Polemik Penentuan Harga Listrik Panas Bumi, Seperti Apa Skema yang Pas?
Permasalahan dalam pengembangan panas bumi adalah polemik Tarik ulur harga jual listrik yang dihasilkan oleh pengembang panas bumi dengan PT. PLN.
Nantinya dalam UU EBT yang sedang digodok oleh pemerintah, dalam draf RUU EBT Pasal 40 menyebutkan bahwa nantinya PLN wajib membeli listrik yang dihasilkan dari energi terbarukan, dan mungkin akan dikenakan sanksi apabila PLN tidak membeli listrik dari EBT.
Namun disisi lainnya jika pemerintah tetap menggunakan skema feed in tariff, harga patokan tertinggi ataupun price minimum, juga harus mempertimbangkan kekuatan PLN.
Apakah hal ini akan membebani PLN atau tidak.
Jika harga pada skema di atas terlalu tinggi, maka PLN akan terbebani, dan PLN akan mengurangi kuantitas listrik dari panas bumi dan sekali lagi akan terjadi inefisiensi.
Jika gap selisih harga dibayarkan oleh pemerintah pusat, disatu sisi hal ini akan membebani keuangan negara.
Dalam hal penentuan harga listrik PLTP, sebaiknya perlu mencantumkan skema penentuan dan penghitungan harga dalam peraturan daripada memberikan harga fix dalam peraturan.
Karena nilai uang akan cenderung berubah-ubah tiap tahunnya.
Baca juga: Targetkan 10.000 Bus Listrik di Jakarta pada 2030, Pemprov DKI Siapkan Penambahan Charging Station
Sebagai contoh apabila harga listrik PLTP ditentukan dalam kontrak untuk sepuluh tahun kedepan dengan harga 11 sen, maka nilai uang 11 sen pada tahun ini hingga 10 tahun kedepan akan berbeda karena banyak variabel yang mempengaruhi, salah satunya inflasi, dll.
Patokan harga tertinggi akan sulit diterapkan, karena banyak variabel yang mempengaruhi, seperti banyak pembangunan PLTP yang berbeda antara lapangan satu dan yang lainnya.
Kemudian Patokan harga tertinggi dalam PLTP skala besar masih akan menghadapi hambatan yang sama yaitu kecocokan harga listrik antara developer dan PLN.
Sedangkan Feed in tariff sebaiknya diterapkan pada small-scale PLTP.
Untuk PLTP kapasitas besar agar skemanya diubah menjadi cost plus pricing dengan menentukan margin berapa persen beserta cost yang disetujui pihak pengembang dan PLN.
Jadi dalam UU EBT yang sedang digodok, perlu lebih jelas nantinya dalam penentuan harga, dan sebaiknya penentuan harga yang tertuang adalah “cara” penentuan harga antara PLN dan Pengembang, kemudian cara pemerintah jika terjadi selisih harga dan bukan harga fix yang dicantumkan. (*)