Soal Ini Bikin Nangis Penabrak Sejoli Nagreg, Kala Rasa Kemanusiaan Terkalahkan Hirarki Jabatan
Ada satu pertanyaan dari majelis hakim yang membuat Kopda Andreas Dwi Atmoko menangis saat menjadi saksi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Ada satu pertanyaan dari majelis hakim yang membuat Kopda Andreas Dwi Atmoko menangis saat menjadi saksi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Kopda Andreas dihadirkan sebagai saksi dari Oditurat Militer Tinggi II Jakarta untuk tersangka Kolonel Priyanto.
Dalam persidangan terungkap bahwa rasa kemanusiaan Kopda Andreas harus terkalahkan dengan hirarki jabatan sang atasan.
Kepada majelis hakim, Kopda Andreas mengaku bahwa dia sebenarnya ingin menolong pasangan sejoli Handi Putra dan Salsabila pada 8 Desember 2021 silam yang kala itu ditabraknya.
Namun rasa kemanusiaanya tak terlaksana karena sosok Kolonel Priyanto yang notabene mantan atasannya.
Baca juga: Saya Punya Keluarga Permohonan Kopda Andreas atas Instruksi Jahat Kolonel Priyanto di Kasus Nagreg
Jalannya persidangan
Awalnya, hakim ketua Faridah Faisal bertanya bagaimana kejadian pada 8 Desember 2021 saat mobil Isuzu Panther yang dikemudikan Andreas menabrak sepeda motor dinaiki Handi Saputra dan Salsabila di Jalan Raya Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
"Coba saksi ceritakan ada kejadian apa ketika dalam perjalanan dari Cimahi ke Yogyakarta," kata Farida di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Andreas menjawab mobil yang dikemudikannya tidak sengaja menabrak sepeda motor dikemudikan Handi dan ditumpangi Salsabila melaju dari arah berlawanan di Jalan Raya Nagreg.

Menurutnya sepeda motor Satria FU yang dikemudikan Handi oleng lalu berpindah jalur ke arah karena bersenggolan dengan satu truk melaju searah dengan sepeda motor korban.
Mendapati korban terpental ke jalurnya, Andreas yang memacu mobil dalam kecepatan sekitar 50-60 kilometer per jam dan sudah berupaya melakukan pengereman agar mobil tidak menabrak.
Nahas mobil tetap menabrak hingga akhirnya Salsabila ditemukan dalam posisi berada di kolong mobil Isuzu Panther, sementara Handi di bagian depan mobil dalam keadaan terluka.
"Saya sudah mengerem. Korban tergeletak di sebelah kanan, di jalur saya," jawab Andreas.
Singkat cerita, usai kecelakaan tersebut dia bersama Priyanto dan Koptu Ahmad Soleh lalu mengangkat tubuh Handi dan Salsabila ke dalam mobil Isuzu Panther dikemudikannya.
Handi yang berdasar keterangan saksi masih hidup dan sempat merintih kesakitan ditempatkan di bagian bagasi, sementara Salsabila ditempatkan di bagian kursi penumpang.
Baca juga: Tangis Kopda Andreas di Pengadilan Militer, Tidak Kuasa Larang Kolonel Priyanto Buang Sejoli Nagreg
"Tujuan dibawa ke mobil untuk apa," ujar Farida kembali bertanya ke Andreas.
Kemudian Andreas menjawab bahwa sepengetahuannya kedua korban dimasukkan ke dalam mobil dengan tujuan untuk dibawa ke Rumah Sakit (RS) terdekat dari lokasi kejadian
Nahas saat melewati satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dekat lokasi Priyanto yang duduk di kursi depan penumpang justru memerintahkan agar mobil tidak berhenti.
Dilarang bawa korban ke puskesmas

Dalam perjalanan Andreas mengatakan sudah berulang kali memohon kepada Priyanto untuk membawa kedua korban Puskesmas dengan tujuan menolong nyawa Handi dan Salsabila.
Tapi Priyanto yang secara pangkat lebih tinggi karena merupakan perwira menengah TNI AD tetap memerintahkan kepada Andreas untuk diam dan memacu kendaraan ke arah Jawa Tengah.
Setelah mendapati Andreas ketakutan karena telah mobil menabrak kedua korban, Priyanto memerintahkan Andreas untuk menepikan kendaraan dan mengambil alih kemudi.
"Saksi tidak berusaha (memberitahu Priyanto agar membawa korban ke Puskesmas). Pak itu Puskesmas," tanya Farida ke Andreas.
Kepada Farida, Andreas menyebut setelah diminta diam dia kembali memohon kepada Priyanto agar kendaraan diputar balik menuju Puskesmas sehingga korban mendapat penanganan medis.
Tapi Priyanto kembali memerintahkan Andreas agar diam dan menyatakan kedua korban akan dibuang ke Jawa Tengah untuk menghilangkan bukti bahwa mobil menabrak kedua korban.
Baca juga: PNS di Tangerang Ditangkap karena Terduga Teroris, Densus 88 Sampai Harus Nyamar Jadi Tukang Ojek
Sadar bahwa Priyanto memerintahkan dia melakukan tindak pidana lebih berat dibandingkan kecelakaan lalu lintas, Andreas makin kalut dan memohon ke Priyanto membatalkan niat.
Kopda Andreas pun membawa-bawa nama keluarganya dengan harapan Kolonel Priyanto menyurutkan niatnya.
"Saya memohon. Mohon izin saya punya istri, punya keluarga.
Kalau ada apa-apa bagaimana," jawab Andreas menirukan ucapannya kepada Priyanto saat kejadian.

Farida lalu kembali bertanya kenapa Andreas tidak berani memaksa Priyanto agar membatalkan niat membuang kedua korban ke aliran Sungai Serayu, Jawa Tengah bila takut dengan konsekuensi hukum.
Di sinilah Andreas menitikan air mata mengaku hanya bisa memohon kepada Priyanto mengurungkan niat membuang kedua korban meski sadar tindakannya itu merupakan tindak pidana.
Dia tak berani melawan perintah Kolonel Priyanto karena secara hirarki jabatan di TNI, Kopda Andreas kalah tinggi.
"Siap, tidak berani. Saya memohon," jawab Andreas sambil menunduk menahan tangis.
Andreas yang turut didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Handi dan Salsabila sempat tertunduk beberapa saat untuk menyeka tangis menggunakan tangan kirinya.
Lebih lanjut Andreas mengatakan Priyanto justru menyatakan pernah melakukan pengeboman rumah tapi tidak diketahui, seolah bangga pernah melakukan tindak pidana lebih berat.