain.

Tetapi anggapan itu keliru.

"Koordinator PPSU sempat ragu juga awalnya, tapi akhirnya yakin begitu melihat saya kerja di lapangan atau ketika masuk-masuk got," ujarnya. 

Berkeluarga

Meski sempat melewati cibiran di dalam kehidupan karena kondisi fisiknya, Tono tidak hilang asa. 

Ia tak ingin ditinggalkan oleh kehidupan. Tono tetap berjuang bagaimana bisa hidup mandiri hingga akhirnya ia bisa memiliki pekerjaan, sama seperti kehidupan orang biasa lainnya. 

Dari penghasilannya sebagai PPSU sebesar Rp 4,2 juta, ia bisa menghidupi keluarganya. 

Ada seseorang yang menerima keterbatasan hidupnya secara tulus. 

Perempuan itu bernama Rusmini yang kini menjadi istrinya. 

Pertemuan Tono dengan Rusmini sebenarnya terjadi karena sebuah kebetulan yang unik. Kala itu, Tono melihat ponsel selulernya ditelepon oleh nomor tak dikenal. 

"Awalnya ada nomor hp yang saya enggak kenal. Terus saya telepon balik. Langsung saya ajak ngobrol aja," tambahnya. 

Sosok Martono, petugas PPSU Pondok Pinang yang menyandang tunadaksa sedang mengangkat kursi di Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Kamis (7/10/2021).
Sosok Martono, petugas PPSU Pondok Pinang yang menyandang tunadaksa sedang mengangkat kursi di Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Kamis (7/10/2021). (Satrio Sarwo Trengginas / Tribun Jakarta)

Ternyata, sebuah kebetulan itu menjadi berkah bagi Tono yang sudah lama ingin memiliki pasangan hidup. Seminggu setelah berkenalan, ia meminang Rusmini yang saat itu berada di Purwodadi. 

"Setelah melihat keadaan saya, ya dia bilang enggak apa-apa emang sudah jodoh, gitu," katanya.

Betapa bahagianya diri Tono, akhirnya ada seseorang yang menerima dirinya apa adanya. Menemani hingga akhir hayatnya.

Rusmini sebenarnya merupakan janda dengan dua orang anak. Dari pernikahannya dengan Rusmini, Tono dikaruniai satu orang anak yang normal. 

"Cibiran-cibiran enggak pernah membuat saya jatuh. Tetap bersyukur. Ya habis kita mau marah, memang enggak mungkin kembali," ujarnya enteng.
 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved