Sisi Lain Metropolitan
Natalius Pigai Bongkar Alasannya Dukung Prabowo: Ditelepon Langsung Capres Saat Lagi Santai
Pegiat HAM, Natalius Pigai menjelaskan alasannya mendukung Prabowo Subianto pada ajang pilpres 2019 silam.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
TRIBUNJAKARTA.COM - Pegiat HAM, Natalius Pigai menjelaskan alasannya mendukung Prabowo Subianto pada ajang pilpres 2019 silam.
Di satu sisi, Natalius Pigai yang memang mendukung Joko Widodo pada pilpres 2014, sudah menarik dukungannya untuk pilpres 2019 kepada Jokowi.
Namun rupanya di balik hal itu, alasan Natalius Pigai beralih ke rival Jokowi kala itu, yakni Prabowo bukan karena hal politik.
Alasan itu dijelaskan Natalius Pigai di acara Tribun Corner Podcast.
Kata Natalius Pigai, saat dirinya di akhir tahun 2018 sedang santai di Pacific Place.
Baca juga: Natalius Pigai Mantap Maju Gubernur di 2024? Kalau Ibu Sudah Mimpi Tidak Bisa Berubah
Tiba-tiba ponselnya ditelepon sebanyak tiga kali oleh Prabowo Subinato.
"Saya waktu itu lagi duduk di Pacific Place. Telepon saya bunyi ternyata ada tiga kali panggilan dari Prabowo," kata Natalius Pigai.
Saat itu, kata Natalius Pigai, Prabowo langsung yang meminta bantuan kepadanya untuk bergabung di kubunya.

"Prabowo nelpon saya, dia tanya Natalius dimana, bantu saya.
Itu beberapa hari lagi mau debat publik," kata Natalius Pigai.
Merasa terhormat karena dihubungi langsung oleh capres, Natalius Pigai pun kemudian menerima tawaran Prabowo.
"Terlepas dari masa lalunya. Yang sampai 3 kali nelpon saya ini adalah calon presiden, jadi saya menghormati," tuturnya.
Ketika bertemu Prabowo secara langsung, barulah Natalius Pigai meminta Prabowo kala itu untuk fokus kepada masalah HAM.
"Ketika penyusunan konsep soal HAM, saya bilanh ke Prabowo.
Baca juga: Natalius Pigai Bicara Penyemangat Jiwanya: Antara Rubicon, Louis Vuitton dan Cerutu
Saya bilang bapak wajib selesaikan kasus HAM, apakah mau pakai konsep Aftika Selatan, atau konsep baru yang kita bikin dengan konsep Pancasila dan kita bangun Indonesia berbasis HAM," tutur Natalius Pigai kala itu kepada Prabowo.
Terlibat saat gerakan 98
Natalius Pigai rupanya ikut terlibat dalam gerakan mahasiswa di tahun 1998 silam.
Saat tahun lengsernya Soeharto sebagai presiden Indonesia, Natalius Pigai memang masih berstatus mahasiswa di Yogyakarta.
"Saya kuliah dari tahun 1994 dan lulus pada 1999. Jadi saya memang produk reformasi," kata Natalius Pigai.
Sejak berstatus mahasiswa, Natalius Pigai memang aktif terlibat di berbagai organisasi.
Termasuk dia juga dikenal sebagai aktivis kampus.
Baca juga: Natalius Pigai Ditolong Wanita Misterius Saat Kesulitan Kuliah, Ternyata Pengusaha Sukses di Jogja
Kata Natalius Pigai, jiwa aktivisnya memang sudah muncul sejak dia masih tinggal di Papua.
Hal itu, kata dia, didapat dari sang ibunda yang merupakan pedagang sayur dan pendiri pasar mama-mama di Papua.
"Sejak di Papua, saya memang sudah biasa protes, misalnya protes tentara di daerah operasi," kata Natalius Pigai.

Jiwa kritis Natalius Pigai itu terbawa saat dirinya merantau menjadi mahasiswa di Yogyakarta.
Mulai dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) hingga Partai Rakyat Demokratik (PRD).
"Dan saya juga pimpinan aktivis Papua," kata Natalius Pigai.
Natalius Pigai mengatakan, dirinya turut terlibat dalam aksi mahasiswa pada tahun 1998 silam, baik yang terjadi di Yogyakarta maupun di Jakarta.
Aksi bersejarah pertama yang diikutinya yakni peristiwa di Gejayan pada 8 Mei 1998 yang menewaskan mahasiswa bernama Moses Gatutkaca.
Baca juga: Kisah Natalius Pigai Merantau dari Papua ke Jawa: Tak Punya Ongkos Hingga Masuk Sel di Kapal Laut
Saat kejadian, Natalius Pigai sedang berada di perpustakaan Universitas Sanata Darma menuju kampus Universitas Gadjah Mada.
"Saya waktu itu dihambat polisi, saya kesal akhirnya saya bakar ban dan meledak," tutur Natalius Pigai.
Delapan hari usai insiden di Gejayan, Natalius Pigai dan sejumlah aktivis mahasiswa di Yogyakarta kemudian menuju Jakarta untuk menyuarakan aspirasinya.
"Di Jogja itu tanggal 8 Mei, tanggal 18 Mei saya sudah di Jakarta. Saya waktu jalan kaki dari Cimanggis sampai Rancho Indah (Tanjung Barat)," kata Natalius Pigai.
"Gerakan 98 kalau enggak ada peristiwa Gejayan ga mungkin itu terjadi.

Gerakan 98 itu didasari karena adanya 3 tuntutan mahasiswa.
Mahasiswa nasional menekan Soeharto, mahasiswa Aceh minta hentikan DOM, kemudian mahasiswa Papua hentikan DOM dan pelanggaran HAM.
Saya itu kekuatan mahasiswa nasional dan mahasiswa Papua," tutur Natalius Pigai.
Kendati terlibat aksi 98, Natalius Pigai mengakui dirinya kala itu bukanlah tokoh yang memimpin pasukan.
"Saya terlibat di 98 tapi memang bukan pimpinan karena saya usianya paling muda.
Adian Napitupulu senior saya, Andi Arief senior jauh, Budiman Sudjatmiko
juga senior saya.
Mereka bagian perintah, saya di bawah bagian perusak lapangan," tutur Natalius Pigai.
Tonton videonya di sini