Pilpres 2024
‘Serang’ Jokowi Tapi Salah Kutip Data, Anies Ditampar PDIP: DKI Amburadul Tapi Urus Kerjaan Orang
Gilbert pun mengungkit kinerja Anies Baswedan selama lima tahun memimpin Jakarta pada periode 2017-2022 lalu.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Politikus PDIP Gilbert Simanjuntak mengkritik keras bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan yang menyerang Presiden Joko Widodo.
Sebagai informasi, Anies sebelumnya jadi sorotan setelah membandingkan pembangunan jalan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan zaman Presiden Jokowi.
Gilbert pun mengungkit kinerja Anies Baswedan selama lima tahun memimpin Jakarta pada periode 2017-2022 lalu.
Terasa aneh kenapa malah mempersoalkan pekerjaan orang lain dengan melihat negara, sedangkan diri sendiri tidak mampu bekerja untuk sebuah kota besar,” ucapnya saat dikonfirmasi, Sabtu (27/5/2023).
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta ini pun menyinggung soal kemacetan ibu kota yang kini kian parah.
Menururnya, hal itu terjadi karena salah urus di era kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan.
“Yang dilakukan di Jakarta adalah mempersempit jalan dengan memperlebar trotoar dan mengambil jalan yang ada untuk jalur sepeda,” ujarnya.
“Sekarang kemacetan makin parah di Jakarta juga ada sumbangan kebihakan ngawur mempersempit jalan ini,” sambungnya.
Baca juga: Anies Salah Kutip Pembangunan Era SBY dan Jokowi, Politikus PDIP: Tak Sesuai Akal Sehat
Oleh itu, anggota Komisi B DPRD DKI ini merasa aneh bila Anies justru terus-terusan mengkritik kebijakan Presiden Jokowi.
Apalagi, data yang disajikan olehnya itu tak sesuai dengan data yang dimiliki oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR).
Parahnya lagi, hingga saat ini belum ada permintaan maaf yang disampaikan oleh Anies Baswedan.
“Pada saat berkata soal adu gagasan, menjadi aneh kalau melihat data saja ngawur dan tidak minta maaf,” tuturnya.
Orangnya Anies Salahkan Media
Dilansir dari Kompas.com, analis komunikasi politik yang mendampingi bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan, Hendri Satrio (Hensat) memberi penjelasan mengenai Anies yang dituding salah menginterpretasikan data saat membandingkan pembangunan jalan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Jokowi.
Hensat meminta agar Kementerian PUPR mengklarifikasi data tersebut ke salah satu media online saja.
Sebab, menurutnya, Anies hanya membacakan data dari media tersebut saat membandingkan pembangunan jalan era SBY dan Jokowi.

"Itu PUPR menurut saya klarifikasi ke Katadata saja. Kan Mas Anies cuma membacakan hasil karya jurnalistiknya Katadata, gitu," ujar Hensat saat dihubungi, Rabu (24/5/2023) malam.
Lebih lanjut, Hensat mengatakan, seharusnya pemerintah berterima kasih kepada Anies Baswedan.
Menurutnya, karena Anies membacakan data pembanding pembangunan jalan era SBY dengan Jokowi, pemerintah jadi melakukan pengecekan ulang.
"Dan bagus lah kalau kemudian diperbaiki. Jadi dicek-dicek saja tuh. Jadi thanks to Mas Anies lah. Akhirnya, pemerintah cek dan ricek lagi datanya," katanya.
Oleh karena itu, Hensat kembali menekankan agar Kementerian PUPR melakukan klarifikasi ke media yang dimaksudnya.
"Tapi, kalau klarifikasi, mestinya klarifikasinya ke Katadata tuh. Dan untung saja dibacain Anies. Jadi pada sibuk nyari perbaikan data. Mungkin kalau enggak dibacain, enggak dicek and ricek itu," ujar Hensat.
Apa Benar Anies Sebar Hoaks?
Dalam pidatonya, Anies mengungkapkan, Presiden Jokowi berhasil membangun jalan tol sepanjang 1.569 kilometer dari total jalan tol saat ini 2.499 kilometer.
"63 persen dari seluruh jalan tol berbayar di Indonesia itu dibangun di masa sekarang," ujar Anies.
Anies pun menyebut, keberhasilan Jokowi ini masih kalah dengan SBY dalam hal pembangunan jalan tak berbayar yang bisa digunakan seluruh masyarakat tanpa dipungut biaya.
"Saya bandingkan dengan pemerintahan yang lalu, di zaman pak SBY jalan tak berbayar yang dibangun sepanjang 144.000 kilometer atau 7,5 kali lipat," ujarnya.
Anies kemudian mengerucutkan perbandingan jalan yang dibangun oleh pemerintah pusat, yaitu jalan nasional.
Selama Jokowi memimpin, Anies menyebut hanya sekitar 500 kilometer jalan nasional yang terbangun, sedangkan era SBY bisa 20 kali lipat dari pencapaian Jokowi saat ini.
"Di era 10 tahun sebelumnya 11.800 kilometer, 20 kali lipat," ucap Anies.
Lalu apakah data yang disampaikan Anies ini sesuai fakta?
Sebagai informasi, Presiden SBY memerintah sejak 2004 hingga 2014, sedangkan pemerintahan Presiden Jokowi mulai 2014 sampai 2024 mendatang.

Merujuk pada data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR), jalan nasional non-tol di awal kepemimpinan Presiden SBY di tahun 2004 mencapai 34.629 kilometer.
Kemudian, pada Desember 2014 tercatat jalan nasional non-tol bertambah menjadi 38.570 kilometer.
Artinya, jalan nasional non-tol di era SBY bertambah sekira 3.941 kilometer.
Selanjutnya, Kementerian PUPR mencatat panjang jalan nasional non-tol hingga akhir 2021 mencapai 46.965 kilometer.
Ini berarti, jalan nasional non-tol yang dibangun di era Presiden Jokowi bertambah hingga 8.395 kilometer.
Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan apa yang disampaikan Anies Baswedan dalam acara HUT ke-21 PKS itu.
Pasalnya, data Kementerian PUPR menunjukkan bahwa pembangunan jalan nasional non-tol di era Presiden Jokowi lebih masif dibandingkan zaman SBY.
Meski demikian, pernyataan Anies tak sepenuhnya salah.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pun menunjukkan hal berbeda dibandingkan data milik Kementerian PUPR.
BPS mencatat, panjang jalan nasional non-tol pada 2004 mencapai 34.628 kilometer.
Kemudian, bertambah menjadi 46.432 kilometer di tahun 2014 dan menjadi 47.017 kilometer di tahun 2021.
Artinya, jalan nasional non-tol di era SBY bertambah 11.804 kilometer dan di zaman Jokowi hanya bertambah 585 kilometer.
Data BPS yang disinyalir digunakan Anies untuk ‘menyerang’ Presiden Jokowi.
Ada 8 Tantangan, Alumni ITB Minta Prabowo-Gibran Fokus ke Persoalan Ekonomi |
![]() |
---|
Isu Raffi Ahmad Masuk Bursa Menteri Prabowo Tak Dibantah Gerindra, Prabowo Pernah Sebut Sebagai Staf |
![]() |
---|
Eks Dewan Pakar TPN: Parpol Pendukung Ganjar Mahfud Lebih Layak Masuk Pemerintahan Prabowo |
![]() |
---|
Pengamat Sarankan Prabowo Tempatkan Megawati, SBY dan Jokowi di DPA, Bukan Presidential Club |
![]() |
---|
Pengamat Soal Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri ke Prabowo: Tak Semua Perlu Eksplisit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.