Sisi Lain Metropolitan
Cerita Kuliah Natalius Pigai: Awalnya Kere sampai Nyari Makan Gratis, Endingnya Naik Taksi Tiap Hari
Datang ke Yogyakarta dari Papua bermodal uang Rp 300 ribu pemberian ibundanya, Natalius Pigai harus melewati perjuangan keras.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
TRIBUNJAKARTA.COM - Kehidupan berliku dijalani Natalius Pigai di masa kuliahnya.
Natalius Pigai berstatus mahasiswa di Yogyakarta selama lima tahun yakni mulai dari 1994 sampai 1999.
Datang ke Yogyakarta dari Papua bermodal uang Rp 300 ribu pemberian ibundanya, Natalius Pigai harus melewati perjuangan keras hingga akhirnya mengenyam pendidikan di kota pelajar.
Awal rintangan Natalius Pigai untuk kuliah sudah berawal saat dirinya ditahan di sel kapal laut gegara tak membeli tiket.
Saat itu dia berusia 19 tahun di tahun 1994 untuk memutuskan merantau ke Jawa.
Baca juga: Natalius Pigai Kenang Aksi 98 di Yogyakarta dan Jakarta: Saya Bagian Perusak Lapangan
Beruntung dengan bantuan prajurit marinir asal Papua, Natalius Pigai bisa sampai di pulau Jawa, tepatnya di Jakarta.
Dia kemudian melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta menggunakan bus.
Di terminal Yogyakarta, Natalius Pigai kembali berjuang keras.

Dengan uang di tangan yang tersisa tinggal 200 ribu, Natalius Pigai memutuskan jalan kaki dari terminal di Yogyakarta untuk menanyakan kepada tiap orang yang ditemuinya, dimana letak kampus yang ada di kota itu.
"Singkat cerita saya diterima kuliah di salah satu kampus, tapi saat itu semuanya saya utang.
Mulai dari uang gedung, buku, biaya ospek, semuanya itu utang," kata Natalius Pigai saat berbincang di acara Tribun Corner Podcast, Rabu (2/2/2022).
Selain memiliki tunggakan kuliah, untuk berhemat, Natalius Pigai rajin ronda siskamling selama kuliah demi tujuan bisa mendapatkan makan gratis.
"Saya paling rajin ronda, tujuannya supaya dapat makan aja jadinya gratis," imbuh dia.
Hingga akhirnya, Natalius Pigai baru bisa melunasi semua utangnya setahun kemudian atau pada tahun 1995.
Baca juga: Natalius Pigai Ditolong Wanita Misterius Saat Kesulitan Kuliah, Ternyata Pengusaha Sukses di Jogja
Hal itu saat ditolong oleh seorang wanita misterius yang langsung melunasi tunggakan kuliahnya.
Total tunggakan yang harus dibayarkan Natalius Pigai di tahun 1995 itu pun cukup besar yakni senilai Rp 7 juta.
Natalius Pigai sendiri saat itu bingung dengan apa yang terjadi.
"Saya juga bingung itu, padahal dia tidak kenal dengan saya," kata Natalius Pigai.

Natalius Pigai kala itu makin penasaran saat dia diajak oleh sang wanita itu ke kantornya.
"Kemudian saya suruh naik mobil dia, saya pergi ke kantornya, disana dia memperkenalkan saya ke para staffnya," tutur Natalius Pigai.
Yang makin membuat Natalius Pigai tercengang, kala itu sang wanita itu memperkenalkan Pigai sebagai anaknya.
"Ibu itu kenalkan saya ke stafnya bilang kelak saya akan jadi orang besar. Dia bilang ibu bangga bisa memiliki anak Papua," tutur Natalius Pigai menceritakan ucapan wanita yang kini menjadi ibu angkatnya itu.
Adapun sosok wanita yang kemudian menjadi ibu angkatnya itu ialah sang pemilik Mirota grup, pengusaha ritel ternama di Yogyakarta.
"Yang selamatkan saya itu dia," kata Natalius Pigai.
Baca juga: Kisah Natalius Pigai Merantau dari Papua ke Jawa: Tak Punya Ongkos Hingga Masuk Sel di Kapal Laut
Kehidupan berubah
Setelah melewati masa awal kuliah yang cukup sulit, kehidupan Natalius Pigai mulai berubah saat dia duduk di tahun kedua kuliah.
Prestasi yang dimiliki putra Papua itu membuatnya mendapatkan banyak beasiswa dari berbagai pihak.
Alhasil, Natalius Pigai bisa mulai bergaya, termasuk dengan naik taksi kala ke kampus.
"Pas semester 4 nilai saya bagus, saya banyak dapat beasiswa.
Saya bisa naik tajksi, ke sekolah (kampus) aja naik taksi karena uangnya sudah banyak," tutur Natalius Pigai menceritakan masa mudanya.
Terlibat saat gerakan 98
Natalius Pigai rupanya ikut terlibat dalam gerakan mahasiswa di tahun 1998 silam.
Saat tahun lengsernya Soeharto sebagai presiden Indonesia, Natalius Pigai memang masih berstatus mahasiswa di Yogyakarta.
"Saya kuliah dari tahun 1994 dan lulus pada 1999. Jadi saya memang produk reformasi," kata Natalius Pigai.
Sejak berstatus mahasiswa, Natalius Pigai memang aktif terlibat di berbagai organisasi.
Termasuk dia juga dikenal sebagai aktivis kampus.
Baca juga: Natalius Pigai Ditolong Wanita Misterius Saat Kesulitan Kuliah, Ternyata Pengusaha Sukses di Jogja
Kata Natalius Pigai, jiwa aktivisnya memang sudah muncul sejak dia masih tinggal di Papua.
Hal itu, kata dia, didapat dari sang ibunda yang merupakan pedagang sayur dan pendiri pasar mama-mama di Papua.
"Sejak di Papua, saya memang sudah biasa protes, misalnya protes tentara di daerah operasi," kata Natalius Pigai.

Jiwa kritis Natalius Pigai itu terbawa saat dirinya merantau menjadi mahasiswa di Yogyakarta.
Mulai dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) hingga Partai Rakyat Demokratik (PRD).
"Dan saya juga pimpinan aktivis Papua," kata Natalius Pigai.
Natalius Pigai mengatakan, dirinya turut terlibat dalam aksi mahasiswa pada tahun 1998 silam, baik yang terjadi di Yogyakarta maupun di Jakarta.
Aksi bersejarah pertama yang diikutinya yakni peristiwa di Gejayan pada 8 Mei 1998 yang menewaskan mahasiswa bernama Moses Gatutkaca.
Baca juga: Kisah Natalius Pigai Merantau dari Papua ke Jawa: Tak Punya Ongkos Hingga Masuk Sel di Kapal Laut
Saat kejadian, Natalius Pigai sedang berada di perpustakaan Universitas Sanata Darma menuju kampus Universitas Gadjah Mada.
"Saya waktu itu dihambat polisi, saya kesal akhirnya saya bakar ban dan meledak," tutur Natalius Pigai.
Delapan hari usai insiden di Gejayan, Natalius Pigai dan sejumlah aktivis mahasiswa di Yogyakarta kemudian menuju Jakarta untuk menyuarakan aspirasinya.
"Di Jogja itu tanggal 8 Mei, tanggal 18 Mei saya sudah di Jakarta. Saya waktu jalan kaki dari Cimanggis sampai Rancho Indah (Tanjung Barat)," kata Natalius Pigai.
"Gerakan 98 kalau enggak ada peristiwa Gejayan ga mungkin itu terjadi.

Gerakan 98 itu didasari karena adanya 3 tuntutan mahasiswa.
Mahasiswa nasional menekan Soeharto, mahasiswa Aceh minta hentikan DOM, kemudian mahasiswa Papua hentikan DOM dan pelanggaran HAM.
Saya itu kekuatan mahasiswa nasional dan mahasiswa Papua," tutur Natalius Pigai.
Kendati terlibat aksi 98, Natalius Pigai mengakui dirinya kala itu bukanlah tokoh yang memimpin pasukan.
"Saya terlibat di 98 tapi memang bukan pimpinan karena saya usianya paling muda.
Adian Napitupulu senior saya, Andi Arief senior jauh, Budiman Sudjatmiko
juga senior saya.
Mereka bagian perintah, saya di bawah bagian perusak lapangan," tutur Natalius Pigai.