HEBOH Oknum TNI Terlibat di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Andika Perkasa Bicara Soal Hukuman
Terungkap ada sejumlah oknum TNI dan Polri yang terlibat dalam kasus penyiksaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Rr Dewi Kartika H
TRIBUNJAKARTA.COM - Terungkap ada sejumlah oknum TNI dan Polri yang terlibat dalam kasus penyiksaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin.
Dari hasil investigasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tercatat ada tujuh oknum anggota TNI dan lima anggota Polri yang terlibat dalam kasus kerangkeng tersebut.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu memaparkan jelas peran para oknum aparat itu termasuk yang berpangkat perwira.
"Ada Letkol Inf (inisial) WS, Peltu SG, Serma R, Serka PT, Sertu LS, Sertu MFS, dan Serda S alias WN," kata Edwin di kantor LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).
Dari temuan LPSK Letkol Inf WS merupakan rekan bisnis Terbit.
Baca juga: Paksa Makan Nasi Diludahi, Minumnya Air Seni, Sederet Penyiksaan Bupati Langkat Lebihi Binatang
Peltu SG terlibat menganiaya penghuni kerangkeng, Serma S terlibat sebagai pengawas dan pengaman judi togel milik Terbit.
Kemudian Sertu LS terlibat menganiaya penghuni kerangkeng yang kabur ketika tertangkap, Sertu MFS terlibat sebagai tim pemburu penghuni kerangkeng yang kabur, serta Serda WN terlibat menganiaya penghuni.
Sedangkan lima oknum anggota Polri yang diduga juga terlibat atas pelanggaran HAM pada kerangkeng manusia milik Terbit yakni AKP HS yang berstatus sebagai saudara ipar Terbit, Aiptu RS dan Bripka NS terlibat sebagai ajudan, Briptu YS berperan menjemput penghuni kerangkeng yang kabur.

"Kalau menyangkut TNI kami sudah mendapat informasi dari pihak TNI bahwa sudah ada proses pemeriksaan (kepada oknum anggota yang diduga terlibat)," ujar Edwin.
"Sedangkan Bripda ES menjemput penghuni kerangkeng dan melakukan penganiayaan. Kami belum mendapat informasi apakah sudah dilakukan proses pemeriksaan terhadap anggota Polri ini atau belum," tuturnya.
Dari hasil investigasi LPSK juga menemukan serangkaian bentuk penganiayaan terhadap para penghuni kerangkeng, seperti perbudakan, penganiayaan.
Seluruh rangkaian tindak pidana ini melibatkan banyak pelaku, mulai dari pihak sipil yang mengelola kerangkeng, pegawai negeri sipil (PNS), hingga oknum anggota TNI-Polri.
Hukuman dari Jenderal Andika
Beberapa waktu lalu, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa meminta seluruh anggota TNI yang melanggar hukum diseret ke Polisi Militer.
Baca juga: Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Belum Ada Tersangka, LPSK Singgung Lambatnya Proses Hukum
Hal itu disampaikan Jenderal Andika saat memimpin rapat dengan tim hukum TNI terkait beberapa kasus yang melibatkan anggota TNI.
"Jadi untuk diketahui semuanya, hukuman disiplin tidak lagi di kesatuan. Hukuman disiplin mau 14 atau 21 hari di Polisi Militer.
Mau ringan atau berat di Polisi Militer," tegas Jenderal Andika dilansir TribunJakarta.com dari channel Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa, Selasa (8/3/2022).

Ditegaskan Jenderal Andika, keputusan itu untuk memberikan efek jera kepada para anggotanya yang terlibat masalah.
"Karena kalau di kesatuan kesannya enggak serius. Jadinya enggak menimbulkan efek jera. Ini memang cuma hanya disiplin, tapi jalani supaya dia juga merasakan," ujar Jenderal Andika.
Kata pengamat
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas NH Kertopati menilai, keputusan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa sangat tepat perihal hukuman terkait pelanggaran hukum yang melibatkan anggota TNI.
"Panglima TNI kemudian membuat kebijakan baru, yang diharapkan bisa menimbulkan efek jera pada para pelanggar hukum tersebut," kata Susaningtyas melalui pesan singkat, Kamis (10/3/2022).
Baca juga: Dimana Nurani Bupati Langkat? Terkuak Kejinya Dia ke Manusia Kerangkeng: Paksa Jilat Kemaluan Anjing
Jenderal Andika memerintahkan agar Puspom atau Pusat Polisi Militer TNI langsung turun tangan menangani setiap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota TNI.
Panglima TNI menegaskan bahwa hukuman disiplin untuk anggota TNI pelanggar hukum tidak lagi dilakukan di satuan, melainkan di polisi militer.
"Sangat tepat ditetapkannya keputusan hukuman disiplin tidak lagi di satuan. Hukuman disiplin mau 14 hari atau 22 hari di Polisi Militer ini untuk menghindari adanya subyektifitas atau dikhawatirkan ada 'rasa ewuh pekewuh' menjatuhkan hukuman tegas bagi rekan sesatuan sehingga penanganannya kurang serius," ujar wanita yang akrab disapa Nuning itu.
Selama ini, kata Nuning, kita ketahui bahwa sanksi untuk TNI ini di militer agak sedikit berbeda dengan penjara di umum.

Dalam peradilan militer, tersangka yang sudah dijatuhi hukuman harus menjalankan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Militer.
"Hal itu apabila tersangka tidak dipecat atau diberhentikan dari dinas militer. Sedangkan bila tersangka dipecat, maka dia harus menjalankan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Umum," ujarnya.
Masih kata Nuning, tempat berjalannya hukuman antara terpidana militer dan juga terpidana umum akan berbeda.
Hal tersebut dilakukan karena adanya perbedaan sifat pelaksanaan. Tentu saja berbeda Lembaga Pemasyarakatan Umum dengan di Lembaga Pemasyarakatan Militer.
"Terkait hukuman anggota militer ini menjadi polemik termasuk di DPR RI, sehingga kita dapat berharap ketegasan Panglima TNI dapat mengakhiri polemik itu," tuturnya.