Wacana Hukum Mati Koruptor, Jaksa Agung Disebut Langgar Deklarasi Universal HAM Jika Tetap Berlanjut
Pelaksanaan hukuman mati bagi para koruptor mendapatkan banyak tentangan, satu di antaranya dari aktivis HAM seperti Amnesty International Indonesia.
Ia beralasan, dalam penanganan kasus korupsi, Jaksa Agung seharusnya lebih mengutamakan pengembalian kerugian.
"Penyelesaian kasus korupsi seharusnya fokus pada pengembalian aset, bukan penjatuhan hukuman," ujar Jamin Ginting kepada wartawan.
Ia pun menyinggung terkait penyitaan aset yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam kasus Asabri dan Jiwasraya yang dinilai banyak salah sita aset sehingga tidak melindungi pihak ketiga yang beritikad baik.
"Penyitaan aset pidana bukan bertujuan untuk dikuasai atau dirampas, kecuali itu aset milik negara," katanya.
Baca juga: Potensi Tersangka Mutilasi Driver Ojol Bebas Pidana, Polisi Pastikan Ketetapan Hukuman Ada di Hakim
Selain itu, Jamin juga mengkritisi masih maraknya kasus korupsi kakap yang justru masih mangkrak dan berpotensi conflict of interest dalam penanganan kasus korupsi.
Padahal, lanjutnya, dengan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang cukup di Kejaksaan Agung, banyaknya kasus 'mangkrak' bisa ditindaklanjuti.
"Seharusnya dengan SDM yang cukup pemeriksaan kasus lain juga ditindaklanjuti. Jika ingin menepis pendapat adanya conflict of interest maka diperlukan pembuktian konkrit," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Jaksa Agung Disebut Langgar Deklarasi Universal HAM jika Wacana Hukum Mati Koruptor tetap Berlanjut