Rumah Sakit Didorong Untuk Gunakan Alkes Dalam Negeri
Kementerian Kesehatan, terus berupaya untuk melakukan pengembangan terhadap industri alat kesehatan (alkes) dalam negeri.
Penulis: Pebby Ade Liana | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan wartawan TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan, terus berupaya untuk melakukan pengembangan terhadap industri alat kesehatan (alkes) dalam negeri.
Pengembangan alat kesehatan tersebut, dilakukan sebagai langkah Kemenkes untuk mendorong percepatan kemandirian alkes.
Sejauh ini, Direktur Produksi dan Distribusi Alat kesehatan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Sodikin Sadek mengatakan, masih terdapat beberapa kendala yang membuat penggunaan alkes dalam negeri tidak sebanding dengan produk luar negeri di Indonesia.
Salah satunya, terkait dengan jenis alat kesehatan itu sendiri.
Dimana, kebanyakan alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri merupakan alat kesehatan yang low risk.
"Padahal, alkes yang banyak dibutuhkan itu high risk. Contohnya, untuk jantung, kemudian untuk CT scan, MRI, dan yang lainnya di Indonesia itu belum bisa dibuat," kata Sodikin saat diwawancarai secara langsung dalam acara Gakeslab di kawasan Gatot Subroto, baru-baru ini.
"Kedua kendalanya dari user. User belum terbiasa menggunakan produk lokal, makanya kita sekarang terus menerus gencar kepada user di rumah sakit untuk terus mencoba produk-produk alkes dalam negeri," sambungnya.
Baca juga: Rumah Mewah di Pamulang Digeruduk Massa, Pagarnya Dicoret Penipu Alkes, Ada 2 Bangkai Ayam Busuk
Oleh sebab itu, pengembangan terhadap industri dalam negeri terus dilakukan sebagai langkah untuk menuju percepatan kemandirian alat kesehatan.
Dalam pemaparannya, ia menjelaskan berdasarkan pasal 66 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, disebutkan bahwa kementerian, lembaga, atau perangkat daerah wajib menggunakan produk dalam negeri jika terdapat produk yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40 persen.
Namun jika hal ini tidak terpenuhi, maka dapat memilih produk dalam negeri dengan Nilai TKDN berada di bawah 25 persen.
"Tapi, jika tidak ada produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN, maka boleh membeli produk dalam negeri dengan izin AKD saja. Namun jika tidak ada juga produk dalam negeri, maka baru boleh membeli produk impor dengan izin AKL (alat kesehatan luar negeri)," kata dia.
Adapun saat ini, tatacara perhitungan TKDN Alkes sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 31 Tahun 2022 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro.
Perhitungan TKDN yang baru ini, diharapkan mampu menjadi daya ungkit agar industri dalam negeri lebih mudah memproduksi alkes dengan sumber bahan baku dalam negeri.
Sehingga pemanfaatan alat kesehatann dalam negeri dalam pemenuhan kebutuhan alat kesehatan di fasyankes dapat dilakukan secara maksimal.
"Kementerian Kesehatan akan terus mendorong dan mendukung industri alat Kesehatan dalam negeri agar memiliki daya saing untuk mendukung kemandirian alat kesehatan, meningkatkan produksi alat kesehatan dalam negeri sebagai substitusi impor, serta dalam proses produksinya menggunakan komponen bahan baku yang diproduksi di dalam negeri," kata Sodikin.
Ia pun menyebut, dengan menggunakan alat kesehatan dalam negeri maka user telah ikut berkontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia.
Khususnya, dalam mengembangkan industri alat kesehatan dalam negeri, serta menguatkan daya saing ekonomi baik secara nasional maupun global.
Percepatan Kemandirian Alkes
Dalam kesempatan yang sama, Kementerian Kesehatan mengapresiasi langkah PT Surveyor Indonesia bersama Asosiasi Perusahaan Alat Kesehatan Gakeslab, untuk berkolaborasi dalam percepatan kemandirian alat kesehatan dalam negeri.
Kolaborasi tersebut, diwujudkan lewat penandatanganan MoU antara Gakeslab bersama Surveyor Indonesia terkait kerjasama untuk meningkatkan kualitas survei produk pada alat kesehatan.
Dimana, hal ini menjadi bagian penting dari proses sertifikasi TKDN atau Tingkat Komponen Dalam Negeri.
Sekretaris Jenderal Gakeslab Indonesia, Randy H Teguh menuturkan, selama tiga bulan terakhir pihaknya bersama Surveyor Indonesia telah melatih industri alkes di bawah naungannya dalam mempersiapkan diri untuk proses sertifikasi TKDN.
Sebab, kata dia proses sertifikasi TKDN alkes selama ini masih terbilang lambat lantaran terbatasnya kapasitas lembaga survei.
Adapun kata dia, kini hanya ada dua lembaga survei yang mendapatkan mandat untuk melakukan survei sertifikasi TKDN tersebut, salah satunya ialah Surveyor Indonesia.
"Selain itu, harga layanan survei pun masih amat tinggi, sehingga banyak industri alkes yang mengalami kesulitan untuk mendanai proses survei,” tambah Randy.
Adapun lewat kerjasama ini, keduanya diharapkan dapat memfasilitasi proses sertifikasi TKDN pada alat kesehatan yang merupakan produksi dalam negeri.