Upah Boleh Dipotong Sampai 25 Persen, Partai Buruh Tuding Kebijakan Menaker Lebih Kejam dari Pinjol

Partai Buruh mengkritik kebijakan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah layaknya pinjaman online alias pinjol.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Partai Buruh mengkritik kebijakan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah layaknya pinjaman online alias pinjol.

Hal itu terkait kebijakan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang memperbolehkan pemotongan upah indutri padat karya orientasi ekspor hingga 25 persen persen.

Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan, selain Partai Buruh, seluruh elemen serikat buruh juga menolak permenaker tersebut.

Said menegaskan bahwa dalam sejarah Republik tidak pernah ada sebelumnya upah itu dipotong terhadap para pekerja.

"Baru kali pertama ini, seorang Menaker melakukan pemotongan upah tanpa dasar hukum," ujar Said dalam keterangannya, Sabtu (18/3/2023).

Baca juga: Partai Buruh: UU Cipta Kerja adalah Drakula Bisnis

Menurut Said, setidaknya ada empat alasan, mengapa  Permenaker No 5 Tahun 2023 ditolak buruh.

Pertama, Menaker telah melawan Presiden.

Partai Buruh dan organisasi serikat buruh berkeyakinan, Menaker tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan Presiden ketika mengeluarkan Permenaker No 5 Tahun 2023.

Baca juga: Partai Buruh Ajak Serikat Buruh Gelar Aksi di Depan Gedung DPR Tolak Pengesahan Omnibus Law

Pasalnya, kata dia, Presiden sudah menandatangai Perppu No 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang tidak mengatur dibolehkannya menurunkan upah buruh..

"Walaupun buruh menolak Perppu, tetapi dalam Perppu jelas diatur, dalam pasal tentang upah minimum dikatakan tidak boleh pengusaha membayar upah buruh di bawah upah minimum," ujar Said.

Said melanjutkan, untuk alasan kedua lantaran dia menilai permenaker itu menurunkan daya beli.

"Kalau upahnya murah, daya beli turun. Daya beli turun, konsumsi berkurang. Kalau konsumsi berkurang, pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai," kata Said.

Alasan ketiga, ujar Said yakni akan terjadi diskriminasi upah.

"Di dalam UU Perburuhan dan Konvensi ILO No 133, tidak boleh ada diskriminasi upah."

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved