Anak Pejabat Pajak Aniaya Pemuda

LPSK Sebut Rafael Alun Jilat Ludah Sendiri Karena Ogah Tanggung Restitusi Anaknya Mario Dandy

Edwin Partogi Pasaribu memyebut Rafael Alun jilat ludah sendiri karena menolak bayar restutusi yang dibebankan ke anaknya.

|
Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Bima Putra/TribunJakarta.com
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat memberi keterangan terkait restitusi yang harus dibayar Mario Dandy, Jakarta Timur, Rabu (26/7/2023). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Pernyataan Rafael Alun yang menolak membayar restitusi atau ganti rugi atas kasus penganiayaan dilakukan anaknya, Mario Dandy Satriyo terhadap Cristalino David Ozora disesalkan.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mengatakan pernyataan tersebut berbeda dari janji Rafael yang disampaikan sebelum persidangan berjalan.

"Keterangan orang tua DO bahwa orang tua Mario datang bertemu, menyampaikan bersedia bertanggungjawab menanggung segala pembiayaan," kata Edwin di Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (26/7/2023).

Sementara nilai restitusi sebesar Rp120.388.911.300 miliar yang diajukan kepada Mario merupakan hasil penghitungan tim LPSK atas kerugian dialami David akibat penganiayaan.

Restitusi pun sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, di mana korban tindak pidana memiliki hak mendapatkan ganti rugi dari pelaku.

Prosesnya tim LPSK menghitung nilai restitusi, lalu mengajukannya kepada jaksa penuntut umum (JPU) agar masuk dalam tuntutan dan dapat menjadi pertimbangan hajelis hakim saat putusan.

"Artinya kalau saat ini mereka (pihak keluarga Mario Dandy) katakan tidak mau membayar restitusi itu seperti menjilat ludah sendiri," ujarnya.

Terlepas dari janji yang pernah disampaikan pihak keluarga Mario, Edwin menuturkan restitusi merupakan pemenuhan hak korban kasus tindak pidana yang berkeadilan.

Pasalnya bila dinyatakan bersalah dan dijatuhi vonis maka seberat apapun vonis tersebut merupakan ganjaran atas ulah Mario, tidak menyangkut hak pemulihan David sebagai korban.

"Vonis hukuman Mario Dandy seberat apapun karena perbuatannya. Yang jadi soal bagaimana pemulihan buat korban. Itu harusnya jadi tanggung jawab pelaku dengan membayar restitusi," tuturnya.

Bila merujuk pemenuhan restitusi korban tindak pidana terlindung LPSK di Pengadilan lain bahkan terdapat kasus putusan nilai restitusi dijatuhkan hakim lebih besar dari penghitungan LPSK.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat memberi keterangan terkait restitusi yang harus dibayar Mario Dandy, Jakarta Timur, Rabu (26/7/2023).
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat memberi keterangan terkait restitusi yang harus dibayar Mario Dandy, Jakarta Timur, Rabu (26/7/2023). (Bima Putra/TribunJakarta.com)

Putusan dari Pengadilan lain tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan bagi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ketika memutus restitusi yang harus dibayar Mario nanti.

"Di sisi lain untuk upaya paksa supaya pemenuhan hak restitusi terjadi hakim bisa memerintahkan Jaksa melakukan sita, eksekusi harta benda milik Mario atau pihak ketiga, orang tua," lanjut Edwin.

Edwin mengatakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga dapat menerapkan hukuman subsider bila Mario Dandy tidak membayar restitusi sebagaimana dalam tuntutan JPU.

LPSK menyatakan apapun keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nanti kepada Mario Dandy merupakan kewenangan majelis hakim sepenuhnya.

"Kalau perbuatannya terbukti hakim bisa saja menerapkan subsider kurungan kepada terdakwa. Berapa kurungannya tentu sepenuhnya menjadi kewenangan dari majelis hakim," sambung dia.

Mantan pemeriksa pajak pada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, saat ditahan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terjerat kasus penerimaan gratifikasi senilai puluhan miliar rupiah (kiri) pada Senin (3/4/20923) dan putranya, Mario Dandy Satriyo (20) saat menjalani persidangan kasus penganiayaan Cristalino David Ozora (17) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/6/2023). 
Mantan pemeriksa pajak pada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, saat ditahan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terjerat kasus penerimaan gratifikasi senilai puluhan miliar rupiah (kiri) pada Senin (3/4/20923) dan putranya, Mario Dandy Satriyo (20) saat menjalani persidangan kasus penganiayaan Cristalino David Ozora (17) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/6/2023).  (Kolase TribunJakarta.com/Kompas.com (Kristianto Purnomo))

Sebelumnya melalui surat yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat agenda sidang pemeriksaan saksi Rafael menyatakan tidak bisa membayar restitusi untuk anaknya, Mario.

Alasannya karena Mario Dandy secara hukum sudah dewasa, sehingga dapat bertanggungjawab atas ulah penganiayaan berat dilakukannya kepada David dihadapan hukum.

Rafael yang merupakan eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan itu juga beralasan tidak dapat mewakili Mario membayar restitusi karena seluruh aset keluarga sudah disita KPK.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved