Cerita Kriminal
Polisi Bongkar Pabrik Ciu Ilegal di Tangerang, Omzet Sampai Rp 7 Juta Sehari
Polisi membongkar sebuah pabrik ilegal yang memproduksi dan perdagangan minuman beralkohol di Kabupaten Tangerang, Kamis (4/11/2021).
Penulis: Ega Alfreda | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Kemudian jirigen berisi ciu hasil sulingan sebanyak 10 buah, drigen kosong 5 buah, botol bekas air mineral ukuran besar kosong 500 buah, dan botol bekas air mineral kosong ukuran kecil sebanyak 1800 buah.
"Serta 1008 botol bekas air mineral ukuran besar dan 175 botol bekas air mineral yang sudah berisi ciu siap edar," papar Wahyu.
Selain itu, polisi juga mengamankan barang bukti alkohol meter yang digunakan tersangka untuk mengukur kadar alkohol dari ciu yang diproduksinya.
Baca juga: Satpol PP Sita Ratusan Botol Miras Ilegal Hasil Gerebek 4 Warung di Kebayoran Lama
Kata Wahyu, untuk membedakan kandungan atau kadar alkohol di tiap botol yang akan diedarkan, tersangka menggunakan tutup botol dengan warna yang berbeda-beda.
"Bila tutup botol warna merah berarti kadar alkohol 40 persen. Warna hijau 35 persen sedangkan putih 30 persen," ucap Wahyu.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga yang hadir pada kegiatan konferensi pers itu menambahkan, dalam sehari tersangka dapat memproduksi 20 dus ciu.

Setiap dus berisi 24 botol yang dijual seharga Rp 11 ribu untuk botol ukuran kecil dan Rp 15 ribu untuk botol ukuran besar.
"Maka dengan kondisi demikian, keuntungan ekonomis yang berhasil dinikmati pelaku dalam sehari sekitar Rp 6 juta sampai Rp7 juta," kata Shinto.
Shinto melanjutkan, dalam menjalankan aksinya, tersangka dibantu dua orang masih memiliki hubungan famili dengan tersangka yaitu inisial AP dan AH.
Saat ini, dua orang yang menjadi karyawan tersangka masih menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
"Tersangka membuat ciu dari tradisi atau belajar dari orang tuanya. Makanya 2 keluarganya ikut membantu, namun hanya pekerja. Penanggung jawab dan pemodal adalah tersangka BA," tutur Shinto.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 140 dan/atau Pasal 142 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara. Serta Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.