Cerita Kriminal

Psikolog Forensik: Pemutilasi Kurir Ojol di Bekasi Bisa Saja Tak Dipidana, Ini Yang Jadi Acuannya

Pelaku pemutilasi kurir ojek online di Bekasi, Jawa Barat bisa saja tak dipidana.

Editor: Elga H Putra
Kompas Tv
Tangkap layar - Tempat penitipan motor Mitra di samping Gedung Juang 45 Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, digaris polisi setelah menjadi Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus pembunuhan disertai mutilasi driver ojek online (ojol), Ridho Suhendra (28). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Pelaku pemutilasi kurir ojek online di Bekasi, Jawa Barat bisa saja tak dipidana.

Analisa itu diungkapkan Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel.

Reza menyatakan hal itu bila mengacu pada motif mutilasi yang dilakukan para pelaku kepada korban Ridho Suhendra (29).

Diketahui, berdasarkan pengakuan dua dari tiga pelaku yang telah ditangkap, mereka dendam dengan korban yang sudah melecehkan istrinya.

Pelaku FM mengaku ia dan istri kerap dihina oleh korban.

Baca juga: Sebelum Kurir Ojol, Ini Kasus Mutilasi di Jabodetabek Selama Pandemi Covid-19: Motif Berbeda Semua

Sedangkan pelaku MAP mengaku selain dihina, istrinya juga pernah dilecehkan dan ditiduri korban.

"Kejam, iya. Tapi bayangkan kekejaman itu dilakukan setelah pelaku dihina-dina dan istrinya dilecehkan.

Sangat mungkin, kalau peristiwa itu benar-benar terjadi, pelaku merasakan tekanan batin dan gelegak amarah sedemikian hebat," kata Reza dilansir dari Wartakotalive.com, Minggu (28/11/2021) malam.

Ridho Aulia, korban mutilasi yang potongan tubuhnya ditemukan di Jalan Raya Pantura, Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Sabtu (27/11/2021).
Ridho Aulia, korban mutilasi yang potongan tubuhnya ditemukan di Jalan Raya Pantura, Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Sabtu (27/11/2021). (TribunBekasi.com)

Menurut Reza, yang dirasakan pelaku itu bisa disetarakan dengan guncangan jiwa yang luar biasa hebat sebagaimana Pasal 49 ayat 2 KUHP tentang pembelaan diri.

Di mana pasal itu menyebutkan bahwa: Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

"Dan jika hakim teryakinkan, maka bisa saja hakim memutuskan bahwa pelaku tidak dipidana," kata Reza.

Karenanya kata Reza, perlu dicek, kapan pelecehan dan penghinaan itu yang dituding pelaku dilakukan oleh korban.

"Jika jarak waktunya jauh, maka agak sulit meyakinkan hakim dengan klaim guncangan jiwa nan hebat itu," kata dia.

Reza menjelaskan klaim tersebut bersinonim dengan extreme emotional disturbance defense (EEDD) atau pertahanan dari gangguan emosional yang ekstrem.

Baca juga: Kesabaran ke Teman Sudah Habis, Pelaku Tunggu Kurir Ojol Tertidur Untuk Habisi Nyawa dan Mutilasi

"Syarat agar EEDD itu bisa dikabulkan hakim adalah, pertama, aksi pelaku sepenuhnya karena dipantik oleh faktor eksternal yang dilancarkan oleh orang yang kemudian dihabisi.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved