Minyak Goreng Masih Mahal, Pengusaha Warteg Makin Menjerit Bila Harga Tahu Tempe Naik

Mereka kalut karena tempe dan tahu termasuk makanan olahan yang seakan sudah wajib tersedia di Warteg

Penulis: Bima Putra | Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNJAKARTA.COM/DIONSIUS ARYA BIMA SUCI
Penjual tahu dan tempe yang ada di Pasar Cijantung mengaku tak terkena imbas dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Minggu (9/9/2018). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Para pengusaha Warung Tegal (Warteg) dibuat kelabakan dengan harga minyak goreng yang masih mahal dan bayang-bayang kenaikan harga tempe, tahu.

Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengatakan hingga kini masih banyak pengusaha Warteg yang belum merasakan kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter.

Meski sejak 19 Januari 2022 lalu pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan Rp ribu per liter, nyatanya hingga kini harga di pasar tradisional masih mahal.

Hal ini dirasakan betul anggota Kowantara di daerah penyangga Jakarta seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang yang pasar tradisional di wilayahnya masih menjual minyak goreng lebih dari HET.

"Tidak merata, di Jakarta Selatan istilahnya turun. Tapi banyak di daerah lain, misalnya daerah pinggirannya agak susah," kata Mukroni saat dikonfirmasi di Jakarta Timur, Sabtu (12/2/2022).

Baca juga: Tak Ada Kepentingan Mendesak, Aprindo Bantah Timbun Minyak Goreng di Gudang dan Gerai

Dia mencontohkan harga minyak goreng kemasan di pasar tradisional daerah penyangga Jakarta yang masih berkisar Rp 20 ribu per liter, hal ini dirasa sangat memberatkan pengusaha Warteg.

Para pengusaha Warteg mengeluhkan ketersediaan minyak goreng kemasan di pasar tradisional yang belum merata hingga ke seluruh pasar tradisional, bahkan di Bodetabek.

"Di daerah pinggiran seperti Bogor, Depok, Tangerang itu agak susah. Ini mohon pemerintah untuk meratakan ya, jangan hanya mudah di Jakarta tapi juga di daerah lain juga susah," ujarnya.

Taufik (62), pedagang sembako di Pasar Kramat Jati saat menunjukkan dua minyak goreng kemasan yang tersisa di kiosnya, Jakarta Timur, Kamis (3/2/2022).
Taufik (62), pedagang sembako di Pasar Kramat Jati saat menunjukkan dua minyak goreng kemasan yang tersisa di kiosnya, Jakarta Timur, Kamis (3/2/2022). (Bima Putra/TribunJakarta.com)

Mukroni menuturkan para pengusaha Warteg semakin kalut karena Kementerian Perdagangan menyatakan harga tahu dan tempe yang diperkirakan naik dalam beberapa bulan ke depan.

Ini menyusul harga global kedelai bahan baku utama tempe dan tahu yang sekarang sedang mengalami kenaikan, sementara produksi tempe dan tahu bergantung pada kedelai impor.

Mereka kalut karena tempe dan tahu termasuk makanan olahan yang seakan sudah wajib tersedia di Warteg, sementara pemasukan mereka hingga kini belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19.

"Ya kondisi kita (pemasukan Warteg) kan belum pulih ya, masyarakat karena masih kena pandemi Covid-19 ya. Terus kalau harga-harga naik kan kita mau menaikkan juga agak repot," tuturnya

Baca juga: Alasan Uang JHT Baru Bisa Cair Usia 56 Tahun, KSPI: Pemerintah Tak Bosan Tindas Buruh

Menurutnya bila minyak goreng masih mahal sementara harga tempe dan tahu naik maka sekitar 10 ribu pengusaha Warteg anggota Kowantara bakal menaikkan harga makan.

Suasana Warteg Ellya dengan menerapkan protokol kesehatan di Jalan Madrasah, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Senin (7/9/2020).
Suasana Warteg Ellya dengan menerapkan protokol kesehatan di Jalan Madrasah, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Senin (7/9/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Cara ini jadi pilihan terakhir bila memperkecil porsi tidak bisa menutup kebutuhan pengusaha Warteg seperti bayar sewa tempat, membayar gaji pegawai, dan lainnya.

Mukroni berharap pemerintah lekas menurunkan harga dan menjamin ketersediaan minyak goreng di pasar tradisional, serta mengantisipasi kenaikan harga kedelai yang berdampak besar.

"Mengantisipasi kondisi ekonomi bawah buat UMKM-lah, bagaimana agar harga tidak bergejolak. Itu tugasnya pemerintah. Mereka kan digaji sama masyarakat ya kan. Kalau enggak bisa ya mundur," lanjut Mukroni.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved