Mengapa 4 Tersangka Kasus Dugaan Penggelapan Dana ACT Ditahan? Penyidik Beberkan Penyebabnya
Empat tersangka kasus penyelewengan dan penggelapan dana sosial di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ditahan Bareskrim Polri pada Jumat (29/7/2022).
Meski begitu, Ahyudin masih enggan berkomentar lebih jauh mengenai pemeriksaannya pada Jumat kemarin.
Ahyudin menegaskan, dirinya akan mengikuti proses pemeriksaan terlebih dahulu.
Sebelumnya, keempat tersangka kasus penyelewengan dana ACT menjalani pemeriksaan di Mabes Polri pada Jumat (29/7/2022) sejak pukul 13.30 WIB.
Baca juga: BNPT Sebut India dan Turki Jadi Penerima Dana Mencurigakan dari ACT
Kepala Biro Penerangan Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, mengatakan keempatnya diperiksa untuk pertama kalinya setelah ditetapkan sebagai tersangka sejak Senin (25/7/2022) lalu.
"Sejak pukul 13.30 dilakukan pemeriksaan terhadap 4 tersangka kasus ACT. Pemeriksaan masih berlangsung sampai saat ini."
"Ini pemeriksaan pertama keempatnya sejak ditetapkan sebagai tersangka Senin 25 juli 2022 lalu," kata Ramadan dalam konpers di Mabes Polri yang ditayangkan live di akun Instagram Divisi Humas Polri, Jumat sore.
ACT Disebut Selewengkan Rp 34 Miliar Dana Boeing, Rp 10 Miliar untuk Koperasi Syariah 212
Bareskrim Polri telah menemukan adanya dugaan penyelewengan dana yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari donasi CSR Boeing Community Invesment Found (BCIF).
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Bentuk Tim Satgas Bahas Izin Operasional ACT
Menurut Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirttipideksus) Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf, dana BCIF yang disalurkan sejatinya berjumlah Rp 138 miliar.
Dari jumlah total tersebut, sebanyak Rp 34 miliar tidak digunakan sesuai peruntukannya.
"Total dana yang diterima oleh ACT dari boeing kurang lebih sekitar Rp 138 Miliar, kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar," kata Helfi, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Kompas TV,
"Sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya," imbuhnya.
Helfi menjelaskan, beberapa hal yang digunakan tidak sesuai peruntukannya, seperti pengadaan armada truk senilai Rp 2 miliar.
Selain itu, program big food bus senilai Rp 2,8 miliar dan pembangunan pesantren peradaban di Tasikmalaya Rp 8,7 miliar, serta untuk koperasi syariah 212 mencapai Rp 10 miliar.
"Dana mengalir untuk Koperasi Syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar," ungkap Helfi.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Bentuk Tim Satgas Bahas Izin Operasional ACT