Kontroversi ACT
BNPT Sebut India dan Turki Jadi Penerima Dana Mencurigakan dari ACT
Komjen Pol Boy Rafli Amar mengungkap dua negara yang menjadi target penyaluran dana mencurigakan dari lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, PENJARINGAN - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengungkap dua negara yang menjadi target penyaluran dana mencurigakan dari lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kedua negara tersebut ialah India dan Turki, yang keterkaitannya dengan ACT kini tengah diinvestigasi BNPT.
"Sementara kan India dan Turki, sementara dua negara itu yang dicurigai ada pihak-pihak penerima dan proses investigasi sedang berjalan," kata Boy di Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (24/7/2022).
Keterlibatan kedua negara tersebut terungkap setelah BNPT melakukan langkah-langkah penyelidikan terkait penerima sumbangan yang berada di luar negeri.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Bentuk Tim Satgas Bahas Izin Operasional ACT
Investigasi dilakukan berkaitan dengan pihak-pihak yang diduga kuat terkait dengan jaringan terorisme.
Jenderal bintang tiga itu menambahkan, dalam prosesnya, BNPT juga melakukan kerja sama internasional dengan negara-negara yang diduga menerima sumbangan tersebut.
"Oleh karena itu, karena objek penerima sumbangan ini berada di luar negeri, maka kerja sama internasional saat ini sedang dilaksanakan," kata Boy.
"Terutama dengan negara-negara yang diduga ada warga negaranya atau pihak-pihak tertentu di sana menerima sumbangan, seperti India, seperti Turki, dan sebagainya. Jadi masih memerlukan kerja sama internasional," ungkapnya.
Boy menambahkan, investigasi juga menyangkut jumlah rekening yang dipergunakan untuk transaksi keluar-masuk dana ACT.
"Jumlah berapanya saya belum tahu pasti, tapi ini kan kalau kita lihat yang masuk dan yang keluar itu beberapa rekening. Ada yang masuk itu menerima, yang keluar juga disumbang oleh pihak dari ACT," tutup Boy.
DKI Bentuk Satgas
Diberitakan sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk memeriksa izin operasional lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Hal ini dilakukan buntut dari dugaan penggelapan dana donasi umat yang dilakukan para petinggi lembaga filantropi tersebut.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut, satgas ini sudah mulai pekerja mengevaluasi dan mengawasi kegiatan ACT.
"Itu masih dengan pembahasan. Sudah dibentuk satgas, sudah dibuat timnya untuk melakukan pengawasan dan pengecekan," ujarnya.
Sebagai informasi, izin kegiatan milik ACT diterbitkan Pemprov DKI lewat surat nomor 155/F.3/31.74.04.1003/-1.848/e/2019.
Informasi yang didapat dari situs resmi ACT, izin tersebut masih berlaku hingga 25 Februari 2024.
Ariza pun memastikan, pihaknya dalam waktu dekat akan segera mengumumkan hasil pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan tim satgas ACT ini.
"Enggak lama lagi," ujarnya.
Selain izin operasional dari Pemprov DKI, ACT juga mengantongi izin pengumpulan uang dan barang (PUB) untuk kategori umum dan kategori bencana.
Namun, izin tersebut baru-baru ini dicabut oleh Kementerian Sosial (Kemensos) RI setelah muncul dugaan penggelapan dana donasi yang dilakukan petinggi lembaga filantropi tersebut.
Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 133/ HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan.
Keputusan tersebut ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendy, Selasa (5/7/2022).
Muhadjir menggantikan Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma yang sedang menunaikan ibadah ke tanah suci.
“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” kata Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi, Rabu (6/7/2022).
Seperti diketahui, berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan dinyatakan bahwa ‘Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyakbanyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.
“Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen,” terang Muhadjir.
Sementara itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul.
Lebih lanjut, Muhadjir mengatakan bahwa pemerintah akan bersikap responsif terhadap hal-hal yang sudah meresahkan masyarakat.