Dukung Heru Budi, Zita Anjani Anggap ITF Sunter Boros Anggaran dan Makan Waktu Lama
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani mendukung keputusan Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono yang menghentikan pembangunan ITF Sunter.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani mendukung keputusan Heru Budi Hartono yang menghentikan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter.
Menurut Zita, apa yang diambil Pj Gubernur DKI Jakarta itu berdasarkan perampingan APBD DKI Jakarta.
"Tujuan pak Pj Gubernur baik, agar tidak boros anggaran Pasalnya, pembangunan ITF jauh memakan anggaran besar ketimbang dengan konsep refused derived fuel (RDF) Plant yang sudah dimiliki Pemprov DKI di TPST Bantar Gebang. "Kalau kita lihat dari manfaatnya, RDF plant itu dapat menghasilkan produk yang bisa dibeli oleh pabrik semen dan PLN, juga. Hasilnya juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik sehingga kedepannya bisa di biayai sendiri, tidak membebani pemerintah," kata Zita kepada wartawan, Selasa (15/8/2023).
Selain dari segi anggaran, Zita menyebut pembangunan ITF juga memakan waktu lebih lama dibanding konsep RDF plant.
"RDF yang sudah ada di Bekasi, mampu dibangun 1,5 tahun saja. Sedangkan ITF, di Sunter, dari tahun 2016 sampai saat ini belum rampung juga. Saya pikir kita sudah bisa menilai, dari efisiensi anggaran dan waktu, sudah jelas RDF lebih ideal, apalagi soal manfaatnya," papar politikus PAN tersebut.
Kendati begitu, Zita mengingatkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk nantinya bijak dalam menentukan lokasi yang akan dijadikan area RDF plant.
"Jangan di tempat padat penduduk, karena sangat tidak tepat jika pengolahan sampahnya dekat dengan permukiman," ujar dia.
Sebagai informasi, keputusan Heru Budi menghentikan proyek ITF Sunter lantaran nilai investasinya yang mencapai Rp5 triliun dianggap terlalu mahal.
Belum lagi tipping fee mencapai Rp3 triliun yang harus dibayar pemerintah kepada pihak pengelola sampah.
Pasalnya, tempat pengolahan sampah yang sebagian besar biaya investasinya ditanggung swasta itu bakal dikelola pihak ketiga.
“Pemda DKI enggak punya uang buat tipping fee. Kalau dihitung-hitung masa satu tahun Pemda DKI ngeluarin Rp3 triliun,” ujar Heru Budi.
Oleh sebab itu, Heru Budi memilih fokus mengembangkan tempat pengolahan sampah dengan sistem RDF.
Apalagi, RDF yang dibangun di TPST Bantar Gebang sudah berhasil menjual pengolahan sampah ke dua perusahaan berbeda, yaitu PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk dan PT Solusi Bangun Indonesia (BSI).
Sampah hasil pengolahan RDF itu pun dijual dengan harga 24 dollar AS atau setara Rp360 ribu per ton (asumsi 1 dollar AS setara Rp15.000).
Baca artikel menarik TribunJakarta.com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.