Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022

Tragedi Kanjuruhan yang Sebenarnya Lebih Ngeri dari yang Beredar di TV, Mahfud MD: Ini dari CCTV

Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) kasus tragedi Stadion Kanjuruhan, Mahfud MD, menggambarkan ngerinya detik-detik kerusuhan.

SURYA/PURWANTO
Suporter Arema FC, Aremania turun ke stadion usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Aremania meluapkan kekecewaannya dengan turun dan masuk kedalam stadion usai tim kesayangannya kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) kasus tragedi Stadion Kanjuruhan, Mahfud MD, menggambarkan ngerinya detik-detik peristiwa yang terekam melalui CCTV.

Mahfud MD mengatakan, proses jatuhnya korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, sangat mengerikan daripada sejumlah video yang sudah beredar di media sosial maupun televisi.

"Fakta yang kami temukan, korban yang jatuh, proses jatuhnya korban jauh lebih mengerikan dari yang beredar di televisi maupun medsos," ungkap Mahfud MD dalam keterangan pers, Jumat (14/10/2022) siang.

Mahfud MD mengatakan pihaknya merekonstruksi sebanyak 32 CCTV yang dimiliki aparat.

"Jadi itu lebih mengerikan dari sekadar semprot mati semprot mati gitu."

"Ada yang saling gandengan untuk keluar bersama, satu bisa keluar, satu tertinggal, yang di luar balik lagi untuk nolong temannya, terinjak-injak, mati," ungkap Mahfud MD.

Baca juga: IPW : Belum Kelar Ferdy Sambo dan Kanjuruhan, Ditangkapnya Teddy Minahasa Kian Coreng Polri

CCTV juga merekam adanya suporter yang berusaha memberikan bantuan pernapasan rekannya yang sudah tidak bisa bernapas.

Namun saat mencoba membantu, ia juga turut menjadi korban.

"Lebih mengerikan dari yang beredar, karena ini ada di CCTV," ujarnya.

 


Gas Air Mata Jadi Penyebab Utama

Lebih lanjut, Mahfud MD menekankan seluruh korban tragedi Kanjuruhan disebabkan karena adanya semprotan gas air mata.

"Yang mati dan cacat, serta sekarang kritis, dipastikan itu terjadi karena desak-desakan, setelah ada gas air mata yang disemprotkan, itu penyebabnya," ungkapnya.

Adapun tingkat keberbahayaan atau racun dari gas air mata itu, saat ini sedang diperiksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

"Tetapi, apapun hasil pemeriksaan dari BRIN, tidak bisa mengurangi kesimpulan bahwa kematian massal itu terutama disebabkan oleh gas air mata," tegas Mahfud MD.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved