Mantan Sipir Bongkar Wajah Kelam di Balik Penjara: Monopoli Makanan hingga Potongan Penarikan Uang

Pengakuan Tio Pakusadewo atas dugaan monopoli bisnis di Rutan dan Lapas yang dijalankan yayasan milik anak Menteri dibenarkan mantan sipir di Jakarta.

|
Penulis: Bima Putra | Editor: Satrio Sarwo Trengginas
Kompas.com
Ilustrasi penjara 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, PULOGADUNG - Pengakuan aktor Tio Pakusadewo atas dugaan monopoli bisnis di Rutan dan Lapas yang dijalankan yayasan milik anak Menteri dibenarkan mantan sipir di Jakarta.

Mantan sipir di Jakarta berinisial AB (61), mengatakan bahwa seluruh keterangan Tio sebagaimana disampaikan dalam konten dengan Uya Kuya memang wajah Rutan dan Lapas.

Namun wajah kelam Rutan dan Lapas ini tidak terlihat karena seluruh monopoli bisnis dilakukan dengan melibatkan tangan para warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan kedok pembinaan.

"Kantin yang jual makanan, minuman, kebutuhan sehari-hari dijalankan napi. Orang yayasan datang seminggu sekali kontrol dan audit," kata AB di Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (9/5/2023).

Lantaran melibatkan napi monopoli bisnis ini tidak terlihat secara kasatmata, padahal barang yang dijajakan dipatok lebih mahal dua kali lipat dibanding harga di luar Rutan dan Lapas.

Baca juga: Testimoni Tio Pakusadewo soal Monopoli Bisnis di Penjara Dibenarkan Mantan Sipir

Sementara untuk makanan yang dijual pada kantin yayasan milik anak Menteri tersebut sama dengan di luar Rutan dan Lapas, di antaranya nasi goreng, mie, dan lainnya.

"Dulu ketika masih ada koperasi, ada pegawai yang jual gorengan. Semenjak ada kantin milik anak Menteri ya semuanya enggak ada yang berani dagang lagi. Laundry juga dikuasai," ujarnya.

Bahkan rekening yang digunakan pihak keluarga untuk mentransfer uang kepada para WBP juga hanya bisa ditarik di mesin ATM milik yayasan tersebut, potongan per penarikannya sebesar 5 persen.

Baca juga: Viral Siswi SMA Kelas 1 di Bandung Diculik Mantan Pacar, Korban Sempat Ditodong Pisau

Program agar WBP tidak membawa uang tunai yang digagas Ditjen PAS untuk menghindari penyelewengan di Rutan dan Lapas justru menjadi lahan bisnis untuk memfasilitasi penarikan uang.

"Per harinya ratusan orang narik uang dari satu rekening itu. Transfer ke keluarga masuk ke satu nomor rekening, habis keluarga di luar mau transfer ke dalam lewat mana lagi," tuturnya.

Bila ditaksir perputaran uang dari keuntungan dagang dan penarikan uang pada satu Lapas mencapai puluhan hingga ratusan juta dalam satu hari, tentu berlipat-lipat jika digabung se-Indonesia.

AB menuturkan ada banyak pegawai Rutan dan Lapas yang tidak senang dengan monopoli ini, karena koperasi yang tadinya menjadi sebagai penghasilan tambahan untuk berjualan sirna.

Tapi para pegawai hanya bisa gigit jari dan terpaksa ikut berbelanja di kantin tersebut, karena melawan keberadaan monopoli berarti mempertaruhkan posisi dan karir mereka.

"Kalau dibilang ada pembinaan kepada napi lewat bimbingan kerja ya memang ada. Tapi hasil kerajinan napi yang katanya dijual itu juga mereka (napi) enggak dikasih uangnya," lanjut AB.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved