Alasan Oditur Militer Pilih Pikir-pikir Atas Vonis Majelis Hakim Kepada Kolonel Priyanto

Poin pertama masih pikir-pikir atas putusan karena Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menyatakan sangkaan Pasal 328 KUHP.

Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
Kolonel Inf Priyanto saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg, Jakarta Timur, Selasa (10/5/2022). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menyatakan masih pikir-pikir atas vonis bersalah dari Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta kepada Kolonel Inf Priyanto.

Pilihan pikir-pikir atas putusan ini tetap diambil meski Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta mengabulkan tuntutan Priyanto divonis penjara seumur hidup dan pemecatan dinas dari TNI AD.

Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan pihaknya memiliki sejumlah alasan mengambil pilihan pikir-pikir sebelum menentukan sikap menentukan langkah hukum.

Poin pertama masih pikir-pikir atas putusan karena Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menyatakan sangkaan Pasal 328 KUHP tentang Penculikan dalam tuntutan tidak terbukti.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan pasal dalam tuntutan Oditur Militer yang terbukti hanya Pasal 340 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Baca juga: Kolonel Priyanto Dianggap Salahgunakan Kemampuan Militer untuk Bunuh Sejoli Nagreg

"Itu (Pasal 328 tidak terbukti) merupakan satu celah nanti untuk kita bisa melakukan banding. Kedua, mengenai barang bukti," kata Wirdel di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Pun tak terbuktinya Pasal 328 KUHP tentang Penculikan tidak memengaruhi putusan karena majelis hakim menyatakan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana juncto Pasal 55 ayat 1 terbukti. 

Menurut Oditur Militer selaku Jaksa Penuntut Umum dalam peradilan militer, sangkaan Pasal 328 KUHP tetap penting karena menyangkut kebenaran proses hukum perkara.

"Kebenaran objektif kan harus kita kemukakan. Karena kan sangat memungkinkan adanya upaya banding dari terdakwa maupun Oditur," ujar Wirdel.

Perihal barang bukti, dalam tuntutannya Wirdel meminta agar mobil Isuzu Panther yang dinaiki Priyanto bersama Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko dirampas.

Pun dengan handphone yang digunakan Priyanto untuk membuka aplikasi Google Maps sewaktu mencari aliran Sungai Serayu, dia meminta agar tidak dikembalikan karena jadi barang bukti.

"Seharusnya itu dirampas karena menjadi alat dipakai untuk melakukan tindak pidana. Jadi perbedaan ini bisa menjadi argumentasi atau dalil kita mengajukan upaya banding," tuturnya.

Wirdel mengatakan alasan lain pihaknya masih memilih pikir-pikir terhadap putusan karena dia harus lebih dulu berkonsultasi dengan Oditur Jenderal TNI selaku pimpinannya.

Tujuannya untuk memastikan apakah dia harus mengambil langkah hukum mengajukan banding, atau menerima vonis Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta ke Priyanto.

"Banding ini kita harus membicarakan dulu dengan kepala nantinya. Jadi Oditur Militer juga menunggu petunjuk dari Kepala apakah kita akan melakukan upaya banding atau tidak," lanjut Wirdel.

Dalam perkara ini, Kolonel Inf Priyanto dan tim penasihat hukumnya juga mengambil pilihan pikir-pikir selama tujuh hari sebelum menentukan apa mengajukan banding atau menerima vonis.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved