Polisi Diminta Jerat ASN Pelaku Penyiksaan PRT di Jakarta Timur dengan Pasal Berlapis
Eva Kusuma Sundari mengatakan pelaku yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) itu telah melakukan serangkaian tindak pidana.
Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, DUREN SAWIT - Koalisi Sipil Undang Undang Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PRT) berharap pelaku penyiksaan PRT berinisial RNA (18) asal Cianjur, Jawa Barat dijerat pasal berlapis.
Hal ini menyusul penanganan kasus penganiayaan dialami RNA selama pada rumah majikannya di Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur yang ditangani Polda Metro Jaya.
Koordinator Koalisi Sipil Undang Undang Perlindungan PRT, Eva Kusuma Sundari mengatakan pelaku yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) itu telah melakukan serangkaian tindak pidana.
Pasalnya akibat perbuatan pelaku yang merupakan pasangan suami istri (Pasutri) tersebut RNA mengalami luka berat dan hingga kini harus menjalani rawat jalan serta trauma berat.
"Banyak banget. UU Perlindungan Anak. UU PKDRT (penghapusan kekerasan dalam rumah tangga), penganiayaan, human trafficking TPPO," kata Eva saat dikonfirmasi di Jakarta Timur, Jumat (28/10/2022).
Baca juga: Kerja Ke Jakarta, ART Remaja Asal Cianjur Jadi Korban Kekerasan Majikan
Jerat pasal perlindungan anak tersebut karena ketika penyiksaan berlangsung pada bulan Juni hingga akhir Oktober 2022 lalu RNA masih berusia 17 tahun, atau secara hukum berstatus anak.
Sementara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) karena penyalur kerja yang menyalurkan RNA kepada majikannya tidak resmi, pertemuan korban pun berlangsung di mall.
"Kepala desanya (RNA tinggal) bingung ada warganya pergi enggak tahu ke mana. Sampai R pulang baru ketahuan semua badannya rusak (mengalami luka penganiayaan)," ujarnya.
Soal pasal penganiayaan karena Pasutri majikan RNA melakukan kekerasan fisik secara bergantian oleh Pasutri majikannya secara bergantian sehingga mengalami banyak luka.
Dari luka tampar hingga telinganya mengalami pendarahan dan nanah, kedua mata minus empat akibat disiram air cabai dan lada, ditendang, ditelanjangi lalu dipaksa tidur di balkon, hingga dibotaki.
Eva menuturkan sepatutnya Pasutri majikan RNA dapat dijerat UU PRT, nahas UU khusus yang digodok sejak 18 tahun lalu tersebut hingga kini masih dalam tahap rancangan di tingkat DPR RI
"Menyoal relasi kerja dengan majikannya belum bisa ditangani karena belum ada. Jadi kenapa perlu sekali UU karena peraturan yang berlaku sekarang ada eksploitasi, perbudakan, dan seterusnya," tuturnya.
Contohnya aspek pengawasan ketika PRT bekerja, tidak ada regulasi yang mengatur bahwa seorang majikan harus melapor kepada pengurus RT dan RW setempat agar dapat mempekerjakan PRT.
Banyak kasus penyiksaan PRT dilakukan oleh majikan tapi luput dari pengawasan pengurus lingkungan setempat, padahal PRT termasuk kelompok rentan yang kerap jadi korban.
Eva juga menuturkan bagaimana PRT yang seharusnya mendapatkan bantuan sosial (Bansos) dari Kementerian Sosial (Kemensos), tapi karena tidak ada regulasi yang mengatur hal ini luput.
"Yang harusnya ditangani Kemensos enggak kejangkau. Karena Bansos berdasarkan RT/RW. Kalau berdasarkan RT/RW yang tidak dapat. Padahal kondisinya memenuhi di UU penuntasan kemiskinan," lanjut Eva.
Eva menuturkan dalam kasus RNA Kemensos sudah turun tangan memberikan bantuan dengan menanggung biaya pengobatan, pendidikan dan bantuan lainnya.
Kemensos sendiri memastikan RNA yang pada Jumat (28/10) ini sudah diperbolehkan pulang ke Cianjur untuk menjalani rawat jalan akan mendapatkan pendampingan psikologis.
"Ini artinya sistem dalam negara sudah ada. Cuman karena enggak ada UU (khusus perlindungan PRT) sehingga PRT yang merupakan kelompok masyarakat rentan dan vulnerable enggak terjangkau," sambung dia.
Sebelumnya RNA bekerja sebagai PRT pada Pasutri warga Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur sejak Mei hingga akhir bulan Oktober 2022.
Tapi sejak Juni hingga akhir bulan Oktober 2022 RNA dianiaya secara biadab oleh Pasutri majikannya secara bergantian dengan alasan dianggap tidak bekerja dengan baik.
RNA ditampar, ditendang, disiram air cabai dan lada, ditelanjangi lalu dipaksa tidur di balkon, bahkan upahnya dipotong dengan alasan untuk ganti rugi bila ada perabot rumah yang rusak.
Sejak Juni hingga akhir Oktober total gaji yang diterima RNA bahkan tidak sampai Rp3 juta, padahal dalam perjanjian kerja korban dijanjikan upah sebanyak Rp1,8 juta per bulan.
Penganiayaan baru berakhir setelah Pasutri majikannya mengantar RNA ke Terminal Kampung Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur untuk dipulangkan ke kampung halaman.
Setibanya di kampung halaman RNA lalu menceritakan bahwa dia menjadi korban tindak pidana perdagangan orang oleh penyalur kerja dan dianiaya Pasutri majikannya.
Pihak keluarga melaporkan kasus dialami RNA ke Kantor Staf Presiden (KSP) hingga akhirnya korban dapat dirawat inap di RSPAD dan kasus mendapatkan atensi dari Polda Metro Jaya.