Mensos Risma Dukung Petugas PPSU Tunarungu Ancol yang Menginspirasi: Disabilitas Jangan Jadikan Aib
Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma memberikan dukungannya terhadap petugas PPSU disabilitas Kelurahan Ancol, Rismawati.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, TANJUNG PRIOK - Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma memberikan dukungannya terhadap petugas PPSU disabilitas Kelurahan Ancol, Rismawati.
Bagi Mensos Risma, penyandang disabilitas adalah sama di mata Tuhan.
Karenanya sosok Rismawati yang menginspirasi meski tunarungu-tunawicara harus dijadikan pelajaran bahwa siapapun dapat berjuang demi kehidupannya.
"Begini ya, kita harus tahu bahwa Tuhan itu sangat adil, karena itu saudara-saudara kami yang disabilitas jangan pernah merasa untuk kurang," kata Risma di Yayasan Respek Peduli Indonesia, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (9/3/2022).
Menurut Mensos, penyandang disabilitas harus mendapatkan dukungan penuh supaya pertama dan yang terpenting mereka dapat menerima dirinya.
Baca juga: PPSU Dipecat Tanpa Alasan hingga Datangi Balai Kota, Wagub Ariza Tak Mau Bela: Semua Ada Aturannya
Dukungan dari keluarga, lingkungan, hingga pemerintah harus terus diberikan supaya para penyandang disabilitas bisa terus berkarya dalam kondisi seberat apapun.
"Saya terima kasih kepada temen-temen media yang telah mengangkat sosok (Rismawati). Itu bagi kita adalah penyemangat, karena jumlahnya cukup banyak di Indonesia ini yang mereka disabilitas," kata Mensos.
"Dengan mengangkat mereka, itu akan membantu temen-temen disabilitas lebih percaya diri," sambungnya.
Risma juga menyoroti bahwa banyak penyandang disabilitas yang saat ini masih "disembunyikan" oleh keluarga.
Tak sedikit yang masih melihat bahwa kekurangan-kekurangan itu ialah aib sehingga merasa malu.

Karena itu, lanjut Mensos, tepat bagi siapapun untuk membantu para penyandang disabilitas menemukan lagi kepercayadirian mereka sehingga dapat terus berkarya dan berprestasi.
"Kami punya banyak sekali contoh anak-anak kami yang disabilitas dan saudara kami yang disabilitas. Ternyata justru mereka yang mempunyai semangat yang luar biasa," ucap Risma.
"Bahkan mereka bisa mengejar semua ketertinggalannya dibanding kami-kami yang normal gitu," tutup Mensos.
Sosok Petugas PPSU Disabilitas Rismawati
Sebelumnya, seorang petugas PPSU disabilitas di Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara bernama Rismawati menjadi sorotan karena sosoknya yang menginspirasi.
Di tengah kondisinya yang tunarungu sekaligus tunawicara, Rismawati yang akrab disapa Risma itu gigih bekerja sebagai bagian dari pasukan oranye di kelurahan tersebut.

Di balik perawakannya yang seperti orang biasa, orang-orang di luar pegawai Kantor Kelurahan Ancol tak banyak tahu bahwa wanita yang akrab disapa Risma itu nyatanya termasuk warga berkebutuhan khusus.
Cara interaksi ASN dengan menggunakan tulisan pada secarik kertas atau ketikan di ponsel pintar ialah metode terbaik yang selama ini dilakukan untuk berkomunikasi dengan Risma, yang ialah seorang tunarungu sekaligus tunawicara.
"Dengan keterbatasan beliau itu, kita tidak sulit berkomunikasi, tidak sulit untuk mengarahkan bagaimana bekerja di Kelurahan Ancol sesuai dengan tugas yang kami berikan," kata Lurah Ancol Rusmin, Rabu (2/3/2022).
"Kita bisa menggunakan tulisan, perintah-perintah yang kita ingin berikan kita ketik lewat hape, apa yang kita perintahkan kita sampaikan ke yang bersangkutan. Dia langsung merespons apa yang harus dikerjakan sesuai dengan yang kita perintahkan," sambung Rusmin.
Metode berkomunikasi dengan Risma lewat cara-cara tersebut sudah berjalan lebih dari 3 tahun belakangan, atau selama yang bersangkutan bertugas di Kantor Kelurahan Ancol.

Menurut Lurah, cara ini efektif untuk membuat Risma cakap dalam pekerjaannya.
Meski termasuk anggota pasukan oranye, Risma tak ditugaskan di jalanan.
Pihak kelurahan tak mau ambil risiko menerjunkan Risma di jalan raya.
Hal itu dinilai bisa membahayakan keselamatan Risma dengan kondisi pendengarannya yang minim.
Alhasil, Risma selama 3 tahun ini mengemban tugas membersihkan lingkungan kantor kelurahan, sekaligus membantu memaksimalkan kinerja para ASN: misalnya dengan memfotokopi dokumen-dokumen tertentu.
"Mbak Risma ini masuk menjadi tenaga PPSU di Kelurahan Ancol dimulai pada tahun 2019, sekarang sudah tiga tahun. Di samping membersihkan kantor, Mbak Risma kita pekerjakan membantu admin," kata Rusmin.
"Seperti mengantarkan surat yang ditandatangani saya, membantu teman-teman PNS untuk fotokopi, seperti itu kesehariannya, sebagai tenaga administratif di lantai 3," sambungnya.

Rusmin dan banyak ASN lain di kantor kelurahan tersebut menilai Risma sebagai pribadi yang memiliki semangat kerja begitu tinggi.
Keterbatasan diri tak membuat kinerja Risma ikut-ikutan terbatas. Malahan ia tak malu bersaing dengan orang-orang normal untuk memberikan kinerja terbaik bagi kantor kelurahan.
Diceritakan Rusmin, setiap hari Risma selalu datang tepat waktu, bahkan lebih dahulu daripada pegawai-pegawai lainnya.
Tapi, Risma selalu pulang belakangan. Wanita 23 tahun itu seringkali belum mau pulang apabila masih ada ASN yang beraktivitas di kantor kelurahan.
"Mbak Risma itu semangat kerjanya tinggi. Dia pagi-pagi sudah datang, jam 7 sudah datang dan pulang pun telat. Jam 5, setengah 5, kadang-kadang sampai magrib. Beliau sudah menunjukan kerja yang baik," ucap Rusmin.
Perjalanan Jadi Pasukan Oranye
Risma kini bisa bekerja sebagai seorang petugas PPSU setelah menyelesaikan pendidikan di SLB Negeri 04 Jakarta Utara.
Ia mengenyam pendidikan di sana selama sekitar 13 tahun, dari masih usia 7 sampai 20 tahun.
Ibunda Risma, Chaterina Rugiyem bercerita, anak tercintanya itu masuk SLB setelah bertahun-tahun lalu dinyatakan mengalami masalah pada pendengaran dan kemampuan berbicaranya.
Risma kecil, kata Chaterina, beberapa kali mengalami kecelakaan.
Tubuh mungil Risma pada usia sekitar 1 tahun sering terjatuh saat dirinya masih dimomong sang nenek di kampung, Cilacap, Jawa Tengah.
Chaterina awalnya menganggap tak ada masalah serius terkait kondisi kesehatan Risma.
Namun, ia memerhatikan hal-hal detil dari gerak gerik Risma saat masih bayi.
Misalnya ketika ada petir, Risma sama sekali tak merespons baik dari gesturnya maupun dari tangisannya.
"Saya itu kan tadinya di awal ngerti anak saya itu kena tunarungu setelah sering jatuh terus jeledak itu. Saya belum paham kalo anak saya kena gendang telinganya," kata Chaterina.

"Nggak sengaja saya nemu itu di jalan, ciri-cirinya anak itu nggak dengar itu kalo ada petir tidak respons," sambungnya.
Bertahun-tahun kemudian, Chaterina masih dalam terus memastikan kondisi kesehatan sang anak.
Sampai ketika Risma memasuki usia sekolah, Chaterina membawanya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk menjalani tes BERA (Brain Evoked Response Auditory).
Tes BERA ialah pemeriksaan pendengaran yang dilakukan pada anak-anak balita.
Dari situ memang dinyatakan Risma memiliki masalah pada pendengarannya, sehingga pihak RSCM merekomendasikan sejumlah sekolah luar biasa (SLB) yang bisa dipertimbangkan Chaterina untuk sang buah hati.
Risma ialah seorang tunarungu dengan kondisi telinga kanan yang sudah tak bisa mendengar. Sementara kondisi tunawicaranya yakni Risma berbicara dan menangkap perkataan lawan bicara dengan memerhatikan gerak bibir.
Dengan kondisi itu, Risma pun mulai didaftarkan ke SLB Negeri 04 Jakarta Utara.
Di balik keterbatasannya, Risma ialah seorang anak yang pintar.
Sejak kecil, Risma sering menjadi bahan lelucon teman-teman sebayanya.
Chaterina kerap kali mendapati sang buah hati pulang dengan mata sembab setelah Risma menangis sakit hati diejek teman-temannya.
Atas kejadian-kejadian buruk itu, Chaterina akhirnya bersikeras memasukan sang buah hati ke SLB.
"Dari situ saya kuatkan diri saya sendiri dan saya kasih kekuatan sama anak saya, saya kasih bayangan: kamu itu dari mata, tangan, semua masih ada. Cuman tidak bisa mendengar dan berucap dengan benar. Dia anaknya bisa nerima," ucap Chaterina.
"Tadinya juga begitu, dia diolok-olok sama kawannya palingan pulang ke rumah nangis, pulang nangis. Cuman untuk ke sini-sininya sudah bisa menerima. Dia sudah paham keterbatasannya dia, jadi ya udah biasa. Mau nggak mau nerima, namanya memang Allah sudah kasih seperti ini, kita harus ikhlas," sambung sang ibu sembari mengusap air mata yang mulai menetes.
Di akhir-akhir masa sekolah, Chaterina mulai memikirkan masa depan sang buah hati.
Saat Risma duduk di bangku SLB setingkat SMA, Chaterina yang masih rutin mengantar sang buah hati sekolah sering berpapasan dengan pasukan oranye di jalanan.
Ketika itu lah Chaterina mulai menanyakan ke Risma apakah sang buah hati ada minat menjadi petugas PPSU.
Gayung bersambut, Risma ternyata tertarik akan pekerjaan itu.
Alhasil, setelah tamat sekolah akhir 2018 silam, Risma mulai mendaftarkan diri menjadi petugas PPSU Kelurahan Ancol.
Lurah Ancol Rusmin berkata, Pemprov DKI Jakarta membuka luas kesempatan bekerja kepada warga tanpa pandang bulu.
"Baik itu disabilitas maupun warga biasa kita tampung sesuai dengan potensi yang sama-sama mereka miliki," ucap Rusmin.
Rusmin kala itu melihat bahwa Risma memiliki potensi besar meskipun kondisinya berkebutuhan khusus.
Meski harus ditemani sang ibunda saat pendaftaran, Risma dinyatakan lolos dalam setiap tesnya.
"Mbak Risma meskipun disabilitas, tetapi kita jaring melalui tes-tes dengan tahapan tes tertulis, tes praktik di lapangan, dan tes wawancara, kami menganggap bahwa dengan keterbatasan Mbak Risma ini tidak kalah dibandingkan peserta yang lainnya," ucap Rusmin.
"Mbak Risma nilainya sama kompetitif dan sama bagus sehingga kami tampung, dan terbukti beliau menunjukan kinerja yang luar biasa, yang sangat membanggakan, dan patut dicontoh," sambung Lurah.
Mau Jadi Mandiri
Risma melontarkan senyum yang samar-samar terlihat dari balik masker saat beberapa awak media menghampirinya di sela-sela jam istirahat.
Ingin bertanya pada Risma, maka salah satu awak media mengetik sesuatu di ponsel pintarnya.

"Risma kenapa mau bekerja?," tanya wartawan lewat ketikan kepada Risma.
"Saya tidak mau nganggur, jadi pengen kerja. Mau mandiri dan mau sedikit bantu keluarga," balas Risma.
"Cita-cita Risma sebenarnya apa?," tanya wartawan lagi.
"Mau jadi guru...," jawab Risma dalam ketikannya.
Cita-cita Risma yang berkeinginan menjadi guru, sedikit banyak, secara langsung atau tidak langsung, telah tercapai.
Ia telah memberikan pelajaran sekaligus inspirasi bagi banyak orang bahwa keterbatasan fisik bukan lah alasan untuk berhenti berjuang.
Wanita muda kelahiran 9 Mei 1998 ini terus berupaya menjadikan dirinya berguna bagi sesama, terutama untuk kedua orangtuanya.
Keinginannya untuk membantu orangtua sudah terjawab.
Selama bekerja menjadi petugas PPSU, Risma sudah banyak membantu perekonomian keluarga.
Risma bisa membuktikan kemandiriannya, di mana uang hasil bekerja selalu ia berikan kepada sang ibunda.