Pemprov Diduga Beli Lahan Sendiri
Sidang Dugaan Pemprov DKI Beli Tanah Sengketa di Kalideres Panas, Ahli Yakin Ada Pelanggaran Hukum
Sidang lanjutan kasus dugaan Pemprov DKI Jakarta beli lahan sendiri yang kini dijadikan Taman Kumbang Sereh berlangsung panas.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, PALMERAH - Sidang lanjutan kasus dugaan Pemprov DKI Jakarta beli lahan sendiri yang kini dijadikan Taman Kumbang Sereh berlangsung panas.
Hal itu terjadi saat Prof Dr B.F Sihombing yang dihadirkan pihak penggugat sebagai saksi ahli menyebut ada dugaan pidana yang dilakukan Pemprov DKI lantaran membeli lagi lahan yang harusnya merupakan pemberian dari pengembang untuk dijadikan fasos dan fasum.
Dia menyoroti mengenai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menyatakan Pemprov DKI Jakarta menggelontorkan ratusan miliar untuk mendapatkan lahan yang berada di Jalan Irigasi, Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat.
Padahal, ujar dia, sebagai pengembang maka PT Tamara Green Garden memang berkewajiban memberikan sebagian lahannya kepada Pemprov DKI untuk dijadikan fasos dan fasum.
"Jadi fasos fasum itu tidak bisa diperjualbelikan seenaknya, itukan fasilitas umum untuk penghuni atau warga di daerah setempat.
(Di kasus Kalideres) kalau dijual lagi itu sudah bertentangan dengan hukum karena itu sudah kewajiban developer tanpa membayar sepeserpun dan kepada siapapun, harus diserahkan full ke Pemda DKI ke biro aset," ujar Sihombing di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (30/8/2023).
Dalam persidangan, Sihombing pun menyarankan pihak penggugat maupun tergugat melaporkan dugaan pidana ini kepada pihak Kejaksaan.
"Iya bisa (lapor Kejaksaan), nanti Kejaksaan akan memploting lokasi tersebut, rekonstruksi melakukan pengukuran pengembalian batas.
Diukurlah pengembalian batas ini berapa luas untuk fasos fasum. Kalau dijual ya tangkap langsung di borgol," paparnya.
Sementara itu, Madsanih Manong, Kuasa hukum Achmad Benny Mutiara selaku penggugat menyebut keterangan ahli yang dihadirkannya semakin menjelaskan bahwa memang ada cacat administrasi dan hukum terkait pembelian lahan tersebut.
Sebenarnya, dalam kasus ini, Madsanih hanya meminta kepada PT Tamara Green Garden untuk membayarkan ganti rugi terhadap kliennya atas sekitar 5.000 meter yang dicaplok dan diberikan kepada Pemprov DKI.
Padahal, ia mengklaim kliennya memiliki sejumlah legalitas yang sah atas lahan tersebut.
Pada Tahun 2017, pihak kelurahan Pegadungan juga telah mengeluarkan surat bahwa lahan tersebut masih bersengketa.
Namun pada tahun 2018 ternyata lahan tersebut telah diserahkan ke Pemprov DKI Jakarta untuk fasos fasum.
Dan ternyata Pemprov DKI diduga membeli lagi lahan tersebut melalui proyek pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tahun 2018.
"Karena dari gugatan kita bahwa kita meminta agar proses pengadaan ini, jual beli antara tergugat 1 antara Pemprov DKI dengan PT Tamara Green Garden, dengan adanya lahan klien kami yang belum dibayar ini catat administrasi dan kami meminta agar hakim mengabulkan segera karena dianggap tidak memenuhi ketentuan," ujar Madsanih.
Adapun adanya dugaan Pemprov membeli lahannya sendiri yang terungkap dalam persidangan, Madsanih menyebut hal itu sudah masuk ranah hukum yang berbeda.
Dia pun meminta Pemprov DKI harus bertindak jika merasa dirinya juga adalah korban dalam kasus ini.
"Satu sisi klien kita belum dibayar ganti rugi, di sisi lain ada satu permainan yang mengakibatkan kerugian pemprov.
Ya dalam hal ini pemprov dirugikan, karena pemprov menggunakan uang negara dia harus segera melaporkan ini ke aparat berwenang.
Jadi jangan diem, jangan pasif, seolah-olah merasa tidak bersalah," kata Madsanih.
Madsanih menegaskan pihaknya sejatinya siap musyawarah dengan Pemprov DKI untuk sama-sama menyelesaikan konflik ini, namun dia menyebut tak pernah ada respon dari Pemprov DKI.
"Saya mau dipanggil oleh Pemprov untuk di klarifikasi, kan sampai kini tidak. Akhirnya yudikatif atau pengadilan yang membuka ini.
Kalau Pemprov DKI diam, ini kerugian negara ratusan miliar, kok diam. Sudahlah ini sudah jaman keterbukaan, saya berharap ke PJ gubernur menyikat oknum-oknum ini segera memproses hukum," ujar Madsanih.
Sementara itu, tim Biro Hukum Pemprov DKI, Mindo enggan berkomentar terkait jalannya persidangan.
"Tadi sudah denger sendirilah, ok makasih," ujar Mindo sambil berjalan meninggalkan area Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Sidang kasus ini bakal dilanjutkan pada 8 September 2023 dengan agenda pengecekan ke lokasi yang kini tengah bersengketa.
Dalam perkara perdata 157/Pdt.G/2023/PN.JKT.BRT yang diajukan Madsanih, ada tiga pihak yang menjadi tergugat.
Tergugat satu yakni PJ Gubernur DKI CQ.Dinas pertamanan dan Hutan Kota, tergugat dua PT.Tamara Green Garden selaku pengembang perumahan Puri Gardenia, tergugat tiga Kantor Pertanahan Jakarta Barat.
Kemudian, turut tergugat satu Camat Cengkareng dan tergugat Dua Lurah Pegadungan.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/Prof-Dr-BF-Sihombing-usai-menjadi-saksi-ahli-di-persidangan-kasus-tanah-Pemprov-DKI.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.