PDIP Ungkap 10 Kasus Dugaan Intoleransi di Sekolah Negeri Jakarta: Ini Diskriminasi kepada Siswa

Pertama, dugaan intoleransi di SMAN 58 Jakarta Timur berupa larangan atau imbauan untuk tidak memilih ketua OSIS yang berbeda agama.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Acos Abdul Qodir
TribunJakarta.com/Nur Indah Farrah
Suasana rapat antara Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta dengan pimpinan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Rabu (10/8/2022). Rapat di antaranya membahas inteloreansi di sekolah, termasuk kasus dugaan pemaksaan penggunaan jilbab siswi di sekolah negeri.  

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Sekretaris Fraksi PDI-Perjuangan DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo ungkap ada 10 kasus dugaan intoleransi di lingkungan sekolah negeri di Jakarta.

Hal ini disampaikannya saat rapat Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta dengan Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta di DPRD DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2022).

"Ada 10 case yang kita ungkap," ujarnya di lokasi, Rabu (10/8/2022).

Pertama, dugaan intoleransi di SMAN 58 Jakarta Timur berupa larangan atau imbauan untuk tidak memilih ketua OSIS yang berbeda agama. "Sudah mediasi kepada beberapa stakeholder," ujarnya.

Kedua, lanjut Rio, terjadi di SMAN 101 Jakarta Barat terkait dugaan penggunaan jilbab di sekolah bagi siswa non muslim setiap hari Jumat.

Dilanjutkannya, ada juga aduan inteloreansi dari masyarakat terkait SMPN 46 Jakarta Selatan, SD Negeri 2 Jakarta Pusat, SMK Negeri 6 Jakarta Selatan, SMP Negeri 75 Jakarta Barat.

Baca juga: Siswi SMP di Jaksel Tertekan Usai Diminta Pakai Jilbab, Kepsek: Awalnya Guru Tanya Agama yang Dianut

Selanjutnya dari SMP Negeri 74 Jakarta Timur, SDN 03 Tanah Sereal Jakarta Barat, SMPN 250 Jakarta Selatan, serta SD Negeri 03 Cilangkap Jakarta Timur.

"Keluhan tentang praktik-praktik yang demikian. Kemudian di SMP 46, viral di media. Kemudian di SDN 2 Jakarta Pusat. Kemudian di SMKN 6 Jaksel. SMPN 75 Jakbar. SMPN 74 Jaktim. SDN 03 Sereal Jakbar. SMPN 250 Jaksel. SDN 3 Cilangkap Jaktim," pungkasnya.

Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta hari ini memanggil Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta untuk meminta keterangan terkait adanya dugaan pemaksaan menggunakan jilbab untuk siswi di sekolah negeri.

Berdasarkan informasi yang diterima TribunJakarta.com, pemanggilan Disdik DKI ini akan berlangsung pukul 10.30 WIB nanti di ruang rapat Fraksi PDIP gedung DPRD DKI Jakarta.

"Iya betul (Disdik dipanggil)," ucap Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono saat dikonfirmasi, Rabu (10/8/2022).

Politikus senior PDIP ini menyebut, pemanggilan dilakukan untuk meminta keterangan dari Disdik DKI.

Pasalnya, PDIP banyak mendapat pengaduan dari masyarakat soal diskriminasi yang terjadi di sekolah, khususnya soal dugaan pemaksaan menggunakan jilbab oleh oknum guru sekolah negeri.

"Karena ada keluhan masyarakat, yang melakukan pengaduan banyak. Ibaratnya kan memaksa, makanya mau klarifikasi," ujarnya. 

"Kami mau klarifikasi terhadap pengaduan masyarakat itu, bener enggak seperti itu. Kita kan harus klarifikasi, jangan sepihak," sambungnya.

Walau sudah banyak pengaduan, Gembong enggan berasumsi adanya kelemahan dalam sistem pengawasa.

Oleh karena itu, ia ingin mendengar lebih dulu penjelasan dari Disdik DKI.

"Kan kita belum tahu, belum tahu penjelasan dari kepala dinas. Sebelum dipanggil masa kita sudah tahu," tuturnya.

Disdik DKI Bantah Ada Pemaksaan Pakai Hijab di Sekolah

Dinas Pendidikan DKI Jakarta membantah adanya pemaksaan yang dilakukan oknum guru terhadap siswi sekolah negeri di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan untuk mengenakan jilbab saat bersekolah.

Hal ini diungkapkan Kasubag Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taga Radja Gah berdasarkan keterangan dari oknum guru yang diduga melakukan pemaksaan tersebut.

"Itu enggak benar, yang bilang maksa siapa? Gurunya? Gurunya siapa? Kami sudah tanya ke sana enggak ada diwajibkan, apalagi dipaksa-paksa," ucapnya, Rabu (3/8/2022).

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana saat menghadiri kegiatan program vaksinasi Covid-19 di Sekolah BM 400, Pondok Pinang, Jakarta Selatan pada Rabu (4/8/2021).
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana saat menghadiri kegiatan program vaksinasi Covid-19 di Sekolah BM 400, Pondok Pinang, Jakarta Selatan pada Rabu (4/8/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini berkilas, oknum guru tersebut hanya mengimbau muridnya untuk berhijab.

Sebab, saat itu sedang ada kegiatan membaca Al-Qur'an di sekolah tersebut.

"Itu kan ada (kegiatan) baca Al-Qur'an, jadi sebaiknya menggunakan hijab. Itu yang saya dengar, tidak ada pemaksaan ayau kewajiban kepada semua muslimah atau siswa yang beragama Islam menggunakan hijab," ujarnya.

Taga menegaskan, tak ada kewajiban bagi siswi beragama Islam untuk mengenakan jilbab.

Hal ini merujuk pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 178 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah.

"Memang itu dijelaskan ada pengaturan penggunaan baju buat muslimah, termasuk hijab, cuma dengan pasal itu dalam keterpanggilan," tuturnya.

"Artinya menggunakan hijab itu bukan semua yang di sekolah negeri, itu disesuaikan dengan tingkat keyakinannya," sambungnya.

Walau demikian, ia menyebut, sekolah akan tetap mengimbau para siswa muslim mengenakan jilbab dalam kondisi tertentu, seperti saat kegiatan agama Islam.

Imbauan diberikan sebagai bentuk edukasi kepada para murid sesuai dengan syariat Islam.

"Di semua sekolah negeri itu kan ada kegiatan keagamaan, ada materi agama, seperti salat, kan salat harus pakai mukena. Jangan karena ini toleransi jadi enggak pakai mukena, kan enggak berjalan itu syariatnya," tuturnya.

Kasus Dugaan Pemaksaan Mengenakan Jilbab di Jakarta Barat

Adanya dugaan pemaksaan kepada siswi sekolah negeri untuk mengenakan hijab kembali terjadi.

Dugaan itu dilaporkan para orang tua murid yang keberatan anak perempuannya 'diwajibkan' mengenakan hijab kepada Anggota DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah.

Dipaparkan Ima, setidaknya ada dua sekolah negeri di Jakarta Barat yang diduga mengintimidasi siswi untuk berhijab yakni sebuah SD negeri di Tambora dan SMP negeri di kawasan Kebon Jeruk.

"Saya mendapatkan laporan dari beberapa orang tua bahwa ada sekolah negeri yang mewajibkan memakai baju panjang bahkan memaksakan memakai hijab," kata Ima saat dikonfirmasi.

Baca juga: Terungkap Identitas Pelaku Bully Sundut Rokok Anak di Serpong, Polisi: 8 Orang Masih di Bawah Umur

Menurut Ima, pemaksaan yang dilakukan kepada siswi di sekolah dapat mengancam keberagaman di lingkungan pendidikan.

“Kalau dipaksa pakai jilbab itu tidak dibenarkan, beda halnya kalo memang si anak mau pakai dari hati nya.

Kasihan juga anak yang sudah beli seragam biasa disuruh ganti dan akhirnya jadi beli lagi kena biaya lagi.” Ujar Ima.

Dugaan Pemaksaan Berhijab yang Dilakukan Oknum Guru di Jakarta Selatan

Peneguran pemakaian jilbab di SMP 46 Jakarta Selatan membuat siswi berinisial R (13) tertekan dan merasa disudutkan.

Wali murid R, Dania Nasution (24) berharap kasus guru yang terkesan memaksa siswi memakai jilbab di sekolah tersebut tak terulang lagi.

Sebab, pemakaian jilbab tergantung dalam diri siswi tersebut.

"Ya jangan terlalu dipaksakan. Karena namanya hijab atau jilbab harus dari hati. Mungkin guru boleh sekadar mengingatkan saja," katanya saat dikonfirmasi TribunJakarta.com pada Selasa (2/8/2022).

Siswi berinisial R (13), mengaku ditegur oleh gurunya lantaran tidak memakai jilbab.

Peneguran itu terjadi beberapa kali terhadap R.

"Cuman namanya anak kecil, dia tuh nangkepnya kok gue kayak dipaksa pakai kerudung di sekolah," kata kakak korban, Dania Nasution (24) saat dikonfirmasi TribunJakarta.com pada Selasa (2/7/2022).

R mengaku tertekan dengan gurunya yang saban Senin dan Kamis mengajar kerap menegurnya.

Ada dua guru yang menegur R agar memakai jilbab.

Bahkan, siswi itu sempat merasa disudutkan lantaran guru itu menegurnya di depan anak-anak di kelas.

"Salah satu guru tuh ngomonginnya di depan kelas gitu. Jadi mungkin adik saya merasa disudutkan," tambahnya.

Karena tertekan, R meminta Dania untuk membelikannya dua buah jilbab.

Dania lalu curiga. Sebab, adiknya itu sehari-hari tak memakai jilbab.

"Saya heran dong loh kenapa? Kan kerudung dipakai hari Jumat aja, akhirnya dia ngaku cerita," lanjutnya.

Akibat kejadian itu, R tak ingin masuk sekolah.

Baca juga: Pelajar di Kabupaten Tangerang Dilarang Bawa Kendaraan ke Sekolah, Bupati: Mending Beli Sepeda

Ia sempat berdalih ke Dania bahwa dirinya lagi sakit.

"Hari Senin kemarin dia enggak masuk karena sakit. Pengakuan akhirnya dia bilang soalnya guru yang negor ngajar kelasnya setiap Senin dan Kamis," katanya.

R lalu meminta kakaknya itu untuk datang ke sekolah.

Akan Dievaluasi

Dania menceritakan hal yang tidak mengenakkan itu kepada wali kelas adiknya.

"Katanya terimakasih atas evaluasinya. Nanti disampaikan ke guru yang bersangkutan," katanya.

Dania sebenarnya menganggap teguran terhadap adiknya merupakan niat baik dari guru itu.

Namun, penyampaiannya mungkin tidak dipahami dengan baik.

"Niat gurunya mungkin baik, cuman kan namanya anak kecil dan bahasanya juga kurang enak jadi dia nangkepnya kayak dipaksa pakai jilbab," tambahnya.

Menurut Dania, orangtuanya membebaskan anak-anaknya untuk memakai jilbab.

Sebab, memakai jilbab atau tidak tergantung dari kesiapan orang itu.

"Dari diri adik saya belum mau. Saya muslim, ibu dan adik saya yang kedua pakai jilbab. Cuman kalau dalam diri dia belum mau kan enggak apa-apa. Toh ini bukan sekolah Islam tapi negeri," pungkasnya.

Kasus ini juga sudah menjadi perhatian Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved