Pengusaha Menang Gugatan UMP DKI 2022 di PTUN, Gembong PDIP: Anies Baswedan Lemah Kajian Hukum
Menurut Gembong, hal itu tidak akan terjadi jika Anies Baswedan selaku pengambil kebijakan mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono mengkritisi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal keputusan UMP DKI Jakarta tahun 2022 Rp 4.641.854 yang akhirnya digugat dan dimenangkan pengusaha Apindo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dalam putusan PTUN Jakarta itu, hakim juga menghukum Anies Baswedan untuk menurunkan UMP DKI Jakarta sesuai rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta yakni Rp 4.573.845.
Menurut Gembong, hal itu tidak akan terjadi jika Anies Baswedan selaku pengambil kebijakan mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada dalam memutuskan UMP DKI Jakarta tahun 2022.
"Ya semua itu keputusan itu kalau berdasarkan kajian yang baik, tentunya kita mampu merasionalisasi dari keputusan itu. Lah, ternyata kalau kita lihat sampai di PTUN, ternyata kalah. Berarti, kan kita tidak mampu mempertahankan, tidak mampu merasionalisasi dari keputusan yang sudah diambil oleh Pemprov, judulnya kan itu," kata Gembong saat dihubungi, Jumat (14/7/2022).
Kenyataannya, sedari awal Anies memutuskan menaikkan UMP DKI 2022 menjadi Rp4,6 juta ini memang tak sesuai dengan angka yang ditetapkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI, yaitu sebesar Rp4,5 juta.
Baca juga: Anies Dinilai Tabrak Aturan Saat Tetapkan UMP 2022 5,1 Persen, PDIP: Sudah Suasana Kampanye 2024
Berangkat dari hal inilah, Pemprov DKI tak memiliki bekal dasar hukum yang kuat dan menyebabkannya kalah di PTUN.
"Ketika kajiannya baik, kajiannya matang, dasar hukumnya matang dasar hukumnya kuat, maka Pemprov tidak akan kalah dengan gugatan para pengusaha kan. Kan judulnya itu, tapi karena lemah di sisi kajian yang terjadi kekalahan oleh Pemprov DKI Jakarta," pungkasnya.
Anies Baswedan Dihukum Turunkan UMP DKI 2022 jadi Rp4,5 Juta

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dihukum pengadilan untuk menurunkan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 menjadi Rp4,5 juta.
Hal ini sesuai dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan yang diajukan Dewan Pimpinan Provinsi Daerah (DPP) Apindo DKI.
Adapun gugatan diajukan Apindo DKI atas Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1517/2021 tentang UMP 2022 yang diterbitkan Anies Baswedan pasa 16 Desember 2021 silam.
Dalam Kepgub itu, Anies menetapkan kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 sebesar 5,1 persen atau menjadi Rp 4.641.854.
Keputusan Anies ini pun dikecam Apindo yang kemudian mengajukan gugatan dan dikabulkan PTUN DKI.
"Menyatakan Batal Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi tahun 2022 tanggal 16 Desember 2021," demikian isi putusan PTUN, dikutip TribunJakarta.com, Selasa (12/7/2022).
Baca juga: Sebelum Soal UMP DKI, Anies Baswedan Sudah Pernah Dua Kali Dihukum Pengadilan Gara-gara Masalah Ini
Anies pun diwajibkan untuk merevisi Kepgub tersebut sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta.
Sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupah DKI Nomor : I/Depeprov/XI/2021 yang diterbitkan 15 November 2021 lalu, Anies diminta menurunkan UMP DKI 2022 menjadi Rp 4.573.845.
“Dan menghukum tergugat dan para tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 642 ribu," ucapnya
Sebagai informasi, keputusan Gubernur Anies Baswedan menetapkan kenaikan UMP DKI 2022 sebesar 5,1 persen memang menuai polemik.
Pasalnya, kebijakan itu dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan justru melanggar aturan.
Walau demikian, Anies tetap ngotot menaikan UMP sebesar 5,1 persen. Ada tiga dasar hukum yang kemudian dipakai eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.
Pertama, UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia.
Baca juga: Sapi Anies Baswedan Sulit Diatur, Berontak Tak Mau Dipotong Bikin Panitia Kewalahan: Kaki Tersangkut
Kemudian, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang diubah dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
Terakhir, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah yang diubah dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.