Sisi Lain Metropolitan

Natalius Pigai Kenang Aksi 98 di Yogyakarta dan Jakarta: Saya Bagian Perusak Lapangan

Mantan Komisioner HAM Natalius Pigai rupanya ikut terlibat dalam gerakan mahasiswa di tahun 1998 silam.

Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
Tribun Jakarta
Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menceritakan masa mudanya sewaktu menjadi aktivis mahasiswa di tahun 1998. 

"Saya waktu itu dihambat polisi, saya kesal akhirnya saya bakar ban dan meledak," tutur Natalius Pigai.

Delapan hari usai insiden di Gejayan, Natalius Pigai dan sejumlah aktivis mahasiswa di Yogyakarta kemudian menuju Jakarta untuk menyuarakan aspirasinya.

"Di Jogja itu tanggal 8 Mei, tanggal 18 Mei saya sudah di Jakarta. Saya waktu jalan kaki dari Cimanggis sampai Rancho Indah (Tanjung Barat)," kata Natalius Pigai.

Mantan Komisioner Komnas Ham, Natalius Pigai saat bercerita di acara Tribun Corner Podcast.
Mantan Komisioner Komnas Ham, Natalius Pigai saat bercerita di acara Tribun Corner Podcast. (Tribun Jakarta)

"Gerakan 98 kalau enggak ada peristiwa Gejayan ga mungkin itu terjadi.

Gerakan 98 itu didasari karena adanya 3 tuntutan mahasiswa.

Mahasiswa nasional menekan Soeharto, mahasiswa Aceh minta hentikan DOM, kemudian mahasiswa Papua hentikan DOM dan pelanggaran HAM.

Saya itu kekuatan mahasiswa nasional dan mahasiswa Papua," tutur Natalius Pigai.

Kendati terlibat aksi 98, Natalius Pigai mengakui dirinya kala itu bukanlah tokoh yang memimpin pasukan.

"Saya terlibat di 98 tapi memang bukan pimpinan karena saya usianya paling muda.

Adian Napitupulu senior saya, Andi Arief senior jauh, Budiman Sudjatmiko
juga senior saya.

Mereka bagian perintah, saya di bawah bagian perusak lapangan," tutur Natalius Pigai.

Baca juga: Natalius Pigai Blak-blakan Semasa Kuliah di Yogya Rajin Ronda: Biar Dapat Makan Gratis

Natalius Pigai ditolong wanita misterius saat kuliah

Natalius Pigai mengaku pernah ditolong seorang wanita misterius saat dirinya tengah kesulitan membayar uang kuliah di Yogyakarta.

Total tunggakan yang harus dibayarkan Natalius Pigai di tahun 1995 itu pun cukup besar yakni senilai Rp 7 juta.

Natalius Pigai yang sedang kesulitan membayar tunggakan, apalagi dia harus hidup merantau dari Papua, tiba-tiba dihampiri seorang wanita yang turun dari mobil mewah.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved