Herry Wirawan Masih Bisa Bernapas, Tangis Kemarahan Keluarga Korban Dengar Putusan Hakim

Tangis kemarahan korban rudapaksa Herry Wirawan mendengar putusan hakim terhadap guru bejat tersebut. Herry masih bisa bernapas tak dihukum mati.

Kolase Tribun Jakarta
Akan menjalani sidang vonis hari ini, apa saja persiapan dari seorang Herry Wirawan. Tangis kemarahan korban rudapaksa Herry Wirawan mendengar putusan hakim terhadap guru bejat tersebut. 

Selain itu, tragedi tersebut merupakan kejadian yang luar biasa.

Baca juga: Tak Mau Herry Wirawan Kabur Meski Diborgol, Jaksa Pepet Terus Predator Belasan Santriwati

Terlebih, terdakwan merupakan seorang guru pengajar sekaligus guru pengasuh yang seharusnya melindungi muridnya.

Perbuatan terdakwa pun melakukan perbuatan bejat kepada 13 orang santriwati pun dilakukan secara berulang.

"Apakah ini bukan suatu kejadian luar biasa, kami mohon kepada jaksa penuntut umum untuk berani banding. Upaya banding adalah upaya hukum, mungkin ke depannya hasilnya seperti apa, yang jelas jaksa penuntut umum ada upaya dan komitmen," ujarnya.

Hukuman mati menurutnya sebagai pesan bahwa di negara Republik Indonesia ini tidak ada ruang untuk siapa pun yang melakukan kejahatan terhadap anak.

Putusan Masjelis Hakim

Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung memutuskan Herry Wirawan bersalah.

Namun, majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman mati dan kebiri kimia untuk Herry Wirawan yang merudapaksa santriwati hingga hamil.

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," ujar Yohanes Purnomo Suryo, Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, jaksa Kejati Jabar menuntut Herry Wirawan dengan tuntutan hukuman mati. Kemudian, menuntut agar guru rudapaksa santriwati itu dijatuhi hukuman tambahan.

Yakni pidana tambahan pengumuman identitas dan kebiri kimia, hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta, pembubaran yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School dan penyitaan aset dan barang bukti untuk dilelang.

Terkait hukuman kebiri kimia ini, hakim juga tidak sependapat dengan jaksa. Hakim merujuk pada Pasal 67 KUH Pidana yang berbunyi

Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

"Tidak mungkin setelah terpidana mati menjalani eksekusi mati atau menjalani pidana seumur hidup dan terhadap jenazah terpidana dilaksanakan kebiri kimia. Lagipula pasal 67 KUHP tidak memungkinkan dilaksanakan pidana lain apabila sudah pidana mati atau seumur hidup," katanya.

Hasil vonis tersebut disikapi Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved