Anies Baswedan Kerap Ganti Nama Selama Menjabat: Mulai Istilah RS Hingga Program, Ini Daftarnya!
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kerap ganti nama selama menjabat. Mulai dari istilah RS, jalan hingga program. Ini daftarnya.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menjadi sorotan setelah mengeluarkan kebijakan mengganti nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dengan istilah Rumah Sehat untuk Jakarta.
Hal ini pun memicu polemik dan mendapat tanggapan beragam dari banyak kalangan.
Ada yang mendukung, namun tak sedikit pula yang menghujat kebijakan yang dibuat eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.
Kebijakan mengganti nama ini bukan kali pertama dikeluarkan Gubernur Anies Baswedan.
Sejak dirinya menjabat sebagai orang nomor satu di ibu kota pada 2017 lalu, ada banyak serangkaian kebijakan pergantian nama yang dibuat Anies.
Baca juga: Anies Baswedan Ubah Nama RSUD, Ini Daftar Lengkap 31 Lokasi Rumah Sehat untuk Jakarta
TribunJakarta.com pun coba merangkum rangkaian kebijakan pergantian nama yang dilakukan di era Gubernur Anies Baswedan.
1. Mengganti Program Normalisasi menjadi Naturalisasi

Sejak awal menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan langsung mengubah nama program normalisasi menjadi naturalisasi.
Adapun normalisasi merupakan program unggulan pencegahan banjir di era Gubernur Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (BTP).
Baca juga: Anies Baswedan Ganti RS Jadi Rumah Sehat Jelang Lengser, Gilbert PDIP: Pengalihan Isu Pagar JIS
Namun sayang, program naturalisasi di era Gubernur Anies Baswedan ini tak berjalan baik.
Hal ini terjadi karena Anies tak kunjung melakukan pembebasan lahan di sekitar bantaran Kali Ciliwung.
Alhasil, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tak bisa melakukan pengerjaan fisik normalisasi atau naturalisasi sungai
2. Mengganti Program OK OCE dengan Jakpreneur

One Kecamatan, One Center of Entrepreneurship (OK OCE) sejatinya merupakan program unggulan di era Gubernur Anies Baswedan.
Program pembinaan kewirausahaan terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini diinisiasi oleh Wakil Gubernur Sandiaga Uno.
Lewat program ini, Anies-Sandi menargetkan bisa melahirkan 200.000 wirausaha baru dalam kurun waktu lima tahun (2017-2022).
Program ini tak bertahan lama, Gubernur Anies Baswedan kemudian mengganti nama program OK OCE menjadi Jakpreneur pada 2020 lalu.
Kebijakan ini diambil setelah Wagub Sandiaga Uno mengundurkan diri pada 2018 silam.
3. OK-Otrip Diganti Jadi Jak Lingko

Sama seperti OK OCE, program OK-Otrip mendadak berganti nama jadi Jak Lingko usai Wakil Gubernur Sandiaga Uno mengundurkan diri pada 2018 silam.
Kebijakan pergantian nama dari OK-Otrip menjadi Jak Lingko ini dibuat Gubernur Anies Baswedan hanya beberapa bulan setelah Wagub Sandi Uno lengser.
Kala itu Anies berkilah, nama Jak Lingko lebih mencerminkan makna dari program tersebut.
Adapun OK-Otrip atau Jak Lingko ini bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh moda transportasi umum di ibu kota.
4. Mengganti 22 Nama Jalan dengan Tokoh Betawi

Beberapa bulan jelang lengser, Gubernur Anies Baswedan justru membuat kebijakan kontroversial dengan mengubah 22 nama jalan dengan tokoh Betawi.
Anies berdalih, pergantian nama dilakukan untuk menghargai dan menghormati para tokoh yang telah berjalan dalam perkembangan Jakarta hingga saat ini.
Namun, kebijakan ini mendapat banyak penolakan dari masyarakat lantaran warga terdampak harus mengganti seluruh dokumen kependudukan.
Penggantian dokumen kependudukan ini pun berimbas luas pada dokumen kepemilikan kendaraan hingga surat-surat tanah.
Berikut daftar jalan yang diubah namanya oleh Gubernur Anies Baswedan:
1. Jalan Entong Gendut (sebelumnya Jalan Budaya);
2. Jalan Haji Darip (sebelumnya Jalan Bekasi Timur Raya);
3. Jalan Mpok Nori (sebelumnya Jalan Raya Bambu Apus);
4. Jalan H. Bokir Bin Dji'un (sebelumnya Jalan Raya Pondok Gede);
5. Jalan Raden Ismail (sebelumnya Jalan Buntu);
6. Jalan Rama Ratu Jaya (sebelumnya Jalan BKT Sisi Barat);
7. Jalan H. Roim Sa'ih (sebelumnya bernama Bantaran Setu Babakan Barat);
8. Jalan KH. Ahmad Suhaimi (sebelumnya bernama Bantaran Setu Babakan Timur);
9. Jalan Mahbub Djunaidi (sebelumnya Jalan Srikaya);
10. Jalan KH. Guru Anin (sebelumnya Jalan Raya Pasar Minggu sisi Utara);
11. Jalan Hj. Tutty Alawiyah (sebelumnya Jalan Warung Buncit Raya);
12. Jalan A. Hamid Arief (sebelumnya Jalan Tanah Tinggi 1 gang 5);
13. Jalan H. Imam Sapi'ie (sebelumnya Jalan Senen Raya);
14. Jalan Abdullah Ali (sebelumnya Jalan SMP 76);
15. Jalan M. Mashabi (sebelumnya Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Utara);
16. Jalan H. M. Shaleh Ishak (sebelumnya Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Selatan);
17. Jalan Tino Sidin (sebelumnya Jalan Cikini VII);
18. Jalan Mualim Teko (sebelumnya Jalan depan Taman Wisata Alam Muara Angke);
19. Jalan Syekh Junaid Al Batawi (sebelumnya Jalan Lingkar Luar Barat);
20. Jalan Guru Ma'mun (sebelumnya Jalan Rawa Buaya);
21. Jalan Kyai Mursalin (sebelumnya Jalan di Pulau Panggang);
22. Jalan Habib Ali Bin Ahmad (sebelumnya Jalan di Pulau Panggang).
5. Ganti RSUD dengan Istilah Rumah Sehat untuk Jakarta
Teranyar, Gubernur Anies Baswedan mengganti istilah RSUD dengan Rumah Sehat untuk Jakarta.
Kebijakan ini pun menuai polemik, bahkan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menilai Anies melanggaran UU No 4 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Sebab, dalam aturan itu nama yang digunakan ialah rumah sakit bukan rumah sehat untuk Jakarta.