Loyalitas Gembong Warsono Teruji untuk PDI, Tak Gentar Meski Digeprak Pistol Ketua RW

Ancaman dari sang ketua RW meski sudah menggebrak dengan pistolnya tak membuat Gembong Warsono ciut menggerakkan kader PDI.

Elga Hikari Putra/TribunJakarta.com
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono. Ancaman dari sang ketua RW meski sudah menggebrak dengan pistolnya tak membuat Gembong Warsono ciut menggerakkan kader PDI. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com. Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Ancaman dari sang ketua RW meski sudah menggebrak dengan pistolnya tak membuat Gembong Warsono ciut.

Gembong seakan tak peduli. Justru intimidasi itu membuatnya makin getol menggerakkan kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

"Saya aktif banget waktu itu gerakin pemuda di sana, RW-nya gerah juga, kebetulan dia polisi," kata Gembong saat ditemui di kantor DPD PDI Perjuangan, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023).

Peristiwa itu terjadi di saat era orde baru masih berkuasa. Masa dimana pergerakan PDI seakan begitu dibatasi.

Adapun Gembong bukan warga asli di sana. Di Kebayoran Lama, Gembong tinggal menumpang di rumah saudaranya yang bekerja sebagai pegawai negeri Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Sampai Ketua RW itu mengancam saudara saya mau dilaporin ke BPN.

Baca juga: Soal Calon Sekda DKI, Fraksi PDIP Berharap yang Bisa Jembatani antara Eksekutif dan Legislatif

Tapi saya tantangin balik, saya bilang enggak ada urusan saya saudara saya. Bahwa saya tinggal sama saudara saya iya, tapi urusan politik saya enggak ada urusan sama dia.

Pak RW itu marah sampai pistolnya dibanting di meja di depan saya," papar Gembong menceritakan pengalaman masa lalunya.

Karir Gembong di PDI memang dimulai dari Kebayoran Lama.

Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono saat berbincang dengan manager content TribunJakarta.com di Kantor DPD PDI Perjuangan, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023).
Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono saat berbincang dengan manager content TribunJakarta.com di Kantor DPD PDI Perjuangan, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023). (Elga Hikari Putra/TribunJakarta.com)

Pria asal Wonogiri, Jawa Tengah itu pertama kali menginjakan kaki di Kebayoran Lama pada tahun 1983 saat dia baru lulus dari SMA.

Saat itu, Gembong diminta orangtuanya di deaa untuk tinggal bersama saudara dari ibunya yang memang mapan secara ekonomi.

Tujuannya agar Gembong bisa segera mendapat pekerjaan. Tapi nyatanya Gembong malah lebih aktif berkegiatan di partai.

Tahun 1993, Gembong naik jadi koordinator kecamatan (Korcam) PDI Kebayoran Lama.

Baca juga: Polisi Belum Tahu Penyebab Kematian Kader PDIP yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Pesanggrahan

Ujian Gembong akan loyalitasnya pada PDI diuji saat peristiwa penyerangan kantor PDI pada 27 Juli 1996 atau yang dikenal istilah Kudatuli atau Kerusuhan dua puluh tujuh Juli.

Pasca insiden itu, Gembong mantap berada di kubu Megawati Soekarnoputri.

"Saat itu saya anak muda yang sesuai aturan. Bu Mega adalah ketua umum hasil kongres yang akhirnya jadi keputusan munas yang merupakan keputusan tertinggi dan bersama.

Tapi kok di tengah jalan mau dijegal sama teman-teman sendiri," tegas Gembong.

Selepas peristiwa Kudatuli, karir Gembong di PDI berjalan cukup moncer.

"1996 pecah partai PDI, saya ikut bu Mega. Setelahnya saya naik ke DPC Jakarta Selatan jadi wakil sekretaris. Saya rangkap jabatan di kecamatan di tingkat kota. Sedangkan jelang pemilu 1999, sekretaris DPC meninggal akhirnya saja jadi Plt sampai pemilu," papar Gembong.

Hattrick Gagal Jadi Anggota DPRD

Karir moncer di partai tak menjamin hal itu akan menular di karir politik Gembong. Setidaknya Gembong harus merasakan tiga kali kalah dalam kontestasi caleg dengan berbagai penyebab yang disebutnya begitu lucu.

Kegagalan pertama Gembong terjadi di Pemilu 1999. Berkat jabatan Plt DPC Jakarta Selatan dari PDI yang saat itu sudah berganti nama menjadi PDI Perjuangan, Gembong berhak mendapat nomor pertama di pencalonan caleg.

Namun karena sadar diri masih terlalu muda, ia melepaskan hak istimewa yang didapatnya dan memilih nomor tinggi.

Alhasil memang kecil kemungkinannya lolos karena saat itu masih menggunakan sistem proporsional tertutup berdasarkan nomor urut pencalonan.

"Pemilu 1999 ternyata PDI Perjuangan dapat 30 kursi, saya nomor 33. Di perjalanan meninggal dua orang. Jadinya sampai nompr urut 32 di pemilu iti jadi anggota DPRD, saya pas di nomor 33, ya enggak lolos," kata Gembong.

Sekretaris DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta, Gembong Warsono saat berbincang dengan manager content TribunJakarta.com di Kantor DPD PDI Perjuangan, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023).
Sekretaris DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta, Gembong Warsono saat berbincang dengan manager content TribunJakarta.com di Kantor DPD PDI Perjuangan, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023). (Elga Hikari Putra/TribunJakarta.com)

Atas kegagalan di 1999 memang Gembong tak terlalu kecewa.

"Saat itu saya masih muda, sadar diri sama kemampuan saya," kata Gembong.

Lima tahun berselang atau di 2024, Gembong yang sudah matang secara politik kembali maju sebagai caleg.

Kali ini, dapil di Jakarta sudah ada lima yang dibagi per kotamadya.

Gembong yang berada di nomor urut tiga pencalegan karena jabatan dia sebagai Sekretaris DPC PDI Perjuangan Jakarta Selatan. Berada di urutan teratas membuatnya optimistis posisi itu bisa mengantarnya ke gedung DPRD DKI Jakarta.

Namun sayang apa yang diharapkannya jauh dari kenyataan.

"2004 saya dapat nomor 3 dapil Jakarta Selatan. udah yakin jadi, eh PDI Perjuangan dapatnya cuma dua kursi. Ngenes bener," kata Gembong.

Di kongres PDI Perjuangan tahun 2005, Gembong kemudian memutuskan maju sebagai pengurus DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta. Ia pun mendapat jabatan sebagai Wakil Sekretaris Bidang Internal.

Di pemilu 2009, makin banyak yang menginginkan Gembong bisa menjadi walil rakyat.

Bahkan keinginan itu datang dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

"Sampai bu Mega bahasanya gini, dia bilang "Bong, saya juga mau lihat kamu pakai baju safari kayak orang-orang". Waktu itu Bu Mega panggil saya di Lenteng Agung, ada mas Pramono Anung juga selaku sekjen," ujar Gembong mengenang ucapan Megawati.

Oleh Megawati, Gembong pun ditawari kembali maju sebagai caleg DPRD DKI Jakarta. Kali ini dari dapil Jakarta Barat. Gembong ditempatkan di nomor urut 1.

Namun hal itu mendapat penolakan dari para kader PDI Perjuangan lantaran Gembong bukan berasal dari Jakarta Barat.

"Akhirnya saya dipanggil lagi oleh bu Mega. Ditanya kamu saya turun nomor mau ga? saya bilang Jakarta Bara itu tiga kursi sudah pasti bu.

Jadinya saya yang tadinya daftar sementara nomor 1, daftar tetap jadi nomor 3 karena kan calonnya itu selang seling laki perempuan," papar Gembong.

Namun lagi-lagi seolah alam belum merestui Gembong sebagai legislatif di DKI Jakarta. Sebab, ada keputusan dari Mahfud MD selaku Ketua Mahkamah Konstitusi waktu itu terkait digunakannya sistem proporsional terbuka di Pemilu 2009.

"Ya saya di Jakarta Barat batu tiga bulan, siapa yang kenal Gembong, yaudah gagal maning," tuturnya.

Dengan diterapkannya sistem proporsional terbuka, Gembong kemudian pindah dari pengurus DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta menjadi Ketua DPC Jakarta Selatan agar namanya dikenal di Jakarta Selatan.

Upaya itu terbukti ampuh. Di 2014, atau pada percobaan keempatnya, Gembong yang maju dari dapil Jakarta 7 yang meliputi Kecamatan Kebayoran Lama, Kebayoran Baru, Setiabudi, Cilandak dan Pesanggrahan berhasil lolos ke DPRD DKI Jakarta.

Jabatan itu berhasil dipertahankannya sampai Pemilu 2019 kala Gembong kembali lolos dengan perolehan 17.739 suara.

Di periode 2019-2024, Gembong pun dipercaya menjabat Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPRD DKI Jakarta.

"Enggak ada yang setahan itu. Modal saya ya cuma teken, tekun, tekan," ujar Gembong bila mengenang perjuangannya.


Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

 

 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved