Pemikiran yang Membentuk Bangsa Indonesia
Setidaknya ada 3 pemikiran yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia untuk keluar dari belenggu penjajahan: Nasionalisme, Marxixme dan Islamisme
Marxisme
Pemikiran yang datang dari kepala Karl Marx ini merupakan ide yang banyak diadopsi orang-orang kiri di Hindia kala itu. Marxisme setidaknya dibagi lagi menjadi dua pemikiran besar yakni sosialisme dan komunisme. Simpelnya sosialisme merupakan paham sosial ekonomi akan kepemilikan alat produksi yang kolektif. Sedangkan komunisme merupakan sebuah cita-cita negara yang tidak memiliki pemerintahan dan sudah didasarkan pada pola pikir sosialis bagi masyarakatnya. Terdengar utopis karena satu-satunya cara mewujudkan negara komunis adalah dengan revolusi internasional sedunia dan rasanya sangat mustahil dilakukan terlebih di era gempuran kapitalis hari ini.
Marxis adalah anti-tesis dari kapitalisme. Marxisme hadir untuk membunuh kepemilikan modal pribadi serta imperialisme. Karenanya, marxisme sering dipakai sebagai organ bagi para pribumi Hindia untuk melawan kapitalisme dan kolonialisme Eropa. Dari segi praktiknya, marxisme itu terlihat seperti Islam bukan? Sama-sama menantang eksploitasi manusia dan kental akan kebersamaan. Yang membedakan keduanya adalah pandangan hidup materialisme historis bagi marxis dan Allah ta’ala bagi para muslimin. Namun dari jalan perjuangan, keduanya sangat mirip. Bahkan sangat memungkinkan jika Marx lahir di Hindia dengan kondisi imperialis Belanda, Marx tidak akan menyebut agama adalah candu. Marx akan menyebut bahwa sekutu terbaik sosialisme adalah Islam.
Marxisme dibawa ke Hindia oleh seorang sosialis berkebangsaan Belanda bernama Henk Sneevliet, pada 1914 ditandai dengan berdirinya Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV). Ajaran Marx disebarluaskan oleh Sneevliet hingga menysup ke tubuh Sarekat Islam. tokoh-tokoh SI seperti Semaun dan Darsono kemudian condong ke pemikiran Marx hingga SI harus terpecah menjadi dua kubu yakni SI Putih dan SI Merah. Tjokroaminoto sendiri sebagai pemimpin SI sangat menerima pemikiran Marx bahkan dirinya sampai membuat gagasan soal sosialisme islam dalam bukunya. Sukarno yang menetap di Surabaya juga banyak mengadopsi marxisme dalam kehidupannya dan lalu menjadikan marxisme serta islamisme sebagai jalan menuju nasionalisme dan bangsa merdeka. Ketiga paham tersebut sama-sama revolusioner progresif dalam menentang penjajahan di atas dunia. Bahkan Sukarno sendiri dengan tegas menyebut bahwa dirinya seorang marxis terlihat dari bagaimana ia mengaplikasikannya dalam marhaenisme. Sila kelima dalam Pancasila juga merupakan adaptasi dari marxisme.
Akhir Kata
Bangsa Indonesia bukanlah bangsa primitif yang merebut kemerdekaan dengan cara-cara anarkis. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang dibangun atas pemikiran-pemikiran revolusioner yang mengidamkan kemerdekaan. Sukarno sang ideolog yang lahir dari ketiga pemikiran diatas merupakan presiden terakhir Indonesia yang mewariskan bentuk ideologinya sendiri bagi bangsa.
Namun Sukarno tidak sendirian dalam mewujudkan Indonesia merdeka. Banyak tokoh-tokoh pergerakan lain yang ikut menyokongnya dan banyak dari mereka datang dari pemikiran yang berbeda-beda namun tetap satu tujuan nasionalisme. Misal saja dari sisi Islamis kita melihat Mohammad Natsir, Buya Hamka, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari, dan lain-lain sebagai seorang Islam yang revolusioner. Mereka tidak hanya menjadikan Islam sebagai pedoman hidup mereka tapi mereka juga memiliki kesadaran sosial yang kuat. Mereka sadar bahwa negerinya terjajah maka mereka menjadikan Islam tidak hanya sebagai pedoman hidup tapi juga sebagai bentuk perlawanan dan nasionalisme.
Di persimpangan kiri jalan kita melihat Amir Sjarifuddin, Sutan Sjahrir, Semaun, Tan Malaka, dan sebagainya sebagai seorang marxis yang nasionalis. Mereka mengidamkan negeri sosialis yang berdaulat dan merdeka sesuai cita-cita Marx. Mereka tidak ingin melihat ketimpangan sosial di sekelilingnya karenanya mereka menjadikan sosialisme dan komunisme sebagai perlawanan terhadap imperialisme serta fasisme yang datang menghantam negeri Indonesia.
Referensi:
Kasenda, P. (2017). Sukarno, Marxisme, dan Leninisme. Depok: Komunitas Bambu.
Sukarno. (1926). Nasionalisme, Islamisme, Marxisme. Bandung: Algemenee Studie Club, Technische Hoogeschool te Bandoeng.
Sukarno. (1959). Dibawah Bendera Revolusi (Jilid I). Jakarta: Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi.
Sosok AKBP Danang Setiyo Kapolres Malang Ajak Keluarga Pelaku Lihat Markas Polisi yang Dirusak |
![]() |
---|
Kaji Pemikiran Keislaman Sukarno, Mahasiswa Indonesia Lulus Camlaude di Universitas Zaitunah Tunisia |
![]() |
---|
Anies dan Ahok Akrab di Balai Kota Jakarta, Pengamat Teringat Hubungan Sukarno dan Natsir |
![]() |
---|
Ada Nama Jalan Bapak Bangsa Sukarno di Kawasan Elite Kota Tunis di Tunisia |
![]() |
---|
Simbol Perjuangan Negeri Terjajah, Jalan Proklamator Ahmad Sukarno Bakal Diresmikan di Tunisia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.