Waspada Speech Delay Pada Anak, Simak Penjelasan Dokter

Kemampuan bicara atau mengenali kosa kata, merupakan salah satu tahapan dalam tumbuh kembang anak.

Penulis: Pebby Ade Liana | Editor: Jaisy Rahman Tohir
SHUTTERSTOCK via Kompas.com
Ilustrasi Anak Berkelahi 

Laporan wartawan TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Kemampuan bicara atau mengenali kosa kata, merupakan salah satu tahapan dalam tumbuh kembang anak.

Pada usia 2 tahun, umumnya anak mampu memahami beberapa kosa kata sederhana yang sering digunakan sehari-hari.

Namun pada beberapa kasus, anak bisa saja mengalami speech delay atau keterlambatan bicara.

Dalam acara Simposium Nasional 'Membaca Fenomena Speech Delay : Pendekatan Multi Pihak' yang diselenggarakan Yayasan Akses Sehat bersama Generos, Dokter Spesialis Anak Ajeng Indriastari memaparkan ada beberapa ciri yang bisa diketahui oleh pada orangtua apabila anak mengalami speech delay.

Seperti jarang mengeluarkan atau merespons suara, tidak mengerti gestur orang sekitar, dan tidak memiliki kemampuan konsonan sesuai usia.

Baca juga: Cara Mencicil Tunggakan BPJS Kesehatan, Daftar Program Rehab dan Simak Syaratnya

"Sayangnya, orang tua baru menyadari itu saat usia anak 18-24 bulan, ketika anak tidak menyaut saat dipanggil orang tua. Sementara pada umumnya anak usia 2 tahun sudah menguasai 50 kosa kata," kata dia dikutip TribunJakarta dalam keterangan pers, Minggu (22/5/2022).

Tak bisa dipungkiri, kasus speech delay cukup meningkat di era pandemi.

Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan anak mengalami speech delay. Salah satunya, bisa karena penggunaan gawai yang berlebihan dan juga kurangnya stimulasi.

Menurut dr Ajeng, kasus speech delay sendiri terbagi menjadi dua, yakni secara fungsional dan non fungsional.

Disebutkan, sebagian besar anak dengan speech delay saat ini masuk dalam kategori fungsional, yakni kurangnya stimulasi dan juga karena pola asuh yang salah.

Ilustrasi anak makan es krim.
Ilustrasi anak makan es krim. (Freepik)

Sementara non fungsional, ialah anak-anak yang memiliki gangguan bahasa reseptif, seperti autism ataupun Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

"Yang jadi problem, anak speech delay ini banyak dari mereka nggak punya kelainan loh. Fungsi pendengarannya bagus, tidak ada kelainan organ oromotor, masalah bibir sumbing nggak ada. Terus yang salah dimana? Ternyata pola pengasuhan," kata dia.

Iapun menyebut agar orangtua perlu waspada. 

Setidaknya, terdapat beberapa hal yang bisa menjadi perhatian bagi para orangtua terkait masalah speech delay pada anak.

1. Bilingual

Penggunaan dua bahasa atau bilingual bisa saja menyebabkan anak menjadi kebingungan dalam memahami bahasa.

Hal ini juga memicu terjadinya speech delay pada anak. Tak hanya dalam pola asuh saja, menurut dr Ajeng, hal ini juga termaksud dengan memilih tontonan melalui gadget.

Keberagaman bahasa, bisa saja membuat anak semakin bingung dalam memahami kata-kata.

2. Penggunaan Gawai Berlebih

Merujuk pada American Academy of Pediatrics (AAP), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganjurkan anak berusia di bawah 2 tahun idealnya tidak boleh diperkenalkan dengan gadget sama sekali.

Namun di tengah batasan aktivitas selama pandemi, membuat banyak orang menggunakan gadged sebagai salah satu alat penghibur sekaligus penghubung dengan semua orang.

Penting bagi para orangtua untuk lebih bijak dalam menentukan penggunaan gadget khususnya pada anak-anak.

"Jangan sampai, (orangtua) menjadikan gadget ini sebagai electronic baby sitting, gadget diberi pada anak begitu saja lalu anak tidak diajak ngobrol," imbuhnya.

3. Deteksi Dini

Terdapat beberapa tatalaksana yang bisa dilakukan oleh dokter dalam mengatasi keterlambatan bicara.

Namun sebelum itu, orangtua perlu melakukan tes dan juga screening guna mencari tahu penyebab speech delay pada anak.

Dokter Ramlan Zuhair Pulungan menambahkan, dibutuhkan peran dari berbagai pihak dalam membantu anak mengatasi masalah keterlambatan bicara.

"Saya melihat anak-anak di tempat saya praktik dan rumah sakit saya bekerja, memang sulit sekali berbicara. Ketika saya tanya anaknya, dia selalu melihat ke orang tua atau yang jawab selalu orang tuanya. Nah itu faktor sosial juga mempengaruhi anak bisa bicara apa nggak,” kata dr Ramlan.

"Ketika anak jarang diajak bertemu lingkungan luar seperti ke taman bermain atau ke rumah keluarga, maka akan berpengaruh pada penyebab speech delay. Dan jangan pernah sengaja berbicara cadel pada anak, artinya ketika anak menyebut ‘susu’ dengan ‘cucu’, maka orang tua harus tetap selalu menggunakan bahasa yang benar saja," tambahnya. 

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved