LPSK Tunggu Permintaan Perlindungan dari Keluarga Korban Pembunuhan Oknum Paspampres

Dalam kasus pembunuhan Imam ini, LPSK juga sudah melakukan pertemuan dengan Komnas HAM untuk berkoordinasi dalam penanganan perkara untuk merencanakan

Penulis: Bima Putra | Editor: Acos Abdul Qodir
Ho/Tribun-Medan.com
Imam Masykur (25) tewas dibunuh anggota Paspampres Praka Riswandi Manik atau Praka RM dan dua anggota TNI lainnya, di Aceh. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih menunggu permohonan perlindungan dari keluarga Imam Masykur (25), korban pembunuhan tiga oknum anggota TNI dan tiga warga sipil.

Ketiga oknum anggota TNI yang terlibat yakni, Praka HS anggota dari satuan Direktorat Topografi TNI AD, Praka J anggota Kodam Iskandar Muda, dan Praka RM anggota Paspampres.

Wakil Ketua LPSK Manager Nasution mengatakan, pihaknya masih menunggu permohonan perlindungan dari keluarga Imam untuk memberikan perlindungan selama proses hukum berjalan.

"LPSK sudah melakukan penjangkauan terhadap keluarga korban. Sudah menjelaskan terkait hak dan kewajiban kalau jadi terlindung LPSK," kata Nasution saat dikonfirmasi, Kamis (7/9/2023).

Bila mengacu Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, saksi dan korban tindak pidana sebagaimana keluarga Imam yang berhak atas sejumlah hak di antaranya bebas dari ancaman dalam memberi kesaksian.

Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus hingga pengadilan, mendapat pendampingan, mendapat tempat kediaman sementara atau rumah aman, dan pendampingan psikologis.

"Sekarang LPSK menunggu mereka (pihak keluarga) mengajukan permohonan," ujar Nasution.

Dalam kasus pembunuhan Imam ini, LPSK juga sudah melakukan pertemuan dengan Komnas HAM untuk berkoordinasi dalam penanganan perkara untuk merencanakan joint investigation.

Nasution menuturkan pihaknya juga melihat peluang diterapkannya peradilan koneksitas, yakni mekanisme mengadili tindak pidana yang perkaranya dicakup peradilan militer dan peradilan umum.

"Konsekuensinya, sesuai Pasal 89 KUHAP dalam perkara koneksitas maka para pelaku dalam lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer diperiksa dan diadili pengadilan umum," tuturnya.

Menurutnya dengan pengungkapan di peradilan umum diharapkan pelaku-pelaku lainnya dapat terungkap, dan perkembangan infomasinya jalannya sidang mudah diakses publik.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved