Wacana Hukuman Mati Koruptor, Formappi: Memangnya Berani Lawan Oligarki?

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus tak yakin wacana hukuman mati koruptor dapat dan layak direalisasikan.

Editor: Wahyu Septiana
Istimewa via tribunnews
Ilustrasi koruptor - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus tak yakin wacana hukuman mati koruptor dapat dan layak direalisasikan. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus tak terlalu yakin wacana hukuman mati koruptor dapat dan layak direalisasikan.

Sebelumnya, banyak penolakan wacana hukuman mati koruptor yang digaungkan Jaksa Agung ST Burhanuddin

Lucius pun mempertanyakan, apakah Jaksa Agung berani melawan oligarki yang penuh dengan korupsi dengan menentukan jadi tidaknya hukuman mati bagi para koruptor.

Apalagi masih banyak kasus korupsi yang 'mangkrak' di tangan Kejaksaan Agung.

"Kondisi ini didukung fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Komisi III DPR RI terhadap Kejaksaan Agung hanyalah formalitas. Jadi tak mungkin terealisasi wacana hukuman mati koruptor tersebut," kata Lucius, Senin 22 November 2021 lalu di Jakarta.

Ia menyebut dengan iklim korupsi yang sistematik di Indonesia, membuat gagasan hukuman mati tak akan mudah didukung oleh elit parpol maupun DPR.

Baca juga: Jaksa Agung Diterpa Isu Tidak Sedap, Politisi PDIP Kenneth: Jangan Surut, Bumi Hanguskan Koruptor

"Karena korupsi selalu dekat dengan elit maka tak mungkin mereka merancang hukuman berat bagi diri mereka sendiri," kata dia.

"Saya kira seperti itulah kinerja Komisi III DPR, lebih banyak formalitas saja terhadap kinerja kejaksaan gitu. Saya kira mungkin Komisi III juga punya alasan karena kalau membicarakan kasus-kasus mangkrak itu jangan-jangan mereka juga justru dianggap mengintervensi," ungkapnya.

Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi Korupsi (kupasmerdeka.com)

Menurut Lucius, semestinya DPR bisa mengawasi dari sisi manajemen Kejaksaan, ketika membiarkan sebuah kasus tanpa kejelasan itu mestinya tugas DPR untuk mempertanyakan ke Kejaksaan.

"Jadi saya kira memang tidak banyak yang bisa diharapkan dari Komisi III untuk mendorong Kejaksaan Agung untuk memproses kasus-kasus yang mangkrak itu," ujarnya.

Lucius pun menilai kinerja Kejaksaan Agung tidak maksimal, meskipun dalam kasus tertentu mendapatkan apresiasi karena inisiatifnya untuk menangani korupsi.

"Tapi itu kemudian tidak bisa menutupi banyaknya kinerja Kejaksaan lain yang sampai sekarang itu tidak tuntas," kata Lucius.

Baca juga: Wacana Hukuman Mati Koruptor Bukan Urusan Jaksa Agung ST Burhanuddin

Ia mengatakan bahwa hal itu seharusnya menjadi acuan bagi DPR untuk lebih tegas lagi dalam mengawasi kinerja Kejaksaan Agung.

Namun, menurutnya DPR yang diisi oleh berbagai kalangan, tentu tak bebas dari kepentingan, sehingga tidak bisa tegas terhadap kinerja Kejaksaan.

"Walaupun kita tahu sendiri juga Komisi III tidak bebas kepentingan sama sekali terhadap kejaksaan. Karena kebanyakan dari mereka adalah pengacara dan lain sebagainya, jadi kemungkinan konflik kepentingan itu yang membuat kemudian fungsi pengawasan Komisi III terhadap kejaksaan juga tidak terlalu bisa tegas seperti yang diharapkan," lanjutnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved