Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak

Sidang Ferdy Sambo, Psikolog Forensik ''Khawatir'' Adanya Ekspektasi Berlebih pada Tes Poligraf

Sidang Ferdy Sambo cs kini sedang panas membahas soal hasil tes kejujuran atau poligraf.

Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
Kompas TV
Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo menegur Ahli Poligraf dari Polri, Aji Febrianto Ar-Rosyid saat persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan agenda mendengarkan saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (14/12/2022). 

Sementara itu, menurut Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel, bila kubu para terdakwa keberatan dengan kesaksian ahli poligraf maka mereka berkesempatan untuk mendatangkan ahli lain yang mengutarakan pendapat berbeda.

Baca juga: Hasil Tes Poligraf Bisa Jadi Senjata Hakim Cecar Terdakwa yang Terindikasi Berbohong

"Bisa dicounter dengan mendatangkan ahli yang lain.

Bagi jaksa dan pengacara itu merupakan pertarungan, sedangkan bagi majelis hakim adanya perbedaan pandangan ahli merupakan pengayaan sehingga hakim mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai suatu gembaran," jelas Reza dilansir dari Youtube Tv One News, Kamis (15/12/2022).

Lebih lanjut, Reza "khawatir" adanya ekspektasi berlebih yang ditunjukan terhadap hasil uji poligraf.

"Sebagaimana ekspektasi yang berlebihan pada penerapan pemeriksaan psikologi untuk mengetahui apakah seseorang sudah diperkosa atau tidak.

Ilustrasi - Istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, menepis hasil tes poligraf yang menyatakan dirinya terindikasi melakukan kebohongan soal tidak berselingkuh dengan ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, dalam sidang kasus pembunuhan berencana Briagadir J, dengan terdakwa Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Maruf, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022). 
Ilustrasi - Istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, menepis hasil tes poligraf yang menyatakan dirinya terindikasi melakukan kebohongan soal tidak berselingkuh dengan ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, dalam sidang kasus pembunuhan berencana Briagadir J, dengan terdakwa Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Maruf, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022).  (Kolase TribunJakarta.com)

Kalau kemudian ekspektasinya sudah berlebihan khawatir instrumen, metode atau pendekatan yang digunakan untuk memeriksa seseorang akan menjadi alat yang sikapnya bagaimana terperiksa secara semena-mena disimpulkan lewat pemeriksaan dengan instrumen yang sesungguhnya tidak tepat sasaran," papar Reza.

Reza memahami bahwa poligraf ditujukan untuk mendeteksi kebohongan.

"Tapi definisi kebohongan tidak bisa terdeteksi oleh poligraf karena poligraf tidak mengetahui kenyataan.

Sehingga poligraf tidak bisa menarik kesimpulan apakah ada kesenjangan antara pernyataan dan kenyataan," lanjut Reza.

Kata Kriminolog

Sementara itu, Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala menyebut poligraf atau uji kebohongan bisa menjadi senjata bagi majelis hakim untuk mencecar para terdakwa yang terindikasi berbohong.

Adrianus menduga, hakim bisa saja akan lebih intens dalam menggali keterangan-keterangan terdakwa yang sebelumnya telah dinyatakan sebagai kebohongan dari uji poligraf.

"Jadi bisa saja ini menjadi satu amunisi baru bagi hakim," kata Adrianus di Breaking News Kompas TV, Rabu (14/12/2022).

Baca juga: Hasil Tes Poligraf Terindikasi Bohong, Kuat Maruf Ngotot: Saya Sudah Jujur Kok

Adrianus juga menilai, perbedaan hasil uji poligraf dari lima terdakwa juga karena latar belakang mereka yang berbeda.

Menurut Adrianus, Putri Candrawathi mendapatkan skor negatif tertinggi karena ia tak terbiasa dengan hal-hal terkait hukum.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved